Kalau ingin tahu bagaimana minat anak, maka kita harus memaparkan berbagai macam kegiatan dan si anak memilih serta mengembangkan minat yang kemudian diharapkan menjadi kegiatan positifnya.
Pada 2014, pernyataan dari seorang narasumber di sebuah seminar pendidikan membuat  Britania Sari tergugah untuk melakukan sebuah kegiatan yang melibatkan anaknya bernama Atqiya, yang waktu itu berusia 4 tahun. Â
Kegiatan yang dipilih dan kemudian diminati anaknya adalah berkebun. Â Walau dia dan suaminya tidak punya basis berkebun, tetapi mereka berdua belajar dan mempraktikan di rumah. Â
Mulanya, cerita alumni Pendidikan Bahasa Prancis dari Universitas Negeri Jakarta ini mereka  menanam tanpa ilmu, misalnya jadi kalau ada biji cabe ditanam di tanah. Hasilnya ada yang tumbuh dan ada yang tidak.
"Akhirnya saya belajar dengan akademi berkebun diinisiasi Indonesia berkebun, saya belajar teori dan praktik berkebun dan mempraktikan berkebun di rumah, pada waktu itu masih di kawasan Tangerang," ujar Sari melalui surat elektronik, 25 Februari 2025.
Tiga tahun kemudian pada 2017, lagi-laginya Atqiya memberikan inspirasi. Â Dia mulai menyukai dunia satwa dan suka dibacakan cerita terkait satwa.
Nah pada suatu hari mereka menonton sebuah tayangan video tentang kondisi binatang di lautan yang terpapar sampah plastik.Ada penyu yang hidungnya tertusuk sedotan hingga berdarah. Â Ada paus perutnya penuh sampah dan akhirnya meninggal.
"Putri saya sedih banget dan akhirnya selesai menonton itu, dia mengajukan pertanyaan kepada saya: Bunda, kalau kondisi Bumi sedemikian parah, bagaimana ya, kondisi Bumi ketika anak dan cucuku lahir?" Â ucap Sari menirukan pertanyaan anaknya yang sangat menampar.
Pertanyaan Atqiya membuat Sari berpikir, keadaan Bumi tidak baik-baik saja. Orang dewasa berharap ada orang yang berbuat untuk menangani sampah.
Padahal masalah sampah mulai dari pribadi. Sejak 2017 akhirnya  keluarga ini berinisiatif membuat praktik rumah minim sampah, termasuk melibatkan anak.
Kegiatan berkebun dan minim sampah berkaitan. Kalau kegiatan mengompos sudah  mereka  lakukan pada 2014. Awalnya Sari dan suaminya belum menemukan metode kompos tepat.
Pada 2014,  dia memakai cacing  untuk kompis ternyata gagal. Pada 2017 dia menggunakan metode  Takakura akhirnya kompos terdrum  yang kemudian bertahan hingga saat ini.
Berkebun bisa dimulai halaman rumah. Waktu masih tinggal Tangerang halaman rumah keluarga ini  sangat terbatas. Teras dalam digunakan untuk  tanaman hias dan komposter. Sementara di teras luar bermacam sayuran, sekitar 30 jenis tanaman di teras depan.
Pada 2020 keluarga ini pindah ke kawasan Parung Panjang, Bogor yang mempunyai halaman belakang rumah yang penuh kondisi semak  seluas 90 meter pesegi  untuk berkebun menanam sayuran. Lahan ini mereka garap.Â
Kebun ini kemudian dinamakan Kebun Dapur Atqiya, dari nama anak yang memberikan inspirasi. Variasi tanaman sayurannya pun meningkat mendekati dua kali lipat ketimbang waktu tinggal di Tangerang.
"Berapa bulan kemudian kami ditawarkan tetangga sepuh menggarap kebun dengan luas 270 meter persegi. Kami buat tiga kandang ayam, satu kendang burung puyuh, untuk lahan luas 270 meter persegi jadi kebun sayur," ungkap Sari.
Tersentuh Keluarga Pra Sejahtera
Nah, ketika tinggal di kawasan Bogor ini  Sari mendapatkan inspirasi dari lingkungannya.  Dia menyaksikan seoarang anal berusia tujuh tahun dalam kondisi gizi buruk.  Pada waktu masa pandemi Covid 19, Sari melakukan gerakan sosial membagikan sayuran atau pangan sehat yang mentah dan memberdayakan  warga pra sejahtera untuk ikut berupaya memenuhi kebutuhan pangan keluarganya dengan gizi.
Ketika Lebaran 2023 Sari dan suaminaya mempunyai program rantang lebaran bagi keluarga prasejahtera. Â Makanan dikemas diantar ke tetangga. Â
Di situ dia baru tahu bahwa pas lebaran bahwa makanan istimewa bagi masyarakat para sejahtera ini adalah tumis kangkung, semur telur, atau sayur labu ceker ayam.
"Saya berpikir. Ketika lebaran sangat sederhana. Lalu bagaimana makanan harian? Mereka kesulitan akses makanan sehat," imbuh Sari.
Suami sudah menjadi praktisi permakultur dan Sari juga guru berkebun. Pada pertengahan 2023 Â mereka memulai bernisiasi melakukan program ketahanan pangan buat pra sejahtera.
"Kami seleksi 10 keluarga mengikuti pelatihan berkebun,  beternak ayam dan mengompos. Kami survei mereka, jika lahan masih ada kami buatkan kendang ayam dan kebun  buat mereka. Sehingga mereka bisa mempraktikan ilmu yang mereka dapat," tutur dia.
Setelah berapa lama sejumlah halaman rumah warga di sekitar mereka menjelma menjadi kebun produktif dengan beraneka ragam tanam sayur dan ada yang mempuyai kandang ayam.
Kombinasi beternak ayam dan berkebun bisa membantu sirkular antara tanaman sehat dan minim sampah. Â Kotoran ayam bisa menjadi pupuk tanaman dan sebaliknya sayuran yang ada di kebun bisa berfungsi menjadi maknan ternak.
Sari juga memelihara kolam ikan nila dengan konsep bertingkat. Bagian bawah untuk kolam ikan, sedangkan bagian atas dipakai untuk tanaman sayur. Cara ini menjadikan penggunaan lahan menjadi efisien.
Sementara kompos dari sisa makanan dan daun-daun bisa jadi pupuk membuat tanah mempunyai hara untuk tanaman. Nah, hasilnya menjadi tanaman lagi dan terus berputar.
Britania juga sadar untuk mendidik generasi muda. Setiap minggu ada program anak asuh. Di kegiatan program skill yang tidak mereka dapat sekolah, berkebun, beternak, mengolah pangan sehat, melihat label kemasan untuk mengetahui mana  makan sehat dan mana mengandung pengawet.Â
Sejak kecil anak bisa berkebun. Ketika anak kami usia empat atahun meningkatkan motorik halus dan kasar. Ketika dia  menyekop tanah, menaduk, ini melatih  motorik kasar.
Ketika anak harus mengambil benih kecil, menjempit dan meletakannya di sebuah wadah  melatih motorik halus. Anak jadi tahu kata bibit, benih, menyemai, serangga. Mengenalkan anak pada kebun memberikan anak pengalaman, bisa tahu dari makanan berasal.  Kalau tidak anak hanya tahu dibeli dari pasar swalayan.
Belajar dari Britania Sari, bisa disimpulkan ketahanan pangan  dimulai dari rumah. Terlihat kecil, satu rumah satu pot. Namun jika Kita lakukan sama-sama saling barter sayuran tercipta kebun komunal  pangan sehat dan murah, hasilnya pun bisa dinikmati bersama.  Bahkan bisa mendidik anak mencintai lingkungan dan pangan sehat.
Irvan Sjafari
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI