Kita jalan-jalan bukan untuk menikmati suasana, tapi untuk mengambil gambar terbaik. Kita tertawa bukan karena bahagia, tapi karena ingin menunjukkan pada dunia bahwa kita bahagia.Â
Semua serba "untuk dilihat", bukan "untuk dirasakan". Di balik layar yang terang, ada hati yang gelap.Â
Di balik senyuman yang dibagikan ke publik, ada tangis yang tersembunyi di balik kamar. Banyak dari kita kehilangan momen-momen tulus karena sibuk membagikannya.Â
Kita lupa, bahwa kebahagiaan sejati sering kali hadir tanpa kamera, tanpa filter, tanpa penonton.
Kehidupan sejati bukan tentang apa yang kita tampilkan di media sosial, tapi tentang apa yang kita rasakan saat tidak ada yang menonton.
Mungkin sudah saatnya kita mengurangi waktu melihat layar, dan mulai menatap wajah orang-orang yang benar-benar peduli.Â
Mungkin sudah saatnya kita berhenti berlomba menjadi versi terbaik di feed, dan mulai berdamai dengan diri kita sendiri di dunia nyata.
Kesimpulannya media sosial tidak salah. Yang perlu kita ubah adalah cara kita memaknai dan menggunakannya. Karena pada akhirnya, bukan jumlah followers yang menentukan kualitas hidup kita, tapi seberapa jujur dan damai hati kita ketika tidak ada yang menilai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI