Mohon tunggu...
Junaedi Eddy
Junaedi Eddy Mohon Tunggu... Seniman - Tak ada yang perlu diterangkan. Saya adalah rakyat Indonesia.

Rakyat biasa. Bukan siapa-siapa. Dan bukan apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Sufi

30 Agustus 2020   14:21 Diperbarui: 30 Agustus 2020   14:19 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jun Noenggara

Puisi Sufi

Kutulis puisi ini tanpa harus berpikir berhari-hari. Saat aku minum kopi pagi tadi ditemani sang istri tanpa penganan sama sekali, puisi ini tiba-tiba datang melengkapi. 

Hidup ini susah sekali. Lha, wong kerjanya cuma sekadar kuli yang dikontrak seperti zaman kompeni. Kita tidak punya teman untuk kolusi. Tidak ada ladang yang bisa dikorupsi. Tidak mungkin bisa mewujudkan segala mimpi. Sudahlah, syukuri saja. Jalani saja hidup kita seperti ini. Kita cukup jalan kaki. Tidak mungkin bisa beli mobil Ferari, tidak mungkin bisa belanja barang-barang bergengsi yang bisa dikoleksi, tas merk Gucci, baju merk Giorgino Armani, sepatu merk Buccheri, farfum yang menyebarkan gairah birahi, seperti para selebriti. Jalan-jalan sana-sini, bervakansi ke tiap belahan bumi. 

Kapan ya, kita bisa menunaikan ibadah haji? Celetuk istri. 

Jika Tuhan menghendaki. Rezeki telah tuntas dibagi-bagi. Kata Sufi. 

Tak perlu panjang lebar lagi, percakapan kita sudahi. Sekadar menghibur diri, bukankah hidup adalah kekayaan yang bernilai maha tinggi? Sebab segala yang kita miliki, menjadi tidak berharga sama sekali ketika kita sudah mati.

Kampung Gedong Ciampea-Bogor

Minggu, 30 Agustus 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun