Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siapa yang Tahu?

9 November 2022   12:00 Diperbarui: 9 November 2022   12:04 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku langsung mengangkat tangan kananku dan segera berdiri.

"Ketidakkekalan atau biasa disebut anicca, itu adalah salah satu ajaran Buddha, Miss. Segala hal yang ada di bumi ini, bahkan galaksi kita tidak kekal. Suatu saat akan musnah. Diri kita juga tidak selamanya akan hidup. Kita bisa meninggal kapan saja. Bahkan diri kita saat ini dengan diri kita lima detik yang lalu adalah berbeda. Contoh yang lebih ringan adalah lilin. Lilin tidak akan terus menyala, ia bisa padam sewaktu-waktu, entah karena tertiup angin atau memang sumbunya sudah habis," jawabku.

"Wah, penjelasan yang sangat bagus, Kadam. Ada yang mau memberi pendapat lagi?"

Neima yang dari tadi hanya dia saja kini mulai menampakkan suaranya, ia segera mengangkat tangan dan berdiri.

"Saya mau melanjutkan dari pendapat Kadam, Miss. Ketidakkekalan itu seperti sesuatu yang kita tahu, tapi sebenarnya tidak pernah kita tahu. Kita tahu akan meninggal, tapi tidak tahu kapan waktunya. Kita tahu lilin akan padam, tapi kita tidak tahu kapan waktunya. Yang bisa kita lakukan untuk menghadapi ketidakkekalan adalah berbuat baik, menyucikan hati dan pikiran, serta mengurangi kejahatan, begitulah ajaran para Buddha."

Tepuk tangan riuh setelah Neima memberikan pendapatnya tentang ketidakkekalan. Jawabannya memang bagus. Aku pun sampai tidak kepikiran.

Sayangnya, suara bel tanda istirahat sudah berbunyi, dan Miss Vera segera mengakhiri kelas pagi ini.

"Kita lanjutkan pelajaran ketidakkekalan minggu depan ya, Nak. Miss ada satu tugas untuk kalian, buatlah satu cerita pendek dengan tema ketidakkekalan. Minggu depan kita bahas bersama dan nanti tiga cerpen terpilih akan diterbitkan pada majalah mingguan sekolah." Miss Vera mengakhiri kelas dengan senyuman yang mencurigakan, atau ini hanya perasaanku saja. Sudahlah, lagi pula aku bukan peramal yang bisa mengetahui pikiran dan perasaan orang lain.

*

Hari semakin terik di sekolah, matahari selepas hujan tadi pagi membuat keringatku bercucuran. Beruntung aku membawa seragam cadangan, jadi aku bisa segera ganti baju dan tidak membuat teman-temanku pingsan karena keringatku, hahahaha ucapku sambil tertawa dalam hati.

Saat aku keluar dari kamar mandi, aku berpapasan dengan Neima. Seragamnya berlumuran lumpur dan wajahnya sedikit pucat. "Hei, kamu kenapa Neima?" Tanyaku sambil memegang pundaknya. Tapi Neima hanya diam saja, tidak ada satu patah kata yang muncul dari bibirnya yang mulai memutih. Tatapannya kosong, aku heran dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun