Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Lima Catatan untuk Catatan Si Boy

23 Maret 2024   21:29 Diperbarui: 23 Maret 2024   21:29 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Catatan Si Boy-https://wartakota.tribunnews.com/2020/07/24/ffi-2020-film-catatan-si-boy-diputar-lagi

Saya memilih film Catatan Si Boy (1987)  untuk direview sebagai contoh film yang dibuat di bawah tahun 1990-an untuk tantangan komunitas  Komiks. 

Catatan Si Boy bukan film favorit saya dan apresiasi saya pada film biasa saja, tetapi menurut saya harus diakui film ini monumental sekaligus juga mengandung kontroversi.

Catatan Si Boy menjadi kontroversi, Pertama  terutama karena tokoh utamanya Boy (Ongky Alexander), anak orang kaya, tidak sombong, anak gaul,  rajin salat, tetapi ada adegan berciuman dengan Vera (Meriam Bellina), pacarnya,  tetapi perempuan yang bukan muhrim.   Pada masa itu menjadi salah satu dari kontroversi.

Bagi kalangan muslim saleh hal ini munafik dan secara tak langsung membenarkan hal yang ke arah perzinahan. Itu yang saya dengar dari pembicaraan dengan rekan-rekan saya era 1980-an ketika saya sudah duduk di bangku kuliah tentang Catatan Si Boy.

Saya pribadi tidak mempersoalkan moralitas ini karena kenyataannya kehidupan tidak selalu hitam-putih. Bisa saja ada remaja yang salat (terlepas kualitasnya seperti apa), tetapi tergelincir berhubungan badan di luar nikah. Mereka tahu itu tahu itu dosa, tetapi mereka juga tidak suka dinyinyirin. Apa boleh buat?

Kalau kebanyakan film remaja Indonesia 1970-an, tokoh bergajulan itu, tidak religius, sembarangan berhubungan badan seperti tokoh Citra dalam Semau Gue (1977),  sementara  Andi (Rano Karno) yang alim menjaga sopan santun ketimuran.  Tidak ada yang mempersoalkan karena dibuat hitam putih.

Film Indonesia 1990-an pergaulan bebas  semakin dibenarkan.  Film-film mengeksploitasi seksualitas semakin marak dan tak terbendung.   Moralitas ketimuran era yang begitu kukuh dalam film Indonesia sebelum 1980-an runtuh berlahan.

Kalau saya mempersoalkannya ialah Catatan Si Boy boleh menjadi ingin membantah  stereotype bahwa anak orang kaya adalah anak yang tidak sombong, seperti pada adegan tak lupa mengucapkan terima kasih setelah dibukakan pintu oleh satpam rumahnya.

Tetapi saya mengkritisi  Catatan Si Boy memberikan pengaruh pada film dan sinetron setelah era 1980-an menjual mimpi bahwa orang kaya itu bisa berbuat saja, memakai mobil, tinggal di rumah gedongan, tanpa diperlihatkan bagaimana proses mencapainya, instan begitu saja.

Ini kontroversi kedua menurut saya.  Apakah memang anak orang kaya pada kenyataan seperti itu? Mungkin ada sebagian dan sebagian lagi.

Jika pada 1970-an,  Galih (Rano Karno) dengan sepeda sederhana memikat gadis kaya Ratna (Yessy Gusman) maka 1980-an adalah pemuda metropolis dengan mengendarai mobil untuk memikat lawan jenis. 

Apakah ini salah? Nggak kalau itu bukan menjadi konstruksi sosial.  Bukan tidak mungkin akhirnya menggiring dan memperkuat  cara berpikir bahwa kalau sukses itu adalah punya rumah dan mobil mewah, entah bagaimana caranya.  Bukan tidak mungkin hal ini mendorong korupsi di era sesudahnya.

Sekalipun Ada Apa dengan Cinta? (2002) seperti berupaya mengembalikan para remaja kembali menginjak bumi  lewat tokoh Rangga (Nicholas Saputra) yang bersahaja, asyik dengan puisi Chairil Anwar, mengajak Cinta (Dian Sastrowardoyo) ke pasar buku murah di Kwitang dan juga sebetulnya di film Dilan di era lebih kontemporer.

Kenyataannya memang dunia kampus 1980-an di tengah masa Orde Baru memang seperti itu. Kalangan mahasiswa kelas  menengah tentunya, ke kampus membawa mobil.  Tentunya kampus swasta untuk kalangan menengah atas.

Gambaran tokoh Boy  jelas ada di soundtrack filmnya  yang digubah Harry Sabar dan dinyanyikan Ikang Fauzi, Boy digambarkan sebagai pemuda cerdas, baik hati, tidak sombong, jagoan yang tidak brutal, tak kenal gengsi, tak kenal frustasi, dan berbakat jadi playboy.

Lagu itu, yang dibuat sekitar 1987, menyimpulkan Boy sebagai sosok yang diidamkan anak muda masa itu (bahkan mungkin sekarang).

Catatan Si Boy diproduksi pada masa kejayaan Orde Baru di mana pembangunan ekonomi  adalah panglima.  Film ini memberikan stereotype orangtua keluarga kaya yang sibuk (atau sok sibuk), tanpa sengaja  menggambarkan kesenjangan sosial yang kian melebar di dunia nyata.

Ketiga, Mengapa disebut sebagai Catatan Si Boy? Karena tokoh utama dalam film yang disutradarai oleh Nasri Cheppy itu digambarkan suka menulis catatan harian. Kalau saya mengapresiasi hal ini-karena suka menulis catatan harian dan bukankah aktivis 1960-an Soe Hok Gie juga begitu. 

Saya mau bilang orang yang suka menulis catatan harian itu punya ekspresi dan semangat yang meluap dan bahwa kontennya seperti hal yang lain.  Tentunya perlu budaya literasi yang tinggi. Nah, ini saya tidak lihat di tokoh Si Boy, dia ada di perpustakaan seperti Rangga dalam A2DC. 

Akibatnya Catatan Si Boy justru tidak memberikan pengaruh memperkuat budaya literasi dan menulis. Beda dengan Ada Apa dengan Cinta yang membuat remaja walau sejenak menggemari puisi. 

Keempat, Catatan Si Boy diangkat berdasarkan seri drama radio pada 1985 yang disiarkan lewat Prambors. Stasiun radio ini sangat populer di kalangan anak muda Jakarta dan berpengaruh dalam perkembangan musik pop Indonesia. Ini yang menarik.

Pada 1980-an adalah puncak  kejayaan stasiun radio, yang kemudian bersaing  oleh kedigayaan televisi dan akhirnya digitalisasi  berapa dekade sesudahnya.  Sekalipun radio masih punya tempat.

Film yang skenarionya ditulis oleh  Marwan Alkatir  ditonton 313.516 orang dan tergolong yang paling laris di Jakarta.  Setidaknya di Jakarta dan sekitarnya pengaruhnya besar. Saya ingat kawan-kawan cewek di SMA saya merengek pada cowoknya untuk nonton film ini agar bisa jadi bahan 'ngerumpi'.

Kelima, sejumlah bintang film, yang tragisnya bukan Ongky Alexander, melesat dan populer berkat film ini. Ongky Alexander tidak bisa lepas dari sosok Boy dan itu yang ditakuti Iqbaal Ramadhan yang tidak memerankan sosok ini di Ancika.

Catatan Si Boy mengantarkan pemeran Emon, Didi Petet yang kemudian berkiprah di banyak film berbagai genre dan juga Dede Yusuf sebagai pemeran kawan Si Boy, yang kemudian menjadi politisi.  Tentunya juga Meriam Bellina dan Ayu Azhari.

Sementara Nicholas Saputra dan Dian Sastrowardoyo butuh beberapa film untuk bisa lepas dari sosok Rangga dan Cinta. 

Secara keseluruhan, Catatan Si Boy adalah film yang layak diperhitungkan dalam sejarah sinema Indonesia.  Catatan Si Boy adalah potret era 1980-an dan agaknya jadi aneh kalau dibuat remake dengan mengambil era sekarang.

Irvan Sjafari

Tugas Ketiga Tantangan Komiks Film yang dibuat di bawah tahun 90-an

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun