Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1965, Romantisme dalam Cerita Fiksi

25 Februari 2020   10:13 Diperbarui: 25 Februari 2020   10:26 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk membujuk insiyur itu mau membangun seorang perempuan bernama Alla mendekatinya dan bangunan itu selesai pada waktunya.  Indra kecewa, ternyata adalah istri dari Sumantri  penasehat hukum dari yayasan itu. Kekecewaanya dilampiaskan dengan berburu burung di pantai dengan senapan buatan Prancis, walau tak satu pun burung kena.

Kisah patah hati ini ditutup dengan kalimat-kalimat: 

"Dia sering berbicara dengan burung-burung, sering berbicara kepada dirinya sendiri, sering berbisik-bisik pada laut. Dan hanya pernah menangis di antara deburan ombak yang membanting di pantai. Tetapi ia seorang pembangun yang hasil karyanya berbicara banyak kepada laut di depannya."

Cerpen ini mengisyaratkan perubahan sosial yang terjadi akibat munculnya kaum terdidik dari perguruan tinggi, yang saya sebut sebagai "neo menak". Indra lulusan teknik sipil, Sumantri lulusan hukum dan Alia juga mungkin orang terdidik.

Ilustrasi Repro: Audiovisual Perpusnas.
Ilustrasi Repro: Audiovisual Perpusnas.
Dari sejumlah cerpen yang saya ulas diatas, pertama akses pendidikan mengubah pandangan para penulis tentang harapan dan masa depan, kesadaran terhadap masyarakat hingga nasionalisme. 

Kedua, perempuan diceritakan tidak lagi dikukung, tetapi juga dinamis.   Tati Pinowati , aktivis pers mahasiswa Bandung dalam tulisannya "Mahasiswa Puteri" dalam Pikiran Rakjat, 22 Juni 1965 membenarkan hal itu.  Di satu sisi dia menulis:


"Wanita tidak lagi dikukung seperti zaman dahulu, tetapi sudah bergerak di segala lapangan berdampingan dengan kaum pria, akrab dengan romantika, dinamika dan dialetika revolusi."

Tati juga menyinggung, bahwa wanita terdidik tidak boleh melupakan sebagai ibu rumah tangga yang halus bisa membina kebahagian atas dasar cinta kasih pada sang suami.

"Khususnya kepada mahasiswi di samping sibuk menghadapi studinya dan organisasinya,  tidak lupa memelihara kesehatan dan kecantikannya..."

Pada bagian lain Tati mendefinisikan kecantikan, "Arti kecantikan di sini tidak terbatas pada bentuk muka dan wajah, tetapi juga dalam tata cara membawakan diri dalam kepribadiannya..Pakaian yang dipakai harus cocok dengan tipe kita...bermake up jangan terlalu menyolok, cukup memberi kesegaran pada wajah dan pribadi kita."   Konsep brain, beauty dan behavior untuk perempuan pada masa itu.

Namun yang terpenting Kota Bandung hingga masa itu masih merupakan kota yang berhawa sejuk, nyaman ditinggali, ruang hidup masih layak bagi warganya. Bahkan sebetulnya sampai sampai saya alami ketika masih kecil, berlibur di sana pada 1970-an hingga 1990-an awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun