Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pig Butchering Ala Emak Kampung

12 Oktober 2022   15:52 Diperbarui: 13 Oktober 2022   08:11 1446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pig Butchering (Sumber: Andre Taissin via tekno.kompas.com)

"Kalau kamu ambil (bantuan), maka aku ambil juga, yok lah kita sama-sama ambil, siapa tau rejeki"

"Yok dek ambil (bantuan), embak uda ambil ni"

"Gampang kok syaratnya, cuman KTP doang, setelah itu cair, ikut yok mbak"

Inilah psikologis yang diinginkan pelaku Pig Butchering ala emak kampung, korban merasa punya "teman" dalam melakukan pinjaman. 

Tak heran kalau para korban ini biasanya saling berkerabat satu sama lain atau satu circle tongkrongan rumpi emak-emak. 

Psikologis "nyaman" ini lah yang "menggemukkan" para korban sehingga akhirnya mereka terperangkap dalam jebakan Pig Butchering pelaku. 

2. Nominal bantuan terjangkau

Pelaku membuat skema Pig Butchering ini menjadi lebih mudah dan terasa terjangkau. Biasanya hanya perlu KTP dan surat perjanjian tanpa persetujuan suami plus iming-iming nominal yang ditawarkan pun lebih "terjangkau". 

Biasanya nominal terbesar sampai dengan 5 juta. Yang paling sering ditawarkan adalah nominal 1 juta, dengan nominal ini pelaku Pig Butchering mencoba menjerat mereka dalam skema penipuan dengan nonimal yang lebih besar.

Satu juta itu sebenarnya adalah "pancingan" saja, harapan dari para pelaku adalah para korban tidak bisa mencicil ataupun melunasi bantuan tersebut. 

Banderol bunga bantuan pun sebenarnya lebih tinggi dari bank loh, tapi karena para korban merasa nominal dipinjam kecil, mereka menganggap gak mungkin gak bisa bayar, pasti lunas. 

Realita berbanding terbalik dari kenyataan. Uang bantuan itu memang digunakan emak-emak memutar usahanya atau kadang malah untuk konsumtif pribadi saja, yang jadi masalah adalah para emak tidak ngomong dengan para suami padahal kalau mereka katakan kepada para suami, sejak pada tunggakan pertama pasti para suami akan mencarikan solusi dari macetnya cicilan tersebut. 

3. Menawarkan bantuan lain

Jika cicilan pertama telah macet maka ini pintu pembuka bagi jebakan "penggemukan" yang kedua. Kaki tangan para pelaku ini akan mencoba menawarkan bantuan lagi kepada para korban yang cicilannya macet tadi. 

Fase ini lah yang biasanya membuat para korban terjatuh lebih dalam lagi. Gali lubang tutup lubang, mereka terpaksa melakukan pinjaman lagi karena untuk melunasi cicilan bantuan pinjaman yang pertama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun