Hari ini, di lapangan Monumen Nasional Jakarta, bendera Merah Putih berkibar bangga menyambut Hari Ulang Tahun ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI). Lapangan luas itu dipenuhi oleh deretan alat utama sistem persenjataan (alutsista) terbaru yang menunjukkan kekuatan dan kesiapan pertahanan Indonesia. Defile pasukan yang gagah, tank-tank baja yang perkasa, dan atraksi akrobatik di udara dari pesawat tempur menjadi bukti nyata komitmen negara dalam menjaga kedaulatan.
Ini adalah perayaan besar yang menunjukkan peran sentral TNI sebagai pilar utama keamanan negara kepulauan yang besar ini. Selama delapan dekade, TNI telah menjadi penjaga teritorial, penolong dalam bencana, dan simbol persatuan bangsa. Keberadaan militer yang kuat di Indonesia adalah sebuah keniscayaan historis dan geografis.
Namun, di tengah kemeriahan perayaan ini, ada sebuah pemikiran menarik yang layak diangkat. Di berbagai belahan dunia, terdapat fakta unik dan inspiratif: setidaknya ada 30 negara yang hingga kini memilih jalur berbeda. Mereka adalah negara-negara yang berdaulat, tetapi memutuskan untuk hidup tanpa militer dalam artian angkatan bersenjata tetap.
Keputusan negara-negara ini untuk tidak memiliki tentara bukan karena kebetulan, melainkan hasil dari pertimbangan yang matang, berakar pada sejarah, geografi, atau prinsip politik. Mereka membuktikan bahwa ada cara lain untuk mendefinisikan dan menjaga keamanan. Ini adalah sebuah pilihan radikal yang menawarkan pelajaran berharga bagi dunia tentang prioritas dan perdamaian.
Memilih Keamanan Tanpa Senjata: Studi Kasus Negara Unik
Keputusan untuk membubarkan atau tidak membentuk militer biasanya didorong oleh keyakinan yang kuat. Kosta Rika adalah contoh paling terkenal. Setelah perang saudara pada tahun 1948, negara di Amerika Tengah ini memutuskan untuk menghapus angkatan bersenjatanya melalui amandemen konstitusi setahun kemudian.
Keputusan ini bukan hanya simbolis, tetapi juga praktis. Dengan tidak adanya militer, Kosta Rika mengalihkan fokus dan anggarannya sepenuhnya ke sektor sipil. Prioritas utama mereka adalah pendidikan, kesehatan, dan konservasi alam. Hasilnya, Kosta Rika dikenal sebagai salah satu negara paling damai dan bahagia di dunia.
Lalu ada Islandia, negara Nordik yang indah. Mereka tidak memiliki militer sejak tahun 1869 karena biaya yang terlalu besar untuk dipertahankan. Islandia mengandalkan kepolisian dan penjaga pantai untuk keamanan domestik, sementara perlindungan eksternal ditanggung oleh keanggotaan mereka di NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
Kisah Panama juga berbeda. Militer Panama dibubarkan pada tahun 1990, menyusul invasi yang dipimpin Amerika Serikat pada tahun sebelumnya. Penghapusan militer ini kemudian dikukuhkan dalam konstitusi. Mereka kini fokus pada kekuatan kepolisian dan Pasukan Keamanan Publik untuk menjaga Terusan Panama yang strategis.
Di Eropa, negara-negara mikro seperti Monako, Liechtenstein, dan San Marino memilih strategi bergantung pada negara tetangga yang lebih besar. Monako dilindungi oleh Prancis, Liechtenstein dijamin oleh Swiss dan Austria, dan San Marino oleh Italia. Jaminan keamanan ini lahir dari perjanjian historis dan lokasi geografis mereka yang terkurung.
Pola ini menunjukkan adanya tiga kategori utama negara tanpa militer: negara yang membubarkannya setelah konflik (Kosta Rika, Panama), negara yang menghapusnya karena biaya dan ketergantungan historis (Islandia, Liechtenstein), dan negara mikro yang sejak awal bergantung pada perlindungan sekutu (Monako, San Marino).
Keputusan ini bukan berarti mereka hidup tanpa pengamanan sama sekali. Semua negara ini tetap memiliki Kepolisian Nasional yang kuat dan terlatih. Beberapa juga memiliki unit paramiliter atau Garda Nasional yang berfungsi untuk penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, bukan untuk operasi perang.
Menghentikan Biaya, Mengalihkan Prioritas Pembangunan
Salah satu argumen terkuat di balik pilihan tanpa militer adalah aspek ekonomi: penghematan biaya pertahanan. Anggaran militer di banyak negara bisa menghabiskan miliaran atau triliunan rupiah setiap tahun, digunakan untuk membeli alutsista, menggaji personel, dan operasi.
Bagi negara kecil atau negara yang baru pulih dari konflik, menghentikan pengeluaran ini adalah keputusan finansial yang cerdas. Dana yang biasanya dialokasikan untuk kapal perang atau pesawat tempur dapat dialihkan untuk infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan air bersih.
Kosta Rika adalah bukti nyata. Dengan mengalihkan dana dari militer, mereka dapat berinvestasi besar-besaran dalam sistem kesehatan dan pendidikan yang kini diakui sebagai salah satu yang terbaik di kawasan mereka. Mereka menunjukkan bahwa keamanan rakyat yang sebenarnya terletak pada kesejahteraan dan kesempatan hidup yang baik.
Pilihan ini juga mencerminkan pandangan bahwa ancaman modern tidak selalu berbentuk invasi bersenjata. Ancaman seperti perubahan iklim, pandemi, kejahatan siber, dan kemiskinan memerlukan solusi sipil, bukan militer. Mengalihkan anggaran adalah cara untuk memprioritaskan "pertahanan" terhadap ancaman non-tradisional ini.
Tentu saja, ada risiko. Negara-negara ini harus memiliki hubungan diplomatik yang sangat kuat atau perjanjian pertahanan yang solid dengan negara lain. Keamanan mereka dibangun di atas fondasi kepercayaan dan aliansi, bukan kekuatan senjata.
Mereka membuktikan bahwa dividen perdamaian (keuntungan finansial dari penghentian perang atau pengurangan militer) dapat memberikan manfaat jangka panjang yang lebih besar bagi stabilitas internal dan pembangunan sosial ekonomi dibandingkan dengan memiliki tentara yang mahal.
Menginspirasi Gerak Global Melalui Diplomasi Damai
Keberadaan lebih dari 30 negara tanpa militer memberikan pelajaran penting bagi komunitas internasional. Pilihan mereka menjadi sebuah Gerak Global yang menginspirasi, menunjukkan bahwa netralitas, diplomasi, dan penekanan pada hukum internasional dapat menjadi alat pertahanan yang efektif.
Negara-negara ini seringkali menjadi aktor utama dalam diplomasi damai dan mediasi konflik internasional. Karena mereka tidak membawa beban kekuatan militer, mereka dipandang lebih netral dan tepercaya dalam perundingan. Mereka fokus pada pembangunan hubungan, bukan pada konfrontasi.
Islandia, misalnya, meskipun dilindungi NATO, sering mengambil peran sebagai jembatan dialog di antara kekuatan besar. Mereka menunjukkan bahwa suara dalam politik global tidak selalu harus diukur dari jumlah tank atau rudal yang dimiliki, tetapi dari kekuatan moral dan diplomasi.
Model keamanan mereka juga menantang pandangan tradisional bahwa kedaulatan selalu identik dengan kekuatan militer. Mereka mendefinisikan ulang kedaulatan sebagai kemampuan untuk membuat pilihan yang berani dan menjaga kesejahteraan rakyat, bahkan jika itu berarti mendelegasikan pertahanan eksternal.
Gerak ini memberikan kontribusi pada upaya global untuk demiliterisasi dan kontrol senjata. Negara-negara ini adalah contoh hidup bahwa perang bukanlah takdir. Mereka menjadi mercusuar bagi negara-negara yang terjebak dalam konflik untuk membayangkan masa depan tanpa beban militerisme.
Mereka mengajarkan bahwa sumber daya yang tak terbatas lebih baik digunakan untuk memerangi musuh bersama umat manusia kemiskinan dan ketidakadilan daripada mengarahkannya kepada sesama manusia. Pilihan mereka adalah seruan nyata untuk mengedepankan kerja sama regional dan global di atas persaingan senjata.
Kesimpulan
Perayaan ulang tahun TNI ke-80 di Monas hari ini adalah refleksi penting tentang kebutuhan pertahanan Indonesia. Namun, keberadaan lebih dari 30 negara yang memilih Memilih Keamanan, Menghentikan Biaya, dan Menginspirasi Gerak Global tanpa militer tetap menawarkan perspektif alternatif. Negara-negara ini membuktikan bahwa dengan aliansi yang kuat, diplomasi yang cerdas, dan pengalihan sumber daya ke sektor kesejahteraan rakyat, kedaulatan dan keamanan dapat dijaga tanpa harus menanggung beban angkatan bersenjata yang besar. Pilihan mereka menjadi sebuah tantangan yang inspiratif bagi dunia untuk mempertimbangkan kembali apa arti sebenarnya dari kekuatan dan bagaimana cara terbaik mencapainya di era global yang kompleks ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI