Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bandung Kota Kreatif, Pendidikan, Wisata dan Nyaris Menjadi Ibukota RI

1 Oktober 2016   16:20 Diperbarui: 1 Oktober 2016   22:24 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simbol kota kreatif (sumber foto http://fikisatari.com)

Sekalipun harus diperhitungkan juga para pendatang atau orang luar Bandung yang mengenyam pendidikan di enam perguruan tinggi tersebut, tetapi lulusan perguruan tinggi itu mengingatkn saya pada apa yang diungkapkan beberapa sejarawan sebagai neo priyayi akibat politik etis pada 1900-an dan akhrinya menimbulan elite modern yang dengan cepat menggantikan priyayi lama sebagai dinamisator masyarakat dan akhirnya menjadi pergerakan nasional untuk kesadaran kemerdekaan Indonesia.

Bandung kedua kalinya mengalami booming elite baru ini, semacam “neo menak” (menak sebutan priyayi di tanah Pasundan) yang bisa menjawab mengapa kota ini kemudian kota kreatif karena SDM-nya bagus, tradisi orang terdidik cukup banyak dan ini juga menjawab mengapa Bandung memiliki musisi yang andal-karena sebagian besar adalah lulusan atau pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Hal yang menarik lainnya dari banyaknya golongan terpelajar Bandung adalah kota yang relatif tenang dari segi konflik sosial karena teredam oleh kota pelajar ini, tetapi bukannya tidak punya potensi konflik. 

Konflik sosial justru dipicu oleh kalangan para pelajar perguruaan tinggi dan menjadi begitu detruktif, daripada gerakan grass root. Kerusuhan rasial 10 Mei 1963 justru dimulai di ITB dan diikuti pelajar-pelajar sekolah dan baru kemudian gerakan grass root.

Seperti halnya Jakarta, gerakan mahasiswa di Bandung juga kritis. Sejumlah kampus di Bandung pada 1978 juga diduduki. Catatan menarik lainnya menyangkut peristiwa 1978 itu, pada awalnya tentara Siliwangi punya saling pengertian dengan mahasiswa bersikap lebih lunak, baru setelah pemerintah pusat tidak puas mendatangkan pasukan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang lebih represif.

Yang mencengangkan ketika Jakarta porak poranda akibat kerusuhan Mei 1998, Bandung justru relatif tenang seperti halnya reaksi terhadap PKI pada 1965, di mana Bandung dan umumnya Jawa Barat skala tindak kekerasan terhadap apa yang disebut pengikut PKI tidak semasif di Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan dengan Jakarta sekalipun.


Sejumlah sekolah –juga perguruan tinggi di Bandung- dibangun berdekatan, terutama di Bandung Utara. Tetapi peristiwa tawuran pelajar tidak semarak yang terjadi di Jakarta. Hasil penelusuran saya hanya ada berapa kasus dalam sepuluh tahunan. Sejak pertengahan 1950-an Bandung sudah nyata menjadi kota pelajar dan iklim di kota itu mendukung suasana belajar yang baik. Pelajar bukan saja studi tetapi juga menikmati kehidupan hang out hingga main musik.

Hanya saja Bandung tidak punya perpustakaan yang komplit seperti perpustakaan nasional di Jakarta. Perpustakaan daerahnya menurut kawan-kawan saya di Bandung tidak komplit. Usaha Kang Emil untuk mendirikan perpustakaan di alun-alun dan di sejumlah harus diapresiasi. Namun upaya parikelir membuka pepustakaan dan ruang baca untuk umum patut diacungi jempot. 

Perpustakaan Batu Api di Jatinangor (sebetulnya di luar kota Bandung) adalah contoh yang baik. Sejumlah toko buku independent juga membuat marak kota pelajar. Bahkan di Tobucil (toko buku kecil) kerap diramaikan pertunjukkan musik.

Saat ini saja diperkirakan jumlah tempat kuliah di Bandung sekitar 57 [4]. Jumlah mahasiswa ITB pada 2014 lebih dari 14 ribu [5] Jumlah mahasiswa Unpad pada 2011 lebih dari 28 ribu [6] Pada 2014 Universitas Pasundan menerima lebih dari 4000 mahasiswa. Itu mahasiswa barunya [7]. Kalau setiap tahun rata-rata 4000 mahasiswa, maka empat tahun dihitung sebagai mahasiswa, maka Unpas paling tidak punya lebih 15 ribu mahasiswa. Universitas Pendidikan Indonesia pada 2009 ada 30 ribu[8] mahasiswa, mungkin pada 2014 lebih. 

Kalau 50 universitas dijumlahkan populasi mahasiswanya maka Bandung (tentunya termasuk yang di Jatinangor) angka 100 ribu tercapai. Bandingkan dengan populasi Bandung sekitar 2,4 juta jiwa. Di antara penduduk Bandung berapa yang sarjana? (karena tidak semua lulusan unievrsitas tinggal di Bandung). Puluhan ribu angka konservatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun