Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hemat Baju hingga Upcycling Mendukung Keberlanjutan

2 Februari 2024   18:41 Diperbarui: 2 Februari 2024   18:58 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
: https://www.geometry.id/stories/upcycling-fashion-solusi-limbah-tekstil

Sejak berapa dekade ini saya hanya membeli pakaian menjelang hari raya atau sesuai kebutuhan tertentu saja, plus kaos hadiah termasuk dari Kompasiana. 

Celana jins terakhir saya beli dua puluh tahun yang lalu dan jarang dipakai dan kini sudah usang. Pasalnya saya lebih suka pakai celana kargo berbahan parasut  untuk ke lapangan, terutama kalau dipakai solo hiking dan cepat kering kalau basah kena hujan.

Celana bahan seperti untuk orang kantoran saya juga ada, tetapi tidak sebanyak celana lapangan. Karena tidak sering saya pakai jarang rusak, paling celana itu copot kancing atau resletingnya rusak dan bisa  saya ganti di penjahit keliling.

Cara berhemat pun di rumah sudah banyak baju yang numpuk, nyaris tak pernah terpakai. Kebanyakan kaos sih.  Untuk mendonasikan kaos juga tanggung. Kalau sudah robek dijadikan kain pel.

Lalu beli kemeja baru untuk apa? Ada berapa kemeja batik untuk pesta dan acara formal. Ada kemeja kerja kantoran yang jarang saya pakai.


Orang lapangan seperti saya lebih suka kemeja kotak-kotak lengan panjang atau pendek. Itu stoknya banyak. Jadi memang  saya beli pakaian sesuai kebutuhan bukan untuk gaya-gayaan.

Tetapi saya bersyukur tidak boros dalam hal berpakaian.  Pasalnya menurut Program Lingkungan PBB untuk membuat satu celana jins dibutukan 3.748 liter air dengan memperhitungkan produksi kapas, manufaktur, transportasi dan pencucian.

Memproduksi pakaian menggunakan banyak sumber daya alam dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Menurut Fashion on Climate, industri fesyen menyumbang sekitar 2,1 miliar ton emisi gas rumah kaca dalam satu tahun, setara dengan 4% dari seluruh emisi global.

Angka yang mengejutkan ini sebanding dengan gabungan emisi GRK tahunan Prancis, Jerman dan Inggris. Perkiraan ini didasarkan pada data 2018, namun industri ini diperkirakan akan terus tumbuh di masa depan.

PBB yang menuding  industri fesyen bertanggung jawab atas 8-10% emisi global, lebih besar dibandingkan gabungan emisi penerbangan dan pelayaran.

Sampah Limbah Pakaian

Seperti dikutip dari BBC limbah kain juga jenis sampah yang punya banyak mencemari lautan di Indonesia selain bertumpukan di daratan. Pada 2020 sebanyak 6,1 ton limbah kain ditemukan di Pantai Timur Ancol, Jakarta. 

Bagaimana dengan negara lain. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat terdapat sekitar 14 juta ton sampah tekstil baru.

Pada 2018, sebanyak 17 juta ton sampah tekstil di negara tersebut berakhir di tempat pembuangan akhir.

Yang lebih memprihatinkan, sampah ini baru terurai dalam kurun sekitar 200 tahun.

Sementara penjualan pakaian global dapat meningkat hingga 65% pada 2030, menurut Bank Dunia.

Seorang akademisi dari Imperial College London Dr Neil Jennings mengungkapkan sebagian besar dampak lingkungan dari fesyen berasal dari penggunaan bahan mentah.

Kapas untuk industri fashion menggunakan sekitar 2,5% lahan pertanian dunia. Bahan sintetis seperti poliester membutuhkan sekitar 342 juta barel minyak setiap tahunnya.  

Proses produksi pakaian membutuhkan 43 juta ton bahan kimia per tahun. Industri ini juga menggunakan banyak air.

"Sebanyak 70% emisi fesyen berasal dari aktivitas hulu seperti produksi dan pemrosesan bahan mentah," ucap Jennings dikutip dari BBC. 

Statistik konsumsi air dari industri fesyen lebih mengejutkan lagi, dengan sekitar 215 triliun liter air dikonsumsi oleh industri setiap tahunnya.

Banyak negara penghasil kapas utama mengalami kekurangan air yang tinggi, termasuk Tiongkok, India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Turki.

Nadine Moustafa, peneliti PhD tahun terakhir di Departemen Teknik Kimia Imperial menyampaikan industri fesyen bertanggung jawab atas 2 hingga 8 persen emisi karbon global.

"Jumlah ini  lebih besar dibandingkan gabungan seluruh penerbangan internasional, maritim, dan pelayaran," ujar Nadine dikutip dari Imperial   

Sebetulnya ada berbagai cara untuk membatasi limbah dari industri fesyen.  Salah satu di antaranya yang kini sedang tren ialah membeli barang bekas sejak beberapa tahun terakhir ini.

Lapak baju bekas daring maupun luring, kini lebih beken dengan sebutan thrift shop, kian menjamur. Kita bisa menemukan penjualan baju-baju bekas dengan harga yang sangat murah, mulai belasan hingga puluhan ribu rupiah di semua platform toko daring.

Pada 2018  penyanyi Andien Aisyah bersama beberapa orang mendirikan Setali Indonesia yang berupaya memperpanjang usia penggunaan pakaian, yaitu dengan menjualnya sebagai barang bekas dan melakukan upcycling atau menjadikan pakaian bekas ini produk baru yang bernilai.  Komunitas ini mengajak orng memadukan baju bekas, dilah dengan kretif hingga menjadi baju baru, 

Seprerti dikutip dari Klasika  Kompas Komunitas Setali Indonesia memulai gerakan ini dengan mengajak orang untuk memilah pakaian-pakaiannya yang masih layak, lalu menjualnya kembali.

Saya sendiri kalau  pernah  lebih memilih untuk menambal celana yang sobek dengan bahan lain atau menjahit kembali minta jasa  tukang jahit keliling terutama jins atau celana kargo yang berbahan lain hingga benar-benar lapuk. 

Ada jalan lain dengan menambal dengan bahan lain atau menggabungkannya dengan celana bekas lain, sebetulnya sama dengan apa yang sekarang juga jadi tren yang disebut sebagai upcycling fashion.

Saya akan melakukan hal itu pada celana kargo kesayangan saya robek besar. Cuma saya belum ketemu celana yang cocok yang digabungkan menjadi celana baru. Beberapa celana robek sudah saya simpan. 

Upcycling adalah jalan lain untuk memperpanjang umur fesyen.  Hanya saja memang perlu kreativitas agar tidak hanya sekadar berkontribusi untuk lingkungan, tetapi juga agar tetap punya nilai untuk fesyen.   Langkah sedehana sebetulnya bisa dilakukan semua orang.

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun