Penggunaan semen, besi beton, atau campuran material lain yang di bawah standar mutu dapat mengurangi daya dukung dan ketahanan struktur bangunan secara keseluruhan. Penghematan material yang tidak wajar demi menekan biaya sering menjadi penyebab utama.
Selain itu, perencanaan desain dan perhitungan struktur yang salah juga memainkan peran krusial. Struktur bangunan, terutama untuk gedung bertingkat yang menampung beban berat (seperti pengecoran atau banyak orang), harus dihitung oleh insinyur sipil yang profesional.Â
Jika perencanaan kolom, balok, dan fondasi tidak sesuai dengan beban aktual yang ditanggung, keruntuhan hanyalah masalah waktu.
Tragedi ini juga menyingkap persoalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Banyak lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, yang membangun atau merenovasi gedung tanpa mengurus IMB atau tanpa mengikuti prosedur perizinan yang benar.Â
IMB bukan sekadar dokumen administrasi, tetapi merupakan penjamin bahwa desain bangunan telah diperiksa dan disetujui oleh pihak berwenang sesuai standar keselamatan.
Kepatuhan terhadap IMB juga mencakup pengawasan selama proses pembangunan. Tanpa pengawasan ketat dari ahli teknik atau konsultan, kontraktor mungkin melakukan jalan pintas yang membahayakan struktur.Â
Diperlukan pengawas independen untuk memastikan pelaksanaan di lapangan sesuai dengan rencana teknis yang sudah disetujui.
Banyak bangunan pesantren yang usianya sudah tua dan tidak pernah mendapatkan audit kelayakan struktur secara berkala. Seiring waktu, material bangunan akan mengalami penurunan kualitas.Â
Audit rutin sangat penting untuk mendeteksi keretakan, pergeseran fondasi, atau korosi pada struktur besi sebelum hal-hal tersebut menyebabkan bencana.
Kasus Al Khoziny menjadi contoh nyata bahwa kelalaian teknis adalah bom waktu. Bangunan yang awalnya berdiri tegak bisa saja tiba-tiba runtuh karena akumulasi kesalahan dari aspek material, perhitungan, hingga pengawasan.Â
Pemerintah daerah dan Kementerian Agama (Kemenag) harus segera turun tangan untuk memastikan bahwa semua pembangunan di lingkungan pesantren tidak lagi dilakukan secara sembarangan. Aspek teknis bukan pilihan, melainkan kewajiban yang harus ditaati.