Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemerdekaan dan "Spirit" Menuju Indonesia Baru Pasca Pilpres

16 Agustus 2019   14:04 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:35 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.paketinternet.id 

Waktu "seolah" berjalan makin cepat. Tak terasa kalender di dinding sudah menunjukkan bulan ke-tujuh. Bulan Agustus begitu istimewa dan penuh suka-cita, karena merupakan hari jadi Republik kita tercinta. Manisnya kemerdekaan mustahil kita nikmati tanpa perjuangan para pahlawan untuk mengibarkan sang saka merah putih di Bumi Indonesia. Jiwa nasionalisme para pejuang kemerdekaan dari Sabang sampai Merauke tak mungkin diragukan lagi, mereka rela korbankan apa saja, harta, keluarga, hingga nyawa. Sungguh luar biasa.

Belajar dari kisah panjang kemerdekaan, NKRI merupakan warisan yang harus dijaga dari generasi ke generasi. Semangat kemerdekaan harus terus membara, tumbuh, dan menggelora di hati sanubari.

sumber : https://www.hetanews.com 
sumber : https://www.hetanews.com 

NKRI merupakan satu paket komplit yang kaya akan ragam suku, budaya, bahasa, hingga agama.

NKRI dengan segala keberagamannya adalah harga mati yang tak mungkin ditawar lagi. Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi jiwa seluruh anak bangsa dimana pun dan kapan pun.   

Indonesia Darurat Hoaks    

Wajah Indonesia hari ini penuh warna-warni berita bohong atau yang lebih dikenal dengan hoaks. Hoaks tumbuh subur bak cendawan musim hujan di era 4.0 saat ini. Tak dapat dipungkiri keberadaan teknologi menjadi media penyebaran berita bohong yang paling mutakhir. We Are Social merilis ada 132,7 juta penduduk Indonesia melek internet. Dari angka itu 130 juta diantaranya aktif menggunakan platform media sosial dan 120 juta di antara mereka mengakses ponsel pintar. Bisa dibayangkan betapa mudahnya hoaks tersebar melalui jejaring online hanya dalam hitungan detik.   

sumber : https://glitzmedia.co 
sumber : https://glitzmedia.co 

Fakta berbicara, politik dan panggung demokasi menjadi sasaran empuk berita bohong. Beberapa kasus menunjukkan, proses pemilihan kepala daerah dan presiden menjadi korban "langganan" aksi berita bohong yang disisipi isu sara dan spirit radikalisme. Menurut Data Kementrian Komunikasi dan Informatika tercatat sebanyak 1000 lebih konten hoaks yang mewarnai konstelasi politik di dalam negeri. Isu-isu keberagaman yang sangat sensitif seperti suku,agama dan ras digoreng hingga "garing" untuk memenangkan atau malah menggulingkan salah satu paslon.

Saat kompetisi demokrasi negeri gelap-gulita, akankah terpilih pemimpin yang mampu buat rakyat sejahtera ? Tentu tidak.       

Fenomena hoaks menjadi ujian nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Keberagaman akan suku, ras dan agama mulai terusik. Pilihan politik yang berbeda dapat dengan mudahnya menjadi api yang menyulut perpecahan di masyarakat. Padahal, sejarah merekam bahwa Bangsa Indonesia nyaris tak pernah meributkan keberagaman apalagi soal perbedaan pandangan politik. Keadaan memang  berubah sejak hoaks dibawa ke panggung demokrasi, polarisasi jadi makin tajam, membawa petaka bagi persatuan dan kesatuan negeri. 

Kemerdekaan : Spirit Persatuan 

Tak ada yang salah dengan pilihan politik masing-masing orang, jika kamu memilih A, sedang aku memilih B, sementara mereka memilih C dan kalian memilih D, kita semua tetap satu Indonesia

Perbedaan pandangan politik merupakan bukti nyata bahwa kita merupakan negara demokrasi. Perbedaan politik adalah hal biasa yang sebaiknya dihadapi dengan bijaksana dan saling menghargai sesama sehingga jiwa tak terbawa arus berita bohong. Mirisnya, masih banyak yang kurang bijaksana menanggapi politik hingga dengan mudahnya baper alias "bawa perasaan" akibat berita bohong, ujaran kebencian hingga radikalisme yang berujung perpecahan. 

sumber : https://news.detik.com 
sumber : https://news.detik.com 

Hari Kemerdekaan merupakan momentum yang pas bagi seluruh anak bangsa merenungkan nilai-nilai kebangsaan seperti persatuan, toleransi, dan salling menghargai.

Apakah nilai-nilai tersebut masih kita pegang teguh atau sudah hilang tergerus waktu ? 

Harus kita akui Indonesia kini ibarat kertas yang robek, sudah saatnya merajut kembali robekan-robekan itu menjadi satu kesatuan utuh di tengah perbedaan pandangan politik. Saatnya menyudahi perpecahan, karena spirit kemerdekaan mencerminkan spirit persatuan.

Kemerdekaan : Spirit Rekonsiliasi

Pesta demokrasi pada 17 April telah usai, terlepas dari siapa yang terpilih banyak perbaikan yang jadi tugas bersama. Sebelum pilpres 2019 sebagian besar masyarakat masuk ke dalam pusara antara dua kubu. Tidak sedikit yang berdebat dengan teman dan kerabat bahkan sampai rela memutuskan silaturahmi hanya karena perbedaan pilihan.

Meminjam kata-kata Gus Dur bahwa "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan", adalah benar adanya.

Momen Kemerdekaan merupakan  momentum untuk mewujudkan rekonsiliasi di tengah masyarakat pasca pilpres. Rekonsialiasi dapat dengan mudah tercapai melalui silaturahmi. Momen kemerdekaan kali ini seharusnya tidak hanya dimeriahkan dengan berbagai lomba tujuh belas-an, tapi juga disertai dengan manisnya silaturahmi dan saling memaafkan bagi banyak pihak yang saling berseberangan saat pilpres.

Bukankah indah jika kemeriahan lomba makan kerupuk disertai jabat tangan erat, menghias gapura disertai pelukan saling memafkan, hingga menata tumpeng dengan canda-tawa tulus meredakan  permusuhan dan perdebatan akan perbedaan pilihan politik. Sudah tidak sabar rasanya menyaksikan semangat kemerdekaan berpadu dengan semangat rekonsiliasi.

Kawal Pemerintahan yang Baru

KPU telah mengesahkan hasil Pemilihan Presiden pada 21 Mei lalu. Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah hasil pemilu yang legitimated maka suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus menerima hasil pemilu demi keberlanjutan pembangunan negeri tercinta. Sudah waktunya move on dari perdebatan soal pilpres, saatnya mengawal pemerintahan yang baru sebagai awal untuk Indonesia yang lebih maju.

sumber : https://www.merdeka.com 
sumber : https://www.merdeka.com 

Tepat pada 14 Juli 2019, Jokowi dan Ma'ruf Amin sebagai pasangan terpilih menyampaikan visi misi pemerintahan lima tahun ke depan. Bapak Presiden menekankan kembali pentingnya inovasi anak-anak bangsa guna menyelesaikan permasalahan yang dirasakan masyarakat. Kontribusi berbagai pihak sangat diharapkan demi solusi permasalahan yang efektif dan efisien terutama dalam menghadapi tantangan global yang sangat dinamis. Mari kita berikan kontribusi terbaik sesuai keilmuan masing-masing sebagai wujud sinergi dengan pemerintahan 2020-2024. 

Tanpa dukungan dan kerjasama segala lapisan masyarakat mustahil indonesia emas dapat dicapai.

Pemerintahan 2020-2024 akan fokus pada pembangunan infrastruktur, Sumber Daya Manusia (SDM), Investasi, Reformasi birokrasi dan Penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran. Visi misi yang disampaikan pasangan presiden dan wakil presiden mendatang sudah sangat sesuai dengan cita-cita bangsa. Optimisme dan positivisme akan Indonesia yang maju dan sejahtera tercermin dari visi misi yang telah diuraikan. Satu catatan penting, pemerintah tak mungkin berjalan sendiri. Bebagai program yang nantinya akan dilaksanakan perlu tangan-tangan masyarakat untuk mengawal agar program tepat sasaran. Saran dan masukan tentu menjadi hal yang sangat dinanti, karena lagi-lagi lima tahun ke depan ada di tangan kita.

Mari Kawal Pemerintahan yang Baru  Demi Indonesia Maju.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun