Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Setahun Pemerintahan Prabowo Gibran, Tepuk Tangan untuk MBG dengan Sejumlah Catatan!

16 Oktober 2025   07:24 Diperbarui: 16 Oktober 2025   20:29 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah siswa di salah satu SMK di Kota Bandung sedang menyantap makan bergizi gratis (MBG). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Pada 20 Oktober 2025 mendatang, genap 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran berjalan. Sebagai warga negara, sudah sepatutnya kita melihat dan memberikan pandangan jujur terhadap apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah yang baru ini. Secara umum, banyak program yang sifatnya melanjutkan kerja pemerintahan sebelumnya. 

Namun, ada satu program yang paling menonjol dan langsung terasa perbedaannya di tengah masyarakat, yaitu program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program Makan Bergizi Gratis, yang menyasar anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui, memang adalah terobosan yang patut diacungi jempol. 

Ide dasarnya sangat baik. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa kita, memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang cukup sejak dini. Gizi yang baik adalah kunci untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan cerdas.

Bukan hanya soal gizi, program MBG ini juga membawa dampak positif yang jauh lebih luas bagi ekonomi rakyat. Dengan diwajibkannya pengadaan bahan makanan dari sumber lokal, program ini seketika menggerakkan roda ekonomi di tingkat desa dan daerah. Petani, nelayan, peternak, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setempat mendapat jaminan pasar.

Perputaran uang di daerah menjadi lebih cepat dan merata. Banyak dapur-dapur baru bermunculan, yang disebut Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru. Program ini sukses membuktikan diri sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan, tidak hanya sebagai bantuan sosial.

Kita memang harus memberikan tepuk tangan atas visi besar ini. Dalam waktu kurang dari satu tahun, pemerintah mengklaim program ini telah menjangkau puluhan juta penerima manfaat di berbagai wilayah. Ini menunjukkan keseriusan dan kecepatan pemerintah dalam merealisasikan janji. Angka kehadiran anak di sekolah juga dilaporkan meningkat, tanda bahwa program ini berhasil menarik minat belajar siswa.

Namun, seperti yang tercantum dalam judul, apresiasi ini datang dengan sejumlah catatan tebal. Catatan pertama dan yang paling genting adalah masalah keamanan pangan. Seringnya terjadi insiden keracunan massal pasca anak sekolah mengonsumsi MBG adalah masalah yang tidak bisa ditoleransi.

Berita-berita keracunan massal telah terjadi di berbagai daerah, dari sekolah dasar hingga menengah. Ratusan siswa harus dilarikan ke rumah sakit karena sakit perut, mual, dan muntah. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi ini adalah masalah keselamatan jiwa anak-anak.

Keracunan ini jelas menunjukkan adanya titik lemah dalam rantai pasok dan produksi makanan. Apakah pengawasan kebersihan di dapur-dapur MBG (SPPG) sudah maksimal? Apakah bahan baku yang digunakan benar-benar segar dan higienis? Apakah proses pengolahan dan distribusi makanan (terutama waktu pengiriman) sudah sesuai standar?

Para ahli gizi dan keamanan pangan telah menyoroti bahwa salah satu penyebab keracunan adalah skala produksi yang besar dan terpusat di SPPG, yang terkadang melebihi kapasitas tanpa didukung kontrol kualitas yang memadai. Kurangnya pengawasan berkala dan ketat menjadi celah masuknya bakteri berbahaya seperti E. coli atau Salmonella.

Catatan tebal kedua adalah masalah pemerataan. Meskipun klaim jumlah penerima sudah besar, kenyataannya adalah program MBG ini masih belum merata sepenuhnya. Masih banyak sekolah, terutama di daerah pelosok atau terpencil, yang belum tersentuh program ini.

Fokus program saat ini cenderung ke wilayah yang lebih mudah dijangkau atau yang sudah memiliki infrastruktur SPPG. Hal ini menciptakan kesenjangan baru. Anak-anak di daerah yang paling membutuhkan asupan gizi justru menjadi yang terakhir merasakan manfaatnya.

Pemerintah perlu memperjelas skema penyaluran untuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Metode dapur pusat atau dapur satelit mungkin tidak efektif di sana. Diperlukan inovasi dalam distribusi yang melibatkan komunitas sekolah dan warga lokal secara langsung.

Program ini sejatinya bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan gizi. Oleh karena itu, langkah pemerataan adalah keharusan. Tidak boleh ada siswa yang merasa dianaktirikan hanya karena lokasi sekolah mereka sulit diakses.

Maka, di tahun kedua 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran ini, pemerintah harus mengubah fokus. Anggaran besar yang sudah dialokasikan harus diprioritaskan untuk pembenahan sistem keamanan pangan dan percepatan pemerataan.

Insiden keracunan massal harus menjadi yang terakhir. Tidak ada kompromi soal keselamatan anak. Pemerintah harus memperketat standar operasional prosedur (SOP) sanitasi dan higiene mulai dari pembelian bahan baku dari petani hingga makanan sampai di tangan siswa.

Pemerintah juga perlu melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan daerah secara lebih intensif untuk melakukan audit mendadak dan pengujian sampel makanan secara rutin. Pengawasan tidak boleh hanya di awal, tapi harus periodik dan konsisten.

Pemberian sanksi yang tegas kepada pihak SPPG atau penyedia bahan makanan yang terbukti lalai dan menyebabkan keracunan juga mutlak dilakukan sebagai efek jera. Program ini harus diawasi dengan ketat karena ini menyangkut nyawa generasi masa depan.

Oleh karena itu, tepuk tangan dengan catatan tebal adalah ungkapan paling jujur dari warga. Kami mengapresiasi visi dan manfaatnya yang luar biasa, namun kami juga menuntut kualitas yang tidak cacat dan pelayanan yang merata tanpa pandang bulu.

Program MBG memiliki potensi untuk menjadi warisan terbaik 1 tahun pemerintahan Prabowo Gibran, namun potensi itu akan sia-sia jika terus diiringi kabar duka keracunan dan ketidakmerataan. Harapan kami, di tahun berikutnya, MBG bisa menjadi berkah seutuhnya.

Kesimpulan

Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran ditandai dengan realisasi ambisius Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membawa manfaat gizi dan ekonomi yang besar, sehingga layak mendapat apresiasi. 

Namun, pujian ini harus disertai catatan tebal terkait dua masalah krusial: masih seringnya terjadi insiden keracunan massal pada anak sekolah akibat kelalaian dalam kualitas dan keamanan pangan, serta belum meratanya jangkauan program ini ke seluruh sekolah, terutama di daerah 3T. 

Oleh karena itu, di tahun kedua pemerintahannya, prioritas utama Prabowo-Gibran harus bergeser dari sekadar perluasan penerima menjadi penjaminan kualitas tanpa kompromi dan pemerataan total agar MBG benar-benar menjadi fondasi gizi emas yang aman dan inklusif bagi seluruh anak bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun