Kesabaran ini juga membangun rasa percaya diri saya. Saya tahu bahwa saya tidak akan dihakimi habis-habisan ketika saya jatuh. Ada Bapak yang siap menahan jatuhnya, lalu membantu saya berdiri lagi.
Inilah kode kedua: Kesabaran Bapak adalah cermin yang menunjukkan kepada saya bahwa karakter dan kemanusiaan lebih penting daripada kesempurnaan.
Menjadi Jangkar di Tengah Badai
Hidup pasti punya masalah. Dan di saat-saat paling sulit, peran Bapak sebagai "jangkar" keluarga benar-benar terasa.
Ketika kakek sakit parah, atau ketika bisnis keluarga mengalami kerugian, suasana di rumah pasti terasa tegang. Mama mungkin menangis, saya panik. Tapi Bapak selalu mempertahankan ketenangan.
Dia bukan robot yang tidak punya perasaan. Dia hanya memilih untuk memproses kekhawatiran dan ketakutannya sendiri, demi menjaga stabilitas emosi kami.
Bapak mengajarkan saya bahwa menjadi kuat bukanlah tentang tidak pernah takut, tapi tentang tetap bertindak waras meskipun rasa takut itu ada.
Dia tidak pernah menjanjikan bahwa hidup akan mudah. Tapi dia selalu menjanjikan bahwa kami akan melewatinya bersama. Janji sederhana ini lebih menenangkan daripada solusi instan apa pun.
Sebagai jangkar, Bapak tidak selalu membuat keputusan populer. Kadang keputusannya terasa keras atau tidak adil. Tapi seiring waktu, saya sadar bahwa keputusan itu dibuat dengan tujuan jangka panjang: melindungi masa depan kami.
Menjadi jangkar berarti dia rela menjadi "orang jahat" demi kebaikan kami. Dia menahan diri untuk tidak memanjakan, demi kami bisa menjadi pribadi yang mandiri. Pengorbanan emosional seperti ini sungguh luar biasa.
Inilah kode ketiga: Bapak adalah stabilitas dalam kekacauan. Dia menunjukkan bahwa peran utama seorang pemimpin adalah memberikan rasa aman, bahkan saat dunia di luar sana sedang gonjang-ganjing.