Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kuliner Ayam Berkah : Renyah Sepanjang Sejarah

19 Juni 2015   21:00 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:38 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Bicara ayam goreng yang lezat, ingatan saya langsung melayang pada Ayam Goreng Berkah.  Di antara ayam goreng dari Jawa saya menempatkannya pada peringkat pertama.  Kekuatannya pada ayam kampungnya yang berukuran kecil digoreng berwarna kuning kecoklatan dan ketika kulitnya terkelupas rasa gurih dan renyahnya menyergap lidah, hingga saya mengunyah hingga tulang-tulangnya.  Entah apa resepnya membuat saya menjadi ketagihan, tetapi saya menduga sebelum digoreng ayam kampungnya direbus dahulu  atau direndam dengan campuran rempah, mungkin ada unsur petai dan kelapa.

Kekuatan lainnya ialah teman makan ayam goreng berupa sambalnya yang  tidak terlalu pedas tetapi juga tidak terlalu  manis begitu khas dan beda dengan hidangan ayam goreng lainnya. Pada medio Juni lalu saya kembali mencicipi ayam goreng ini dan setengah porsi ditambah nasi dan lalapan habis disantap. Satu porsi ayam goreng (sampai Juni 2015) dibandroll Rp 56.000.  Biasanya saya juga membawa satu  hingga dua ekor buat ole-ole di rumah. Kalau makan sendiri di tempat baisanya saya menghabiskan 1/2 ekor plus dua porsi nasi dan lalapan.

 

 

Saya tidak ingat pada umur berapa menikmati Ayam Goreng Berkah Rachmad  yang berlokasi kawasan Melawai Blok M ini. Tetapi cerita ibu saya bahwa keluarga kami sudah mencicipi sajian ayam goreng inisejak baru menikah dengan ayah saya sekitar 1966 atau 1960-an akhir ketika saya masih kecil. Ketika itu  Ayam Goreng berkah masih berupa gerobak yang didorong. Ketika itu kami masih tinggal di akwasan Kebayoran Baru dan Blok M belum seramai sekarang.    Di papan tulis menunya  tercatat bahwa Ayam Goreng Berkah  berdiri sejak 1963.  Berapa dekade lalu, ketika saya remaja hingga kuliah Ayam Berkah sempat punya cabang, namun kemudian hanya ada di Blok M.

Kini ayam Goreng Berkah menyewa sebuah  bangunan yang bisa menampung puluhan orang.  Hal ini terjadi karena peraturan Pemda Provinsi DKI Jakarta yang mmebatasi kegiatan pedagang kaki lima di tempat itu beberapa tahun silam.  Sebetulnya setelah menyewa bangunan Ayam Goreng Berkah layak disbeut rumah makan.  Sebagai  rumah makan ini tampak bersih sekali pun bersahaja, tetapi juga vetilasinya bagus dan tidak panas walau ramai. Begitu juga toilet dan westafelnya tampak bersih. Saya juga pernah melihat seorang pejabat mentraktir sejumlah wartawan di rumah makan ini.  Itu artinya rumah makan Ayam Goreng Berkah mempunyai segmen berbagai lapisan masyarakat.  Pada perkembangannya inovasinya bertambah bukan saja ayam goreng, tetapi juga sup ceker ayam, sayur asam, usus goreng.  

Perbedaan lain kalau dahulu rumah makan ini buka hanya buka sore hingga malam hari, kini sejak berapa tahun lalu buka sejak pukul 11 siang.  Sayang tempat parkiran cukup  sempit dan sewaktu week-end harus jeli melihat bangku kosong.  Oh, ya dalam Ramadhan,  Rumah Makan Ayam Berkah biasanya juga ramai untuk dibawa pulang buat sahur atau buka puasa di tempat. Antriannya juga panjang.   Ketika bulan Ramadhan jumlah ayam yang dipotong bisa mencapai dua kali lipat. Kalau rata-rata 300-an, maka jumlahnya bisa menjadi 700 potong.  Recommended untuk segala waktu. 

Irvan Sjafari

Kredit Foto dokumen pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun