Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekadar Mengajar, Stop Jadi Guru Lontong Basi!

15 Oktober 2025   11:41 Diperbarui: 15 Oktober 2025   11:41 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Guru mengajar di kelas. | cCanva.com via Kompas.com

Kita semua tahu, pekerjaan guru itu mulia. Guru adalah ujung tombak masa depan bangsa. Namun, di balik seragam dan papan tulis, banyak guru yang diam-diam merasa lelah. Rasa lelah ini bukan hanya fisik, tapi juga mental. Banyak yang merasa terjebak dalam rutinitas yang sama setiap tahunnya. 

Mereka mengajar dengan cara yang sama, menggunakan materi yang sama, dan hasilnya pun terasa biasa saja. Inilah yang sering disebut sebagai "guru lontong basi" mengajar tanpa semangat, basi, dan tidak lagi menarik. Fenomena ini nyata, dan sudah saatnya kita menghentikannya.

Guru yang kehilangan semangat akan menghasilkan murid yang kehilangan minat. Lingkaran setan ini harus diputus. Tugas kita bukan hanya mentransfer ilmu, tapi juga mentransfer energi positif dan rasa ingin tahu. 

Jika guru datang ke kelas dengan wajah datar dan metode yang kaku, bagaimana mungkin siswa bisa bersemangat? Kita perlu sebuah perubahan besar, perubahan cara pandang, dan perubahan aksi di dalam maupun di luar kelas. Semangat harus dinyalakan kembali.

Mengapa banyak guru sampai pada titik "basi"? Jawabannya kompleks. Beban administrasi yang menumpuk sering kali menjadi penyebab utama. Guru disibukkan dengan laporan, RPP yang rumit, dan berbagai tuntutan birokrasi yang terasa tidak ada habisnya. 

Waktu yang seharusnya digunakan untuk merancang pembelajaran kreatif malah habis di meja kerja mengurus kertas-kertas. Ini menciptakan frustrasi dan perasaan tidak dihargai, karena fokus utama mereka, yaitu mengajar, jadi terabaikan.

Selain itu, kurangnya apresiasi yang layak juga memicu demotivasi. Apresiasi di sini bukan hanya soal gaji, tapi pengakuan terhadap kerja keras dan dedikasi. 

Ketika guru sudah bekerja keras, berinovasi, dan bahkan mengorbankan waktu pribadi, namun respons yang didapat hanyalah tuntutan dan kritik, semangat pasti akan runtuh. Lingkungan kerja yang toxic, baik dari rekan kerja, atasan, atau bahkan orang tua siswa, bisa memperburuk keadaan.

Terakhir, faktor internal juga berperan. Rasa puas diri yang berlebihan setelah merasa sudah 'senior' atau 'berpengalaman' seringkali membuat guru berhenti belajar. Mereka merasa cara lama sudah cukup. 

Padahal, dunia terus berubah, teknologi berkembang pesat, dan generasi siswa yang dihadapi hari ini jauh berbeda dengan generasi 10 atau 20 tahun lalu. Jika guru tidak mau meng-upgrade diri, mereka akan tertinggal dan terasa basi di mata siswa.

Revolusi di Dalam Kelas: Dari Monoton Menjadi Medan Petualangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun