Jika dari dua kacamata keberhasilan tersebut, BULOG mampu melakukannya, ini artinya pemerintah sudah sangat tepat mendudukkan mantan Jenderal untuk menahkodai BULOG. Oleh karena itu, mari kita kupas satu persatu tantangan yang akan dihadapi oleh duet duo jenderal tersebut.
Tantangan BULOG
Mungkin tantangan utama yang dihadapi duo Jenderal adalah masalah budaya kerja. Mereka harus sadar dimana mereka ditempatkan sekarang. Jangan sampai gaya khas kepemimpinan di dunia militer ikut terbawa dalam memimpin perusahaan profesional. Dalam dunia perusahaan, budaya kerja sangat mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Disana terdapat aturan-aturan yang harus dipenuhi dan melalui sejumlah prosedur. Prinsip transparansi, akuntability, responsibility, independency dan fairness haruslah dijalankan dengan benar. Kemungkinan besar sikap keterbukaan. diskusi dan komunikasi lebih sedikit cair dibandingkan di dunia militer.
Komoditas beras yang dihadapi BULOG selama ini selalu menyisakan masalah klasik. BULOG selalu kesulitan mendapatkan beras berkualitas dengan harga standar pembelian pemerintah (HPP). Itulah makanya mengapa penyerapan gabah beras petani selalu tidak mencapai target. Berikut rangkuman segala permasalahan yang diemban BULOG selama ini:
a. Pengadaan beras yang tidak optimal
Tantangan yang dihadapi BULOG sekarang adalah pengadaan beras yang jauh dari target. Ketika sudah memasuki bulan Juli, pemerintah tetap menargetkan agar BULOG mampu menyerap sebanyak 4 juta ton sampai kahir tahun nanti. Sebagai informasi saja, panen raya sekarang sudah lewat atau habis. Padahal panen ini menyumbang 70 persen dari seluruh total produksi, selebihnya 30 persen dari panen masa paceklik.
Bahkan banyak pengamat pertanian yang meragukan, walaupun direksi BULOG dalam setahun diganti ratusan kali tetap saja tidak mampu mencapai target tersebut jika persoalan fundamental tidak terselesaikan. Persoalan apa itu? ya masalah HPP yang tidak dinaikkan dikala biaya operasional usaha tani padi sudah melampaui dari harga yang telah dikeluarkan.
Namun pertanyaannya sekarang? mengapa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian selalu ngotot agar pengadaan BULOG sekitar 4 juta ton beras? jawabannnya adalah indikator stock akhir beras di gudang BULOG selalu dijadikan barometer impor tidaknya negeri ini. Jika stock akhir BULOG sekitar 2 juta ton, merupakan stock beras yang paling aman untuk antisipasi sebelum datang panen berikutnya. Stock yang kuat akan menandakan bahwa negeri ini sudah berhasil dalam mencapai swasembada pangan.
Oleh karena itulah, demi mencapai target maksimal pengadaan, biasanya banyak tekanan eksternal kepada BULOG untuk memasukkan gabah beras yang tidak sesuai dengan standar mutu. Namun konsekuensi besar yang harus ditanggung adalah lagi-lagi beras yang tidak sesuai standar cepat mengalami kerusakan dan jika lama disalurkan menjadi tidak layak.
Dalam masalah ini, Duo Jenderal dituntut bijak dalam menyikapinya. BULOG harus mampu dijaga independensinya apalagi intervensi dari pihak eksternal. Untuk apa mengejar target 4 juta ton dengan kualitas tidak standar, jika pada akhirnya dibelakangan hari menimbulkan potensi masalah baru. Masalah apa itu? sudah pasti menumpuknya beras-beras di gudang. Namun semua itu bisa diatasi, andaikan Duo Jenderal mampu mencarikan solusi untuk segera menyalurkannya agar stock tetap fresh.
b. Penyaluran tidak pasti