Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengapa Jawa Barat Tetap Kuat? Analisis Singkat Model Pertanian di 4 Daerah Unggul

22 September 2025   19:40 Diperbarui: 22 September 2025   19:40 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanaman sosin dan sayur mayur lainnya merupakan tanaman unggulan pertanian di Desa Rancabango, Tarogong Kaler, Garut. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Jawa Barat, sebuah provinsi yang seringkali identik dengan metropolitan padat seperti Bandung, ternyata menyimpan rahasia kekuatan di balik setiap piring nasi yang kita santap. 

Di balik hiruk pikuk kota, terhampar luas lahan pertanian yang menjadi penopang utama ketahanan pangan. Bukan hanya satu atau dua tempat, melainkan banyak. 

Namun, dari sekian banyak daerah pertanian di Jawa Barat, ada empat titik yang memiliki peran sangat vital dan menarik untuk dipelajari lebih dalam. 

Cicalengka di Kabupaten Bandung, Tarogong Kaler di Kabupaten Garut, Tanjungsari/Cimanggung di Kabupaten Sumedang, dan Ciasem di Kabupaten Subang.

Setiap akhir pekan, perjalanan saya selalu mengarah ke salah satu dari keempat daerah ini. Ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah ziarah kecil untuk melihat langsung bagaimana bumi Pasundan memberikan kehidupan. 

Alasan saya mengunjungi empat tempat ini sangat personal: Cicalengka adalah kampung halaman saya, Tarogong Garut adalah kampung istri, sementara Sumedang dan Subang adalah tempat tinggal kerabat. 

Kesempatan ini memberikan saya perspektif yang unik, bukan hanya sebagai pengamat, tapi juga sebagai bagian dari ekosistem di sana.

Pengalaman yang saya dapatkan di setiap tempat sangat beragam, mencerminkan karakteristik dan keunggulan masing-masing daerah. 

Dari sanalah saya mulai memahami mengapa Jawa Barat bisa begitu tangguh dalam menjaga ketersediaan pangannya. Ini bukan karena kebetulan, melainkan karena model pertanian yang berbeda namun saling melengkapi.

1. Cicalengka (Kabupaten Bandung): Simbol Keberlanjutan Tradisi

Perjalanan saya ke Cicalengka selalu terasa seperti pulang ke masa lalu. Daerah ini, yang sebagian besar lahannya didominasi oleh pertanian padi dan jagung, adalah representasi dari pertanian tradisional yang dijaga dengan baik. 

Di sini, para petani masih memegang teguh kearifan lokal dalam mengelola sawah mereka. Sistem irigasi yang tertata rapi dari zaman dulu masih berfungsi optimal, memastikan setiap petak sawah mendapatkan pasokan air yang cukup.

Model pertanian di Cicalengka cenderung mengandalkan pola tanam yang teratur, bergantian antara padi dan jagung. Pola ini tidak hanya menjaga kesuburan tanah, tetapi juga memberikan pendapatan yang stabil bagi para petani. 

Padi Cicalengka terkenal dengan kualitasnya, sementara jagung yang dihasilkan menjadi sumber pakan ternak yang penting. Konsistensi inilah yang membuat Cicalengka menjadi salah satu lumbung padi dan jagung yang dapat diandalkan.

Para petani di sini memiliki pemahaman yang mendalam tentang siklus alam. Mereka tahu kapan waktu terbaik untuk menanam, memupuk, dan panen. 

Keterbatasan lahan di sekitar area urban membuat setiap jengkal tanah sangat berharga, dan hal ini mendorong mereka untuk bekerja dengan sangat efisien. 

Model ini menunjukkan bahwa kekuatan pertanian tidak selalu datang dari teknologi canggih, melainkan dari konsistensi, pengalaman, dan penghormatan terhadap alam.

Di Cicalengka, saya sering melihat para petani bergotong royong saat musim tanam atau panen tiba. Nilai-nilai sosial ini juga menjadi bagian integral dari model pertanian mereka. 

Saling membantu, bertukar informasi, dan menjaga kebersamaan adalah fondasi yang membuat pertanian di sana tetap kuat, bahkan di tengah gempuran modernisasi.

2. Tarogong Kaler (Kabupaten Garut): Sentra Diversifikasi dan Komoditas Unggul

Berbeda dengan Cicalengka, Tarogong Kaler di Garut menawarkan pemandangan pertanian yang jauh lebih beragam. Jika Cicalengka fokus pada padi dan jagung, Garut adalah surga bagi sayur-mayur dan tembakau. 

Posisi geografisnya yang berada di dataran tinggi membuat tanahnya subur untuk menanam berbagai jenis sayuran, dari sosin, kol, wortel, hingga kentang.

Model pertanian di Tarogong sangat menonjolkan diversifikasi komoditas. Para petani tidak hanya mengandalkan padi, tetapi juga sayur-sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Keberagaman ini membuat mereka lebih tahan terhadap fluktuasi harga komoditas tunggal. Jika harga padi turun, mereka masih bisa mengandalkan pendapatan dari sayuran. Begitu pula sebaliknya.

Selain sayuran, Garut juga terkenal dengan tembakaunya. Tembakau Garut memiliki aroma dan kualitas yang khas, menjadikannya salah satu komoditas primadona. 

Penanaman tembakau ini tidak hanya memberikan nilai tambah, tetapi juga menjadi bagian dari warisan budaya yang diwariskan turun-temurun. Keterampilan menanam dan mengolah tembakau adalah bukti dari spesialisasi yang mendalam di daerah ini.

Kombinasi antara padi, sayuran, dan tembakau adalah model pertanian yang cerdas. Ini menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan karakteristik geografis dan iklim, suatu daerah dapat mengembangkan keunggulan yang unik dan tidak dimiliki oleh tempat lain. 

Garut mengajarkan bahwa kekuatan pertanian datang dari kemampuan beradaptasi dan mendiversifikasi produk.

3. Tanjungsari/Cimanggung (Kabupaten Sumedang): Perpaduan Tradisi dan Modernisasi

Sumedang, khususnya di area Tanjungsari dan Cimanggung, adalah contoh yang menarik dari perpaduan antara tradisi dan modernisasi. 

Daerah ini dikenal sebagai penghasil padi, jagung, dan tembakau. Namun, yang membedakannya adalah cara para petani mengadopsi teknologi baru tanpa meninggalkan akar tradisional mereka.

Saya sering melihat petani di Sumedang menggunakan alat-alat pertanian modern untuk mengolah tanah, menanam, dan memanen. 

Namun, pada saat yang sama, mereka masih mempertahankan sistem tanam yang diwariskan oleh nenek moyang. Integrasi ini membuat mereka lebih efisien dan produktif, namun tetap menjaga kualitas hasil panen.

Padi yang dihasilkan di Sumedang memiliki karakteristik yang baik, sementara jagungnya seringkali menjadi pasokan untuk industri pakan. 

Tembakau dari Sumedang juga memiliki pasar yang stabil. Keberhasilan mereka dalam mengelola ketiga komoditas ini menunjukkan adanya manajemen lahan yang baik dan kemampuan untuk berinovasi.

Model pertanian Sumedang ini sangat relevan untuk masa kini. Mereka membuktikan bahwa kemajuan teknologi tidak selalu harus menggantikan tradisi, melainkan bisa berjalan beriringan. 

Kolaborasi antara petani senior dengan petani muda yang lebih melek teknologi menjadi kunci sukses mereka.

4. Ciasem (Kabupaten Subang): Raksasa Padi yang Tak Tergantikan

Terakhir, Ciasem di Kabupaten Subang adalah raksasa pertanian yang tak terbantahkan. Daerah ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. 

Di sini, pemandangan yang mendominasi hanyalah hamparan sawah hijau yang seolah tak berujung.

Model pertanian di Ciasem adalah tentang skala dan spesialisasi. Mereka hampir seluruhnya fokus pada penanaman padi. 

Dengan dukungan irigasi yang sangat baik dari Bendungan Jatiluhur, panen padi bisa dilakukan beberapa kali dalam setahun. Konsistensi ini membuat Subang menjadi penyumbang terbesar untuk stok beras nasional.

Subang menunjukkan bahwa spesialisasi pada satu komoditas dapat menghasilkan produktivitas yang luar biasa. Efisiensi operasional dan sistematisasi proses pertanian membuat mereka mampu menghasilkan volume panen yang sangat besar. 

Mereka adalah contoh nyata dari model pertanian berbasis korporasi yang fokus pada kuantitas, namun tetap menjaga kualitas.

Kesimpulan

Perjalanan ke empat daerah ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang keragaman model pertanian di Jawa Barat. 

Cicalengka mengajarkan tentang kekuatan tradisi dan konsistensi, Garut menunjukkan keunggulan diversifikasi, Sumedang merepresentasikan kolaborasi antara tradisi dan modernisasi, sementara Subang membuktikan kekuatan spesialisasi pada skala besar.

Masing-masing memiliki keunggulan dan model yang berbeda, tetapi semua saling melengkapi untuk menjadikan Jawa Barat sebagai lumbung pangan yang tangguh. 

Kekuatan Jawa Barat bukan hanya terletak pada kekayaan alamnya, tetapi juga pada kecerdasan para petani dan kearifan lokal yang mampu beradaptasi dengan zaman. 

Mereka adalah pahlawan-pahlawan di balik setiap butir nasi yang kita nikmati, dan mereka adalah alasan mengapa Jawa Barat tetap kuat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun