Tikus butuh tempat yang lembab untuk membuat sarang dan membesarkan anak-anaknya. Ketika tempat itu mulai kering, mereka akan merasa tidak nyaman dan akan pindah mencari tempat yang lebih cocok.
Tikus juga cenderung menghindari area yang sering dilalui oleh manusia. Mereka adalah hewan yang pintar dan cepat belajar.Â
Setelah beberapa kali ngagarit-garit padi, mereka akan mengasosiasikan area tersebut dengan kehadiran manusia. Mereka akan menganggap area itu sebagai zona bahaya. Hal ini membuat mereka kapok dan tidak akan kembali lagi ke sana.
Jadi, ngagarit-garit padi ini bukan sekadar mengusir tikus, tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi mereka. Ini adalah strategi yang cerdas dan berkelanjutan, jauh lebih baik daripada menggunakan racun tikus yang bisa merusak ekosistem.
Aspek Kebersamaan dan Nilai Tradisi
Tradisi ngagarit-garit padi ini juga punya nilai sosial yang kuat. Kegiatan ini biasanya dilakukan secara gotong royong oleh para petani.Â
Mereka bekerja bersama-sama, saling membantu, dan berbagi cerita. Ini memperkuat rasa kebersamaan dan kekeluargaan di antara para petani.
Saat mereka bekerja bersama, mereka juga bisa saling berbagi informasi tentang kondisi tanaman, hama yang menyerang, atau bahkan cara-cara baru untuk bertani.Â
Ngagarit-garit padi juga mengajarkan para petani tentang kesabaran dan kerja keras. Mereka harus telaten berjalan di antara barisan padi yang kadang-kadang berlumpur dan licin.Â
Ini bukan pekerjaan yang mudah, tetapi mereka melakukannya dengan tekun karena mereka tahu manfaatnya sangat besar.
Tradisi ini juga merupakan warisan budaya yang harus dijaga. Ini menunjukkan betapa cerdasnya nenek moyang mereka dalam menghadapi tantangan alam.Â