Sani mengemudikan perahu besar yang dikelola Dinas Perhubungan Kota Palembang. Perahu ini katanya beroperasi sejak pukul 8 pagi hingga pukul 8 malam dengan kapasitas antara 20-35 orang.
Perahu ini hanya untuk menelusuri kawasan yang terkait kota Palembang. Kalau ingin menjelajah ke muara sungai yang berjarak 200 kilometer dengan wkatu tempuh 10 jam  digunakan kapal lain.
Sungai Musi mempunyai panjang sekitar 750 kilometer dengan lebar rata-rata 504 meter, dengan lebar paling pendek 250 meter dan paling lebar 1.250 meter dekat Pulau Kemaro.Â
Nurhadi Rangkuti, seorang arkeolog kota Palembang dalam tulisan "Situs Arkeologi: Sebiduk Sungai Musi" di Kompas 2 April 2007 Â menyebutkan di daerah sepanjang Sungai Musi di Kota Palembang tersebar situs multikomponen (multicomponent site).
Situs yang menjadi tempat aktivitas manusia dari berbagai masa dan budaya. Persebarannya mulai dari Karanganyar di bagian barat sampai Sabokingking di bagian timur kota. Dulu banyak terdapat rumah rakit di tepi sungai.
Kami melewati beberapa spot yang menarik dan bersejarah. Yang per tama adalah Pasar 16 Ilir. Menurut Rima Febrianti, Tour Guide kami pasar itu adalah pasar grosir seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta.
"Anda dapat menemukan batik, pakaian dan songket, hingga emas. tentunya dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan pasar yang lain," katanya waktu itu.
Menurut beberapa literatur pasar ini awalnya tempat bertemunya warga Hulu dan ilir untuk menjajakan hasil bumi,buah dan sayur-sayuran, diperkirakan sudah ada pada abad ke 17 dan berkembang pada abad ke 19.
Kami melewati Pabrik Pupuk Sriwijaya (Pusri) yang merupakan pupuk urea terbesar di Asia Tenggara. Wajarlah kalau bau amoniak terasa begitu menyengat.  Pabrik ini berdiri  pada 24 Desember 1959.
Namun baru  dan pada 14 Agustus 1961 dimulai pembangunan pabrik pupuk pertama kali yang dikenal dengan Pabrik Pusri I.  Pada 1963, Pabrik Pusri I mulai berproduksi dengan kapasitas terpasang sebesar 100.000 ton urea dan 59.400 ton amoniak per tahun.