Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebaran, Ritual, Kultural, dan Kenangan

11 Mei 2021   05:33 Diperbarui: 11 Mei 2021   21:34 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sewaktu hunting artis Poppy Sovia pada 7 September 2010 (1431 H) untuk cover sebuah tabloid telekomunikasi.-Foto: Dokumentasi Pribadi.

Setiap bertandang untuk Lebaran, suguhan selalu ketupat. Hanya saja variasi dan citra rasa lauk dan sayurannya berbeda. Kakak Ibu saya  menawarkan potongan daging sate padang dengan kuahnya untuk alternatif dan lamang tapai.  Tentunya bertemu dengan sepupu yang sebaya menjadi hal menyenangkan.        

Salam Tempel

Saya mengenal salam tempel ketika masih kanak-kanak pada 1970-an, sewaktu Jakarta masih dalam transformasi dari "big village" ke kota metropolitan era Gubernur Ali Sadikin.  Saya tinggal di Tebet, yang masih kampung, berkeliling bersama anak-anak sebaya dari rumah ke rumah di areal sekitar satu RW, bahkan lebih, masing-masing dapat Rp15-25, seingat saya.

Pada waktu itu jumlahnya besar. Rp25 itu bisa beli seporsi bakso dan Rp5 beli segelas sirop.  Kalau 10 rumah yang didatangi maka jumlah yang didapat oleh kami lebih sekitar Rp100. Habisnya untuk jajan dan sebagian ditabung di celengan tanah liat berbentuk ayam, karena baju, celana, sepatu sudah disediakan orangtua.

Apakah salam tempel itu kebudayaan populer juga? Saya kira iya, bahkan sebangun dengan pemberian angpao dalam tradisi imlek Tionghoa. Yang memberikannya pun adalah yang punya penghasilan atau yang lebih tua.  Kalau ke rumah paman dan bibi di hari raya, salam tempel juga pasti didapat.

Seingat saya salam tempel tidak lagi saya lakukan menginjak bangku kuliah. Bahkan setelah kerja gantian saya memberikan salam tempel buat adik yang belum kerja atau keponakan. Namun karena pindah di kompleks yang orang-orangnya lebih individualis tradisi anak-anak keliling untuk salam tempel tidak lagi ada.  Saya tidak apakah di perkampungan tradisi ini masih ada.

Sejak kapan sih ada salam tempel?  Kalau saya menduganya  akultuasi dari tradisi iMlek, tetapi sejumlah referensi mengacu tradisi ini berasal dari awal Abad Pertengahan. Pada masa itu, Kekhalifahan Fatimiyah membagikan uang, permen, atau pakaian pada anak-anak muda, dan orang-orang tua pada hari pertama Idul Fitri.

Pada akhir periode Ottoman, eidiyah kemudian berubah menjadi sejumlah uang tunai dalam pecahan-pecahan kecil. Uang itu biasanya diberikan oleh orang tua dan kerabat-kerabat yang lebih tua pada anak-anak mereka (2). Pertanyaannya kalau tradisi ini mengadopsi periode Ottoman bagaimana ceritanya bisa mempengaruhi masyarakat Indonesia? Mengingat proses Islamisasi di Indonesia sepengetahuan saya  bukan dari Turki.

Kemungkinan salam tempel dalam arti yang sekarang, secara masif dimulai sejak zaman 1950-an ketika Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi membuat kebijakan  THR menjadi salah satu program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pada aparatur sipil negara (Pamong Pradja). Besaran THR yang diberikan saat itu sebesar Rp125 - Rp200.Tunjangan tersebut diberikan pada akhir bulan Ramadan (3). 

Sepengetahuan saya dari penelusuran sejumlah harian  isu persekot lebaran memang sudah ada awal 1950-an, jadi klop. Dengan adanya uang lebih, memungkinkan oarng yang punya uang memberikan salam tempel. Tetapi jelas bahwa tradisi salam tempel bagian dari kebudayaan populer, seperti halnya memakai baju baru, mengirim kartu lebaran, seperti halnya pengiriman parsel dan hampers.    

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun