Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

MBG Berdaulat Pangan: Dari Jasuke Nagreg ke Taleus Calengka, Menguatkan Ekonomi dan Gizi

2 Oktober 2025   12:57 Diperbarui: 2 Oktober 2025   12:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taleus (talas), pangan lokal dari Cicalengka, Kab. Bandung, disiapkan sebagai menu Makan Bergizi Gratis (MBG). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi/Kolase

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menjadi perhatian nasional. Di Kabupaten Bandung, khususnya di wilayah seperti Nagreg, Cikancung, Cicalengka, dan Cilengkrang Cimenyan, program ini dijalankan dengan pendekatan yang unik dan kuat. 

Kunci keberhasilan di sini terletak pada pemanfaatan pangan lokal MBG, yaitu bahan-bahan yang diambil langsung dari petani dan kebun di sekitar dapur pelayanan. 

Pendekatan ini bukan hanya soal memberi makan, tetapi membangun kemandirian pangan daerah sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Pemanfaatan pangan lokal MBG ini telah membuktikan dua hal penting. Pertama, kualitas dan kesegaran bahan makanan jauh lebih terjamin. Kedua, program ini secara langsung memberikan dampak positif pada petani kecil dan pelaku usaha mikro setempat. 

Kita akan melihat bagaimana strategi berbasis kearifan lokal ini diimplementasikan, mulai dari inovasi resep hingga manfaat ekonominya.

Inovasi Pangan Lokal: Mengubah Kebiasaan Makan Anak

Bahasan ini fokus pada bagaimana dapur MBG di Kabupaten Bandung mengubah bahan lokal menjadi menu yang disukai anak-anak. 

Strategi utamanya adalah melakukan inovasi resep, sehingga bahan pangan seperti jagung, singkong, dan talas (taleus) tidak hanya berfungsi sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi yang menyenangkan.

Di Kecamatan Nagreg, misalnya, jagung bukanlah sekadar bahan tambahan. Beberapa dapur MBG di sana kreatif mengolah jagung menjadi pengganti nasi. Resep seperti Jasuke (Jagung Susu Keju) atau perkedel jagung menjadi favorit. 

Anak-anak menerima karbohidrat dan serat dari jagung yang diolah dengan rasa kekinian yang mereka gemari. Ini adalah contoh nyata bagaimana pangan lokal MBG diolah untuk mengatasi kebosanan menu.

Selain jagung, dapur-dapur MBG di Nagreg juga menyerap hasil pertanian rumahan skala kecil. Sayur mayur seperti bayam, bawang daun, dan seledri yang ditanam di pekarangan warga ditampung oleh sentra pelayanan. 

Ini menjamin bahwa sayuran yang dimasak untuk anak-anak adalah yang paling segar, seringkali dipanen di hari yang sama. Kualitas bahan yang tinggi adalah prioritas utama.

Bergerak ke wilayah Cikancung dan Cicalengka, bahan baku seperti singkong dan talas menjadi bintang utama. Dapur MBG di Cikalage Hegarmanah Cikancung melihat potensi besar pada dua bahan karbohidrat tersebut. 

Alih-alih menyajikan nasi terus-menerus, mereka mengolah singkong dan talas menjadi keripik yang renyah dan gurih.

Keripik singkong dan keripik talas ini disajikan sebagai camilan bergizi atau bagian dari menu utama yang memancing selera anak-anak. 

Inovasi seperti Keripik Talas Calengka (Cicalengka) ini sangat cerdas, karena produk olahan lebih awet, mudah dikemas, dan disukai anak-anak layaknya jajanan. Ini menunjukkan bahwa pangan lokal MBG mampu bersaing dalam hal rasa dan kepraktisan.

Di wilayah kaki Gunung Manglayang, seperti Cilengkrang Cimenyan, bahan pangan lokal seperti kentang dan wortel mendominasi. Dapur MBG di sana mengolah kentang menjadi perkedel kentang dan nasi kentang. 

Wortel pun diolah menjadi berbagai menu pendamping. Dengan strategi ini, kebutuhan karbohidrat dan vitamin A anak terpenuhi dari hasil panen yang tak perlu diangkut jauh-jauh.

Intinya adalah bahwa program MBG di Kabupaten Bandung telah berhasil mengubah persepsi tentang makanan sehat. Makanan bergizi tidak harus mahal atau berasal dari luar daerah.

Melalui inovasi resep, pangan lokal MBG menjadi menu yang efektif, menarik, dan memenuhi standar gizi.

Memperkuat Ekonomi Lokal: Program yang Menggerakkan Roda Desa

Penggunaan pangan lokal MBG memiliki dampak yang jauh melampaui urusan dapur. Ini menyoroti bagaimana program ini berfungsi sebagai mesin penggerak ekonomi mikro di desa-desa tersebut.

Ketika dapur MBG di Nagreg membutuhkan 50 kilogram jagung per hari, pesanan ini tidak lari ke pasar besar atau distributor kota. Sebaliknya, pesanan diarahkan kepada kelompok petani lokal atau bahkan ibu-ibu yang memiliki lahan pekarangan kecil. 

Dengan menyerap hasil panen mereka secara rutin, program ini menciptakan pasar yang stabil bagi petani.

Sistem pembelian bahan baku oleh dapur MBG menjadi semacam "kontrak kerja" informal bagi petani. Mereka tidak perlu khawatir hasil panen mereka membusuk atau jatuh harganya karena permainan tengkulak. 

Program MBG menjadi pembeli utama yang terpercaya, menjamin harga yang wajar dan pembelian yang berkelanjutan. Ini adalah bentuk penguatan ekonomi lokal yang paling nyata.

Di Cikancung, keputusan untuk menggunakan singkong dan talas sebagai bahan utama keripik berarti dapur MBG mendukung petani singkong dan talas setempat. 

Selain itu, proses pengolahan keripik tersebut seringkali melibatkan ibu-ibu rumah tangga atau kelompok usaha kecil di desa. Dengan begitu, tercipta lapangan kerja tambahan di sektor pengolahan makanan.

Program MBG di sini bertransformasi menjadi program pemberdayaan masyarakat. Uang yang digunakan untuk membeli bahan baku berputar kembali di desa tersebut, bukannya mengalir keluar daerah. 

Hal ini membantu meningkatkan pendapatan keluarga petani dan pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

Keuntungan lain dari skema pangan lokal MBG ini adalah pengawasan kualitas yang lebih mudah. Karena bahan baku didapatkan dari radius dekat, dapur MBG dapat memastikan metode penanaman yang sehat, termasuk praktik pertanian organik skala kecil yang seringkali diterapkan oleh petani rumahan. 

Hubungan yang dekat antara produsen dan konsumen ini adalah fondasi ekonomi yang sehat dan etis.

Singkatnya, program MBG di Kabupaten Bandung adalah model ekonomi sirkular mini. Ia memutar hasil bumi lokal menjadi gizi bagi anak-anak, dan keuntungan ekonomi bagi keluarga petani. 

Ini adalah cara cerdas MBG mencapai tujuan gizi sambil membangun kemandirian ekonomi daerah.

Mengangkat Gizi dan Keamanan Pangan: Menepis Isu Keracunan

Ini membahas aspek paling krusial: mengapa penggunaan pangan lokal MBG adalah solusi terbaik untuk menjamin gizi yang optimal dan keamanan pangan, terutama dalam konteks isu keracunan yang belakangan sering muncul.

Jaminan keamanan pangan adalah manfaat utama dari program MBG yang berdaulat pangan lokal. Karena bahan baku seperti sayuran bayam, bawang, dan seledri dipanen di lingkungan terdekat, waktu antara panen dan pengolahan menjadi sangat singkat. 

Hal ini meminimalkan risiko kontaminasi dan pembusukan yang sering terjadi pada bahan makanan yang diangkut dari jarak jauh.

Contoh di Cilengkrang Cimenyan, kentang dan wortel yang diambil dari kebun di kaki gunung langsung diolah. Kesegaran ini tidak hanya mengurangi risiko bakteri, tetapi juga mempertahankan kadar vitamin dan mineral yang tinggi. Artinya, anak-anak menerima gizi dalam kondisi terbaiknya.

Penggunaan pangan lokal MBG yang berbasis jagung, singkong, dan talas juga sangat strategis dari segi gizi. Bahan-bahan ini adalah sumber karbohidrat kompleks, yang lebih lambat dicerna tubuh dibandingkan karbohidrat sederhana. 

Ini membantu anak-anak merasa kenyang lebih lama dan memiliki energi yang stabil untuk belajar.

Aspek "Nol Risiko Keracunan" menjadi sangat penting di sini. Ketika dapur MBG mengenal langsung sumber bahan bakunya yaitu petani tetangga atau kebun di belakang rumah pengawasan terhadap penggunaan pestisida atau pengawet menjadi lebih ketat. 

Para pelaku dapur memiliki kepercayaan penuh terhadap kualitas bahan yang mereka olah.

Kolaborasi dengan aktivis kesehatan dan pendidikan yang disebutkan di awal juga berperan besar. Para aktivis ini membantu memastikan bahwa resep yang digunakan tidak hanya enak tetapi juga memenuhi standar gizi yang dibutuhkan anak usia sekolah. 

Mereka memastikan bahwa perpaduan Jasuke, keripik talas, dan perkedel kentang memberikan keseimbangan makro dan mikro nutrisi.

Secara ringkas, strategi pangan lokal MBG adalah benteng pertahanan gizi. Ia adalah perisai yang melindungi anak-anak dari risiko makanan tidak sehat atau terkontaminasi, sambil memastikan mereka mendapatkan asupan terbaik dari hasil bumi daerahnya sendiri.

Kesimpulan

Program MBG Berdaulat Pangan di Kabupaten Bandung, dengan inovasi seperti Jasuke Nagreg dan Keripik Taleus/talas Calengka, telah berhasil membuktikan bahwa pangan lokal MBG adalah jalan menuju keberhasilan ganda: meningkatkan status gizi anak secara aman dan sekaligus memperkuat roda ekonomi petani kecil. 

Model ini harus menjadi acuan nasional, menunjukkan bahwa solusi terbaik untuk masalah gizi dan kemandirian pangan selalu ada di halaman rumah kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun