Mohon tunggu...
Juneman Abraham
Juneman Abraham Mohon Tunggu... Dosen - Kepala Kelompok Riset Consumer Behavior and Digital Ethics, BINUS University

http://about.me/juneman ; Asesor Kompetensi - tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi; Adjunct Lecturer di Sekolah Tinggi Kepemerintahan dan Kebijakan Publik (SGPP Indonesia); Pengurus Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Organisasi Perlu Bersama Pekerja dalam Mengelola Tekanan kala Bekerja dari Rumah

18 April 2020   12:27 Diperbarui: 18 April 2020   12:29 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: wikimedia.org/Seymour Fogel

Artikel pendek ini khusus berbicara tentang Bekerja dari Rumah bagi yang memiliki privilise untuk itu. 

Secara psikologis, tekanan semasa BDR (bekerja dari rumah) dipicu oleh harapan yang tidak realistis. Misalnya, dengan berlandaskan pengamatan saat ini, berharap bahwa bulan depan physical distancing sudah bisa diakhiri; adanya anjuran bahwa seharusnya "semakin produktif" ketika bekerja dari rumah.

Di samping itu, interaksi dengan orang luar rumah bisa juga menjadi pemicu, seperti merasa was-was mengalami penularan ketika ada pengantar paket atau pesanan tiba di rumah. Kita juga kehilangan beberapa lapangan kehidupan.

Sebagian cara yang biasanya kita miliki untuk menanggulangi stres dengan cara pergi ke luar (sekadar jalan  atau nongkrong di luar rumah), tidak lagi merupakan pilihan yang bisa ditempuh.

Ada faktor-faktor psikofisik dan sosial yang juga dapat menjadi pemicu kelelahan, bahkan kelelahan berlebih, seperti faktor kurangnya ergonomika tempat kerja, defisit makna kerja, dan kekompakan sosial yang minim di dalam rumah.

Seorang jurnalis bertanya pada saya, "Dapatkah perbedaan bentuk 'penampakan' yang semula tatap muka menjadi online secara konstan memicu rasa lelah berlebih dan kebingungan pada persepsi pekerja?" 

Kondisi interaksi online secara terus-menerus tidak selalu menjadi tekanan, karena sangat bergantung pada isi dan konteks aktivitasnya.

Memperdalam pengetahuan melalui webinar yang disukai, atau mengikuti berbagai hiburan yang tiketnya digratiskan oleh penyelenggara, justru menjadi faktor pereda tekanan, dengan asumsi tidak ada masalah dengan kuota dan kelancaran koneksi internet. Kegiatan-kegiatan bisa disisipkan di sela-sela BDR.

Lebih baik lagi jika organisasi memberikan waktu khusus untuk itu pada jam kerja BDR, dan tidak menganggap aktivitas-aktivitas tersebut sebagai sebuah kemalasan sosial (social loafing).

Dalam hal ini, kita juga perlu memperhatikan perbedaan individual dalam hal persepsi pekerja. Selama ini, dunia kita ini disebut-sebut sebagai "dunia orang ekstrovert". Bahkan, Susan Cain, pengarang buku "Quiet" menyatakan bahwa masyarakat dunia selama ini memiliki bias kultural terhadap orang ekstrover. 

Sederhananya: dunia selama ini lebih berpihak atau menguntungkan buat orang-orang ekstover. Dewasa ini, keadaan tampaknya berbalik. Pola-pola bekerja, berinteraksi, dan bersosialisasi saat ini cenderung mengikuti pola introver.

Artinya, orang-orang ekstrover akan lebih mengalami tantangan dalam berhadapan dengan diri di kala BDR.

Hal inilah yang jarang dibahas atau dipertimbangkan ketika organisasi/lembaga/perusahan mendiskusikan atau meneliti soal kesehatan mental pekerja di masa BDR; oleh karena, boleh jadi, asumsinya adalah ekstroversi harus dipelihara.

Dalam hal ini, orang ekstrover dan introver perlu saling memahami. Sebagai contoh, ada gejala "ekstroverisasi" ruang-ruang online, misalnya dengan menanyakan kabar atau mengadakan koordinasi sosial secara "berlebihan" melalui berbagai sarana media sosial; ini merupakan ekstroverisasi yang masih menganut asumsi di atas.

Mengapresiasi gaya kerja dan gaya hidup setiap pekerja BDR atau work from home (WFH) merupakan sebuah keterampilan lembut (soft-skill) yang urgen untuk dikembangkan dalam organisasi saat ini. Hargai diversifikasi cara kerja, karena bukan saatnya berorientasi pada standarisasi pada masa BDR dalam situasi darurat pandemi.

Di samping itu, ada fase adaptasi yang tidak boleh kita lupakan. Manusia adalah makhluk yang kreatif yang dengan akalnya mampu menemukan cara-cara baru untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Kebingungan bahkan kecemasan dapat dipandang sebagai bagian integral dari proses adaptasi, yang tidak perlu lekas-lekas disangkal atau dicarikan "obat"-nya.

Dalam proses adaptasi ini, manusia bahkan bisa sampai pada tahap penerimaan dan pelampauan situasi yang membosankan bahkan membahayakan dirinya. Jangan anggap remeh potensi adaptif manusia!

Apa sajakah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir stres akibat BDR? Saya menawarkan perspektif Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) dalam hal ini: Perlu ada kerjasama yang baik antara perkerja BDR dengan organisasi/lembaga/perusahaannya (selain dengan keluarganya). Buat saya, kelelahan bahkan burnout pekerja adalah persoalan ekologis dunia kerja, bukan persoalan individual.

Organisasi/lembaga/perusahaan perlu memiliki kebijakan yang adaptif dalam situasi darurat yang sudah dinyatakan Presiden RI sebagai bencana nasional ini.

Temukan cara-cara kreatif untuk mengukur key performance indicators, cara untuk mencapai tujuan organisasi, bahkan meredefinisi visi-misi-nilai-tujuan organisasi bila diperlukan (Saya sempat membaca, bahkan ada perusahaan-perusahaan yang mengubah logonya. Komentar saya: "Ini PIO banget!") .

Cara-cara tersebut sebaiknya disepakati bersama antara pimpinan perusahaan dengan pekerja atau serikat pekerja (bukan hanya kemauan salah satu pihak saja). Pendekatan organisasional ini niscaya sangat berarti untuk meminimalisasikan stres akibat BDR.

Organisasi juga dapat membangun support system dan/atau menyediakan layanan employee assistance program dalam rangka pencegahan dan pengatasan masalah-masalah kesehatan jiwa yang terjadi semasa pandemi.

Semoga artikel ini menjadi secercah masukan bagi pengembangan psikologi bisnis dewasa ini. Selamat BDR :) !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun