[caption id="attachment_257870" align="aligncenter" width="300" caption="Bersepeda dalam lingkungan yang hancur. Adegan dalam Metropia (kredit foto www.twichfilm.com)"][/caption]
Beberapa tahunbelakangan ini sejumlah sineas Amerika banyak membuat film tentang masa depan yangmenggambarkan dehumanisasisecara besar-besaran, pemerintah totaliter, penyakit merajalela, medan pasca-apokaliptik, teknologi ciber genetik, kekacauan sosial dan kekerasan perkotaan luas adalah beberapa tema-tema umum.Tema-tema ini yang disebut film-film distopia yang berani memeriksa bayangan menyenangkan dilemparkan oleh masa depan.
Distopiabisa diartikan sebagai masyarakat fiktif yang merupakan antitesis atau lengkap kebalikan dari sebuah utopia, dunia ideal dengan infrastruktur sosial, politik dan teknologi yang sempurna. Utopia adalah sebuah dunia tanpa kekacauan, perselisihan atau kelaparan. Sebuah dunia di mana potensi individu dan kebebasan dirayakan dan dibawa ke permukaan.Distopia ini adalah kebalikannya, kemiskinan dan dominasi yang tidak setara dengan orang-orang tertentu atas orang lain. Film dystopian sering membangun alam semesta fiksi dan mengaturnya dalam latar belakang yang menampilkan skenario seperti manusiawi kemajuan teknologi, bencana buatan manusia atau revolusi berbasis kelas.1
Dalam tulisan ini saya melihattiga film Amerika dan Eropa yang dirilis pada 2009 bertema kehidupan di masa depan yang bisa digolongkan sebagai film-film distopia, yaitu Metropia, The Road dan Pandorium mengungkapkan hal yang sebangun .Dalam tiga buah film itu bumi digambarkan dalam situasi yang suram dan eksistensi manusia terancam bukan oleh alien, tetapi oleh justru oleh sesama manusia sendiri.
Mencerna ketiga film itu membuat saya merenung apakah benar manusia itu mahluk sosial mulia yang berbeda dengan species hewan lainnya? Atau sebetulnyamanusia sama saja dengan species hewan umumnya karena beruntung memiliki kecerdasan di atas species lain bisa membuat perangkat aturan untuk sesamanya agar tidak menjadi seperti hewan.
Metropia (2009) film Swedia yang disutradarai Tarik Saleh (Produser televisi Swedia berdarah Mesir). Bercerita tentang Eropa di masa mendatang (sekitar 2020), ketika terjadi krisis minyak.Akibatnya transportasi harusefesien, di antaranya dengan menggunakan kereta api yang menggabungkanjaringan kereta api bawah tanah yang sudah ada di Eropa. Sehingga orang Eropa yang ada di Barcelona (Spanyol)bisa ke Paris (Prancis), Copenhagen (Denmark), Berlin (Jerman) atau Stockholm (Swedia). Dalam film ini tidak ada mobil atau pesawat terbang digunakan, tokoh utamanya Roger Olfoson menggunakan sepeda untuk transportasi dalam kota.
Gambaran masa depan dalam Metropiabenar-benarmiris. Langit menjadi kelabu, tidak terlalu dijelaskan mengapa. Tetapi dalam beberapa adegan di film ini Roger melintasi bangkai-bangkai mobil menandakan berakhirnya sebuah era dalam perdaban manusia. Metropia juga menceritakan bahwamasyarakat Eropa dikuasai oleh rezim otoriter yang tidak tampak dan mengontrol pikiran manusia tanpa mereka menyadari.
Caranya dengan menggunakan shampo yang membawa (nano) microchip yang masuk ke dalam pori-pori kepala, digambarkan dalam sebuah adegan. Roger karyawan sebuah perusahaan telekomunikasi kerap menerima suara-suara aneh di kepalanya ketika ia berada dalam tunnel atau metro (kereta api bawah tanah).Sampai ia bertemu super model bernama Nina Swartcruit- yang digambarkan juga bintang iklan shampo itu- yang mengantarkannya kepada dalang pengendali pikiran manusia itu.
Dalam film animasi berdurasi 86 menit ini siapa pun bisa menjadi hero kalau dia menyadari eksistensi kemanusiaannya sebetulnya terancam.Pahlawan dalam film ini bukan seorang serdadu (atau mantan)yang menjadi clandestine atau martir, tetapi seorang karyawan yang hidup sederhana (yang tidak ada tampan-tampannya) dan seorang perempuan yang kebetulan menjadi supermodel dengan kharakter feminin (kadang tampak dingin) dan anggun daripada tomboi.
Menurut Metropia, suramnya masa depan Eropa (tidakbanyak disinggung bagaimana di belahan dunia lain) karena krisis energi masuk akal.Ketergantungan peradaban modern terhadap minyak dan gas merupakan masalah besar, karena energi alternatif lainnya belum bisa mencakup seluruh kebutuhan peradaban modern, seperti transportasi, listrik untuk penerangan di malam hari, pemanas di musim dingin dan kebutuhan lainnya.
Pengalaman sejarah membuktikan betapa berantakannya masyarakat Eropa Barat, ketika negara-negara Arab melancarkan embargo minyak bumi pada akhir 1973 hingga awal 1974 ketika Eropa mengalami musim dingin.Tenaga nuklir mungkin menjadi alternatif, tetapi masih memberikan satu permasalahan besar, mau ditaruh di mana limbahnya? Sementara energi matahari, air atau angin maish belum terbukti bisa digunakan untuk keperluan masal dan baru terbukti secara lokal.
Kedua, menurut Metropia, Eropa di masa depan jatuh ke tangan rezim totaliter bentuk baru seperti yang diungkapkan George Orwell dalam 1984 atau Animal Farm.Kalau saya menafsirkan rezim yang dimaksudMetropia sebagai rezim totaliter bukan pemerintahan komunis atau fasis tetapi juga bisa coorporate.Yang terakhir ini lebih menakutkan, karena bisa bersembunyi di balik pemerintahan yang tampak “manis”. Metropia diakhiri dengan masih adanya harapan untuk umat manusia.
Film Orwelliantentang masa depan yang dipimpin pemerintahan totaliter masa depan ini mengingatkan saya pada film Inggris Brazil(1985)arahan Terry Gilliam. Dalam Brazilrakyat benar-benar dikontrol oleh negara, namun teknologi tetap hampir seperti di tahun 1970-an. Kota digambarkan padat dengan bangunan menjulang tinggi dan mobil-mobil kecil yang hanya muat satu orang berseliweran di jalan-jalan antara gedung-gedung.
Diceritakan dalam Brazil (film yang judulnya terinspirasi oleh lagu yang dinyanyikan Frank Sinatara) tokoh utamanya Sam Lowry adalah Pegawai Negeri Sipil yang satu hari bintik kesalahan dalam salah satu bagian dari dokumen melewati kantornya. Kesalahannya mengarah ke penangkapan seorang pria yang sama sekali tidak bersalah, dan meskipun Lowry mencoba untuk memperbaiki kesalahan, namun mengarahkan ke kesalahan lebih besar. Akhirnya hanya mimpi yang membebaskannya.
The Road (2009) film Amerika yang disutaradarai John Hillcoat memaparkan bahwa setelah kiamat masa depan bumi menjadi menakutkankarena kelangkaan makanan.Tidak terlalu jelasapa penyebab kiamat, tetapi kemungkinan bencana lingkungan atau bumi ditabrak meteor.Turunnya debu seperti hujan, pohon-pohonyang mati (tanpa daun), serta padang tandus dan kota terbengkalai benar-benar memberikan deskripsi mengerikan.
[caption id="attachment_257873" align="aligncenter" width="300" caption="Bertahan hidup pasca "]

Dalam situasi seperti ituterdapat dua golongan manusia.Yang pertama menjadi buas, mereka berkelompok memburu anjing untuk dimakanbahkan juga sesamamanusia di luar kelompoknya alias menjadi kanibal.Kedua kelompokmanusia lain yang menjadi manusia.Dalam The Road manusia menjadi serigala bagi sesamanya seperti dilontarkan filsuf Inggris abad ke 17 Thomas Hobbes benar-benar nyata bukan dalam arti kiasan.
Tokoh-tokoh dalam film initidak bernama, hanya disebutkan seorang laki-laki dewasa (diperankan Viggo Mortensen) yang harus bertahan hidup bersama anaknya (Kodi Smith McPhee) keluar dari daerah yang buas itu.Mereka adalah orang biasa yang kebetulan selamat dari kiamat. Ketika seluruh sistem dan institusi rontok (mulai dari politik, ekonomi, komunikasi) makamanusia akan kembali seperti masa pra sejarah, kecuali merekayang lebih menuruti nuraninya daripada nalurinya.
Dalam The Road hakekat kemanusiaan diuji sebelum kiamat terjadi. Lewat adegan flash back sang laki-laki punya isteri yang bunuh diri dan tadinya hendak mengajak suaminya dan membunuh anaknya. Maksudnya agar mereka menderita ketika bumi binasa. Film ini memenangkan hakekat kemanusiaan bahwa masih ada harapan walau pulihnya peradaban masih tanda tanya.
Film yang sebangun dengan The Road ialah Waterworld (1995) yang disutradarai oleh Kevin Reynolds dan dibintangi Kevin Costner. Bedanya kehancuran dalam Waterworld karena mencairnya es dan menenggelamkan daratan.Seluruh sistem dan institusi juga rontok, manusia berkelompok dan kerap saling bertikai antar kelompok dalam kehidupan yang keras.Harapan manusia dalam film ini menemukan daratan yang tersisa untuk menemukan dan membangun kembali peradaban manusia.
Pandorum (2009)filmAmerika yang menceritakan beberapa abad mendatang terjadi ledakan populasi manusia yang menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya alam hingga tidak bisa lagi menghidupi seluruh umat manusia.Untuk itu sebagian manusia ditransmigrasikan atau istilah lebih ekstrim sebagai eksodus dengan kapal angkasa ke Planit Tanis yang diceritakan mempunyai lingkungan dan ekosistem yang mirip dengan bumi, sehingga layak ditinggali manusia.
Dalam film yang disutradarai ChristianAlvart inidigambarkan dalam perjalanan transmigrasi antar planet terjadi peristiwa yang disebut pandorum.Manusia yang diberangkatkan mengalami hibernates (tidur panjang),yang mengakibatkan manusia kehilangan ingatan, kemudian mengalami evolusi menjadi manusia pemangsa manusia lain.Celakanya bukan saja menjadi pemangsa, tetapi juga bisa berkembang biak dan melahirkan anak-anak yang sama buasnya.Dengan kata lain di dalam kapal angkasa itu terjadi bentuk baru “manusia”.
Seperti halnya Metropia dan The Road, Pandorum berakhir dengan harapan bahwa hakekat kemanusiaan itu tetap menang.Akhir cerita kapal mendarat di lautan Planet Tanis,manusia keluar dari kapsul dan harus berenang ke daratan.Kisah manusia dalam Pandorum mengingatkan saya pada penyu-penyu yang dilahirkan di daratanberlari ke habitatnya di lautan,namun perjalanan “kembali” diseleksi oleh para predatornya.Dalam Pandorum diceritakan dari 60.000 manusia yang ditransmigrasikan dari Planet Bumi ke Planet Tanis dalam perjalanan selama 123 tahun hanya 1211 orang yang selamat, yang semuanya manusia yang tidak berevolusi.
[caption id="attachment_257875" align="aligncenter" width="300" caption="Manusia (ada) yang berevolusi dalam perjalanan ke planet lain. Adegan dalam Pandorium (kredit foto: www.fangorianews.blogspot.com)"]

Pandorum menceritakan bahwa persoalan masa depan adalah over populated.Apa yang terjadiketika jumlah manusia berbanding berpuluh kali lipat dari ketersediaan makanan seperti halnya krisis energi merupakan masalah di masa depan yang sudah di depan mata. Film tentang ledakan populasi ini bukan hal baru. Di antaranyafilm Amerika berjudul Soylent Green produk 1973 menceritakan tentang New York pada 2022, ketika penduduknya telah membengkak ke luar biasa 40 juta, dan orang-orang hidup di jalanan dan antre untuk jatah air mereka dan apa yang disebut sebagai soylent green, bahan makanan berprotein tinggi yang diduga terbuat dari plankton dibudidayakan di laut.Namun apakah memang demikian?
Film ini menggambarkan masyarakat masa depan didera oleh runtuhnya lingkungan di mana barbarisme sosial memegang kekuasaan. Di akhir film terungkap bahwa mayat-mayat dari mereka yang meninggal, tampaknya, dikirim ke lokasi industri berat-dilindungi, di mana mereka kemudian diolah menjadi Soylent Green. Soylent Green menyimak beberapa ulasan menunjukkan masa depan yang begitu getir bahwa kanibalisme bisa terjadi dalam bentuk halus. Dalangnya adalah oligarki orang-orang kaya yang hidup dalam kelimpahan. Benar-benar dunia horror. 2
Irvan Sjafari
1.Lihathttp://snarkerati.com/movie-news/the-top-50-dystopian-movies-of-all-time/
diakses pada 29 April 2013
2.Lihatulasan Roger Ebert dalam http://www.rogerebert.com/reviews/soylent-green-1973 diakses pada 29 April 2013 dan Javier Sethness dalam ulasannya di http://www.countercurrents.org/sethness190710.htm diaksespada 29 April 2013. Soylent Green disutradarai oleh Richard Flescher dan dibintangi oleh Charlton Heston.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI