Pada 9 Mei 1821, Panglima Angkatan Darat De Kock meninggalkan Batavia dengan armada 18 kapal perang dan kapal pengangkut berawak 2.600 pelaut, 1.200 di antaranya adalah orang Eropa, sedangkan pasukan berjumlah 1.780 orang. Pada 12 Juni, ekspedisi ini tiba di Plaju dan Pulau Kemaro, yang bersenjata berat dan menghalangi akses ke ibu kota.
Pertempuran sengit di Pulau Kemaro dan sepanjang sungai tempat kekuatan utama pasukan Kesultanan Palembang. Sumber Belanda mengakui efektivitas meriam-meriam dari Kesultanan Palembang. Â Fregat Van der Werff di antara kapal Belanda yang terkena tembakan meriam.
Setelah melalui pertempuran sengit pada akhir Juni 1821, Palembang berhasil diduduki Belanda.Â
Pada aksi kedua ini  korban di pihak Belanda sebanyak 29 tewas dan 140 luka-luka.  Sumber lain menyebut korban Belanda 95 tewas dan 220 luka-luka dalam aksi kedua.Â
Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarganya ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Ia menghabiskan sisa hidupnya di sana. Badaruddin II wafat pada 26 September 1852.
Sejarah mencatat Kesultanan Palembang dihapuskan pada 1825. Selain Benteng Kuto Besak jejak perang itu adalah Museum Sultan Badaruddin II yang didirikan di atas lokasi reruntuhan keraton. Keraton dihancurkan Belanda pada 1823.
Ketika melihat Benteng Kuto Besak tersebut, saya bersyukur bahwa saksi bisu sejarah kota ini masih eksis. Â Ketika kami berkunjung benteng itu menjadi kantor Kodam Sriwijaya.
Irvan Sjafari
Tulisan Terkait
Membaca Tiga Sejarah Kota dari Tiga Museum