Di lingkungan kerja yang memiliki psychological safety yang tinggi, karyawan merasa nyaman untuk bertanya, berbagi ide, dan mengakui kesalahan. Mereka tahu bahwa kritik yang diterima bertujuan untuk membangun, bukan menjatuhkan.Â
Sayangnya, banyak perusahaan belum memiliki budaya seperti ini. Budaya kerja yang kompetitif dan terkadang intimidatif membuat karyawan enggan untuk rentan. Mereka melihat atasan yang jarang menunjukkan kelemahan dan rekan kerja yang selalu terlihat serba bisa, yang membuat mereka merasa harus melakukan hal yang sama.
Ketika lingkungan kerja tidak aman, karyawan akan membangun pertahanan. Mereka akan menghindari komunikasi terbuka, terutama jika berkaitan dengan kekurangan mereka. Mereka lebih memilih untuk diam dan berpura-pura tahu daripada mengajukan pertanyaan yang bisa memperlihatkan bahwa mereka membutuhkan bantuan.
Kurangnya psychological safety juga menghambat inovasi. Ide-ide baru seringkali dimulai dari gagasan yang belum matang. Namun, jika karyawan takut untuk mengajukan ide-ide tersebut, perusahaan akan kehilangan potensi besar untuk berkembang dan berinovasi. Ini menjadi lingkaran setan: ketakutan memicu skill masking, yang menghambat pembelajaran dan inovasi, yang pada akhirnya membuat perusahaan tidak maju.
Pemimpin memiliki peran penting dalam menciptakan psychological safety. Mereka harus menjadi contoh. Pemimpin harus berani mengakui ketidahuan mereka sendiri, bertanya kepada tim, dan menunjukkan bahwa tidak ada salahnya untuk tidak tahu. Ketika seorang pemimpin berkata, "Maaf, saya tidak mengerti. Bisa jelaskan lagi?" itu akan membuka pintu bagi anggota tim untuk melakukan hal yang sama.Â
Mengakui kesalahan dan ketidaktahuan adalah tanda kekuatan, bukan kelemahan. Pemimpin yang jujur dan otentik akan membangun kepercayaan, dan kepercayaan adalah fondasi dari lingkungan kerja yang sehat.
Jalan Menuju Keberanian: Peran Pemimpin dan Budaya Perusahaan
Untuk mengatasi skill masking, pemimpin harus mengambil peran aktif dan proaktif. Ini adalah tentang mengubah budaya dari atas ke bawah.
Membangun Budaya Bertanya: Pemimpin harus secara aktif mendorong pertanyaan. Adakan sesi brainstorming di mana ide-ide boleh disampaikan tanpa harus sempurna. Tanyakan secara rutin, "Apakah ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut?" Ini menunjukkan bahwa pemimpin menghargai pemahaman, bukan hanya kepatuhan.
Mengakui Kelemahan: Pemimpin perlu berani mengakui ketidaktahuan mereka sendiri. Misalnya, "Ini adalah hal baru bagi saya. Mari kita cari tahu bersama." Ini akan membuat karyawan merasa aman untuk tidak tahu dan meminta bantuan.
Mengubah Persepsi Kesalahan: Kesalahan harus dilihat sebagai peluang belajar, bukan alasan untuk menghukum. Alih-alih mencari siapa yang salah, fokuslah pada apa yang bisa dipelajari dari kesalahan tersebut agar tidak terulang di masa depan.