Senin kemarin (29/9/2025), suasana SD Plus Al Ghifari terasa sedikit berbeda dari biasanya. Sekolah tersebut kedatangan belasan tamu istimewa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung.Â
Mereka bukanlah wali murid atau tamu dinas, melainkan mahasiswa semester tujuh yang akan menjalani Praktik Pengalaman Lapangan (PPL).
Rata-rata mahasiswa ini adalah calon guru masa depan. Mereka berasal dari program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) dan beberapa orang dari jurusan manajemen administrasi sekolah.Â
Intinya, dalam tiga bulan ke depan, merekalah cikal bakal yang akan berkiprah dan membawa inovasi ke dunia pendidikan, khususnya di jenjang sekolah dasar.
Melihat usia mereka yang masih sangat muda kebanyakan lahir pada tahun 2003 dan 2004 muncul pertanyaan menarik: Apakah generasi muda saat ini benar-benar melihat profesi guru sebagai misi utama, bukan sekadar "pilihan kedua" saat peluang lain tertutup?Â
Pertanyaan ini menjadi penting mengingat tantangan sosial dan pendidikan yang semakin kompleks.
Pergeseran Paradigma: Dari Staf Administratif Menjadi Agen Perubahan
Dalam beberapa dekade terakhir, stigma bahwa guru adalah profesi "pilihan kedua" cukup melekat di masyarakat.Â
Seringkali, seseorang memilih menjadi guru karena alasan stabilitas PNS, kedekatan lokasi, atau karena menganggap pekerjaan ini tidak sekompetitif sektor industri. Namun, kini ada pergeseran signifikan yang dipicu oleh kesadaran sosial.
Generasi muda, termasuk para mahasiswa UIN yang baru datang, lahir di era di mana informasi adalah mata uang.Â
Mereka sadar bahwa masalah sosial, ketidaksetaraan, dan kurangnya literasi hanya bisa diatasi melalui akar, yaitu pendidikan. Ini mengubah peran guru.Â