Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Juara 2 Blog Competition Kemendikdasmen RI 2025 (Aspirasi Pendidikan Bermutu) | Juara Favorit Blog Competition Badan Bank Tanah 2025 (Badan Bank Tanah sebagai Instrumen untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat di Indonesia) | Salah Satu Pemenang Terpilih Lomba Menulis KPB 2025 (Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer) | Nomine Penulis Opini Terbaik Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Darurat Baca Pejabat

1 Oktober 2025   17:24 Diperbarui: 1 Oktober 2025   20:03 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno, contoh orator ulung yang memikat tanpa teks. Artikel ini menyinggung soal pentingnya pejabat literat di masa kini. (Sumber: Kompas.com) 

Tiga pejabat dan tiga teks yang dibaca. 

Miris, meski hati saya mencoba untuk memahami, mungkin beliau-beliau sedang sibuk hingga sekedar sambutan singkat harus dengan teks yang ditulis oleh orang lain.

Tapi ada juga dalam sisi pikiran saya yang lain yang berbicara, bahwa ketika pejabat hanya sekedar membacakan naskah pidato yang disusun oleh staffnya, maka pejabat itu tentu hanya sekedar membaca, mengeja bait demi bait kata dalam kalimat yang menyusun paragraf tanpa tahu konsekuensi ataupun makna mendalam tentang apa yang sedang dilontarkan ke publik.

Semuanya saya pikir berawal dari kebiasaan membaca pejabat publik yang bisa jadi saat ini semakin berkurang. Sebab apa yang akan dituang dari sebuah ceret, ketika ceret itu sendiri kosong. Sama halnya dengan apa yang akan dikatakan ke publik, jika memahami topik saja tidak, tentu perbendaharaan kata dan kalimatnya menjadi tercekat.

Pentingnya Literasi

Segala tindak-tanduk, baik dari lisan maupun perbuatan, apalagi kebijakan yang akan berdampak luas, seharusnya lahir dari proses analisa yang matang. 

Pejabat publik bukan hanya pemegang jabatan, melainkan pengemban amanah yang harus bertindak dengan ilmu, akhlak, dan tanggung jawab sosial.

Pola pikir analitis seorang pejabat tentu dipengaruhi oleh seberapa luas perbendaharaan wawasannya. Wawasan yang kaya tidak hanya memperkaya kata-kata, tetapi juga menuntun pada kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Di sisi lain, rendahnya budaya membaca di Indonesia memperburuk keadaan. Data UNESCO (2016) menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001, artinya, dari 1.000 orang, hanya 1 yang benar-benar gemar membaca. 

Jika rakyatnya saja demikian, lalu bagaimana dengan para pejabatnya? Tak heran bila banyak pidato terdengar datar, hanya sekadar membacakan teks yang disusun staf, tanpa daya gugah, tanpa visi yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun