Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lembutkan Hati yang Keras

26 Maret 2024   21:17 Diperbarui: 26 Maret 2024   21:22 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam-malam sendirian di rumah. Memangnya suami di mana? Suami sedang dinas di luar kota. Hanya doa yang terlontar dari mulut untuk menyertai perjalanannya. Meski sendiri di rumah, tetapi gawai saya penuh dengan suara dari zoom meeting. Tepat sekali! Saya sedang kuliah malam ini.

Berhubung sedang kuis, saya memiliki kesempatan untuk menulis sebentar. Kok bisa? Iya, kebetulan saya ditanyai urutan keempat oleh dosen, sehingga masih ada waktu senggang untuk menulis. Kesempatan ini dengan sengaja saya gunakan untuk melihat status di media sosial. Lagi-lagi tanpa sengaja saya membaca sebuah status dengan kalimat berikut "ati sing keras bakal angel nampa kebenaran, senajan kebenaran kuwi padange kaya srengenge" yang artinya "hati yang keras akan sulit menerima kebenaran, meski kebenaran itu seterang cahaya matahari". Status tersebut membuat pikiran saya tergugah. Benar juga, ketika hati begitu keras maka ia tidak dapat menerima apapun. Meski hal tersebut sangat bercahaya sekalipun.

Misalnya Mawar (nama samaran) memiliki sifat yang sangat keras. Setiap hari ia senang marah-marah, tidak mau mengalah, maunya menang sendiri, dan sombong. Suatu ketika Melati (nama samaran) berhasil memenangkan lomba lari. Melati berhasil mengalahkan Mawar. Karena Mawar memiliki sifat yang angkuh dan tidak mau kalah, ia memfitnah Melati bahwa ia curang ketika berlari, bahwa Melati memakai obat supaya tidak cepat lelah.

Keangkuhan yang dimiliki Mawar membuatnya tidak dapat menerima kenyataan bahwa Melatilah pemenangnya. Kisah ini pun hanya sebagai perumpamaan saja.

Apabila dibawa dalam keseharian, ada kemungkinan tanpa disadari kita memiliki hati yang keras. Bisa jadi kita tidak dapat menerima kenyataan bahwa gaji kecil dengan beban kerja tinggi. Ada kemungkinan kita iri dan dengki ketika ada teman yang naik gaji lebih cepat. Bisa juga kita tidak dapat menerima apabila teman-teman cepat naik jabatan.

Atau jangan-jangan saya juga demikian ya?

Baca juga: Gerbong Pagi Hari

Iya, benar sekali! Dengan sangat sadar, saya juga memiliki hati yang keras. Terkadang saya hanya ingin didengar, terkadang saya hanya ingin dipahami tanpa bisa memahami orang lain.

Dalam lain waktu, saya juga tidak dapat menerima kebenaran bahwa saat ini saya menerima karma buruk atas perbuatan buruk yang telah dilakukan di kehidupan lampau.

Baca juga: Siapa yang Tahu?

Lantas bagaimana?

Apabila kita terlanjur memiliki hati yang keras, mari bersama-sama kita berubah. Berubah menjadi lebih baik. Belajar melembutkan hati yang keras. Belajar untuk mengendalikan diri. Belajar untuk lebih sering berdoa supaya kualitas spiritual meningkat. Belajar untuk menerima fakta supaya lebih bahagia. Belajar untuk menjadi pribadi yang lebih lembut supaya menjadi lebih baik.

Sekali lagi, ayo jadikan hati yang keras menjadi lembut supaya lebih banyak fakta dan kebenaran yang dapat kita terima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun