Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Elpiji (Mungkin) Kebijakan Tepat, Waktunya yang Tidak Tepat

4 Januari 2022   23:57 Diperbarui: 5 Januari 2022   00:09 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: money.kompas.com

"Pertamina menyesuaikan harga elpiji nonsubsidi untuk merespons tren peningkatan harga contract price aramco (CPA) elpiji yang terus meningkat sepanjang 2021," ujar Irto, Ahad (26/12).

Irto mengatakan, CP Aramco pada November telah meningkat sampai 847 dolar AS per metrik ton. Harga ini naik 74 persen lebih tinggi dibandingkan harga empat tahun lalu. Untuk itu, Pertamina menetapkan acuan harga.

Besaran penyesuaian harga elpiji nonsubsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar Rp 1.600 - Rp 2.600 per kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga elpiji ke depan serta menciptakan fairness harga antar daerah.  Masalahnya, saya tidak mengerti apa yang dinyatakan Irto. Saya khawatir pelaku UKM atau rakyat kebanyakan tidak mengerti alasan Pertamina. 

Kebijakan mungkin benar, mungkin ya, untuk kepentingan Pertamina. Namun waktunya tidak tepat. Alangkah baiknya kalau Pemerintah bisa membuktikan pertumbuhan ekonomi benar-benar sesuai dengan proyeksinya dan yang penting daya beli setidaknya untuk bisa hidup layak kembali.  Baru itu elpiji nonsubsidi dinaikan.

Kalau tetap juga naik, apalagi naik lagi, orang yang tadinya menggunakan elpiji nonsubsidi akan ramai-ramai beralih ke elpiji yang 3 kilogram dan itu tidak salah, karena bertahan hidup. Dengan menurunnya daya beli,  maka kriteria orang kaya juga berubah? Gaji dipotong karena perusahaan pemasukan kurang, apakah masalah ini dibahas antar lembaga?   

Jadi  menurut saya  memang tepat kalau Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mendukung buruh dengan menetapkan kenaikan UMP yang berseberangan dengan Pemerintah. Ini bukan soal pro atau kontra Jokowi, tetapi juga soal hidup. 

Saya pernah menulis, kalau pengusaha keberatan UMP naik besar, ya pemerintah harusnya menjaga kebutuhan pokok tetap terjangkau.  Lagipula pandemi belum lagi usai.  

Jadi menjaga harga kebutuhan bahan pokok tetap terjangkau tidak bisa lagi ditawar kalau tidak ingin ada gejolak dari buruh.  

Begitu juga dengan titah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Perdagangan, M Lutfi, untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran juga tepat. Sekalipun  seiring dengan melonjaknya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di pasar global.Dia mengingatkan prioritas pemerintah menciptakan harga komoditas yang terjangkau oleh rakyat.

 "Soal minyak goreng. Karena harga CPO di pasar ekspor sedang tinggi, Saya perintahkan menteri perdagangan untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri," tutur dia, secara virtual, Senin (3/1/2022) seperti dikutip dari money.kompas.com

Jokowi mengingatkan BUMN ataupun pihak swasta harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945.  Amanat dari Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun