Mohon tunggu...
June
June Mohon Tunggu... Freelancer - nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Studi Kasus pada Film Dokumenter "Pertaruhan"

4 April 2017   13:45 Diperbarui: 4 April 2017   21:34 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pertaruhan" merupakan film dokumenter yang terdiri dari 4 film berbeda mengenai isu-isu persoalan yang menimpa perempuan yang berkaitan dengan seksualitasnya. Empat isu tersebut antara lain: persoalan keberanian perempuan untuk mengambil tindakan bagi dirinya (kesehatan fisik dan psikis) yang terhalang oleh pandangan normatif masyarakat, persoalan sunat pada perempuan yang daripada isunya sebagai pengendali syahwat perempuan tapi lebih untuk dominasi laki-laki atas perempuan, isu ketiga bercerita tentang akses layanan kesehatan berupa pap smear pada perempuan yang masih menyandang status 'nona', dan isu yang keempat bercerita tentang persoalan ekonomi (kemiskinan) yang membuat sejumlah perempuan dari ekonomi yang buruk harus menjalankannya profesi ganda, sebagai pemecah batu dan sebagai pekerja seks.  

Pertaruhan mengungkapkan bagaimana perempuan dikekang secara fisik maupun psikis oleh berbagai pemikiran normatif masyarakat. Sejumlah pemikiran yang justru 'kolot', yang justru mendiskriminasi perempuan bahkan sampai pada layanan untuk mengakses kesehatan sebagai buah pikir dari pemikiran masyarakat normatif bahwa perempuan yang melakukan seks di luar pernikahan merupakan suatu kejahatan, hal yang belum tentu akan dilabelkan pada laki-laki. Tubuh perempuan tidak lebih dianggap sebagai 'benda', dibandingkan sebagai 'jiwa-raga'. Namun beberapa justru memutarbalikkan pemikiran dengan pernyataan bahwa tubuh perempuan merupakan bait yang suci, sehingga apabila perempuan melakukan seks di luar pernikahan maka akan dilabeli negatif, dan dia tidak akan mendapat akses pelayanan kesehatan karena statusnya yang di luar pernikahan. Kasusnya sama pada cerita tentang pap smear, di mana dalam kasus ini perempuan tidak akan mendapat layanan pap smear tanpa ada izin dari suami ataupun orang tua/wali, meskipun ia telah berada pada kategori 'di atas usia'atau untuk alasan pengecekan kesehatan dini pun tidak boleh.  

Persoalan yang cukup parah adalah bagaimana perempuan termakan oleh kuasa dari pandangan atau budaya patriarkal. Persoalan ini diceritakan pada isu pertama dan kedua dalam film Pertaruhan. Meskipun dalam cerita terdapat beberapa tokoh yang menolak kontrol tersebut, namun ironinya adalah adalah sebuah fakta bahwa perempuan masih berada dalam kontrol laki- laki sebagai sebuah objek suci. Ketakutan untuk melakukan tindakan penyembuhan diurungkan karena proses operasi melewati vagina (sebab adanya pandangan bahwa perempuan harus menjaga 'kesuciannya'). Pasangan lesbian harus menyembunyikan hubungannya dari masyarakat asalnya yang normatif. Isu kedua film Pertaruhan juga mengungkapkan bagaimana ketidakberdayaan dari mayoritas perempuan dalam melepaskan dirinya dari jerat kepentingan patriarkal, yakni sunat pada perempuan. Bahkan sejumlah tokoh perempuan malah memuliakan hal ini sebagai praktik memperempuankan diri perempuan. Film ini mengungkapkan bagaimana hal-hal perempuan atas tubuh, seksualitas, kesehatan reproduksi, dan psikisnya dikubur oleh kepentingan patriarkal. 


Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun