Ketika saya duduk dan memikirkan tentang Bapak, pikiran pertama yang muncul bukanlah puisi atau kata-kata indah. Yang muncul adalah rasa terima kasih yang nyata dan sederhana. Sebuah perasaan yang bisa dibilang, "Untung, saya masih punya Bapak."
Bukan karena Bapak sempurna. Jauh dari itu. Tapi keberadaannya, cara dia melakukan perannya, telah membentuk semacam jaring pengaman dalam hidup saya. Jaring pengaman ini terasa kokoh, bahkan sampai sekarang saya sudah dewasa.
Banyak orang bilang, menjadi Bapak itu pekerjaan yang berat. Dan memang begitu. Tapi yang menarik, di mata seorang anak, pekerjaan itu terlihat berbeda. Bukan beban, tapi sebuah janji yang selalu ditepati.
Saya sering bertanya pada diri sendiri, apa sih rahasia di balik perasaan untung ini? Kenapa, setelah semua drama, salah paham, dan bahkan teguran, saya tetap merasa beruntung memilikinya? Jawabannya ada pada tiga hal utama yang dilakukan Bapak, yang mungkin tidak pernah dia sadari telah menjadi "kode rahasia" kebahagiaan saya.
Kehadiran yang Tidak Bisa Ditukar
Bapak saya mungkin bukan orang yang paling banyak bicara atau paling pandai memberikan nasihat panjang. Tapi dia selalu ada. Kehadiran fisiknya itu lebih berarti daripada seribu kata.
Saya ingat ketika kecil, saya pernah jatuh dari sepeda dan lutut saya berdarah parah. Bapak tidak panik. Dia hanya datang, membersihkan luka saya dengan sabar, dan menempelkan plester. Dia tidak menguliahi saya tentang kehati-hatian. Dia hanya ada di sana, fokus pada luka saya.
Kehadiran seperti itu adalah mata uang yang mahal. Di tengah kesibukan mencari nafkah, dia selalu menyisihkan waktu untuk hal-hal kecil. Menemani saya belajar matematika yang saya benci, menonton film kartun yang sebenarnya membosankan baginya, atau hanya duduk diam di teras bersama.
Ini bukan tentang waktu yang banyak, tapi tentang kualitas fokus saat bersama. Saat Bapak ada, dia sepenuhnya ada untuk saya. HP-nya mati, pikirannya tidak ke pekerjaan. Itu membuat saya merasa, "Saya penting, sekarang, di saat ini."
Rasa aman ini membuat fondasi mental saya kuat. Saya tahu bahwa jika ada masalah besar, saya punya tempat untuk kembali. Tempat yang sunyi, tanpa penghakiman, hanya ada Bapak yang siap mendengarkan.
Kehadiran ini mengajarkan saya tentang kesetiaan. Bahwa mencintai itu bukan hanya kata-kata, tapi juga tindakan sederhana: memilih untuk berada di sana.