Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Diplomasi Nasi Kucing Indonesia: Peran Sederhana yang Mampu Mengubah Nasib Gaza Palestina

10 Agustus 2025   21:43 Diperbarui: 10 Agustus 2025   21:43 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Palestina bergegas mengambil paket bantuan yang diterjunkan di atas Nuseirat di Jalur Gaza tengah pada 6/8/2025. | AFP/Eyad Baba via Kompas.com

Krisis di Gaza telah mencapai titik yang sangat mengkhawatirkan. Perang yang berlangsung hampir dua tahun telah menghancurkan infrastruktur, melumpuhkan ekonomi, dan menciptakan penderitaan kemanusiaan yang mendalam. 

Pengumuman kontroversial dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Jumat (8/8/2025) untuk mengambil alih Gaza City, semakin memperkeruh situasi. Keputusan ini, yang disetujui oleh kabinet keamanan Israel, telah memicu gelombang kecaman dari berbagai pemimpin dunia. 

Mereka khawatir langkah ini akan memperburuk krisis yang sudah ada, mengancam kehidupan warga sipil, dan semakin menjauhkan prospek perdamaian di kawasan tersebut.

Kecaman global ini, meskipun kuat secara retoris, sering kali tidak diterjemahkan menjadi tindakan konkret yang efektif. Banyak negara, termasuk kekuatan besar, terjebak dalam dilema politik dan kepentingan strategis mereka sendiri. 

Ada yang mengecam tapi enggan memberikan sanksi ekonomi, ada yang menawarkan bantuan tapi dengan syarat yang ketat, dan ada pula yang memilih untuk tetap netral, padahal netralitas dalam situasi seperti ini sama dengan membiarkan penderitaan terus berlanjut. Sikap terfragmentasi ini membuat respon global menjadi tidak terkoordinasi dan kurang berdampak.

Di tengah kebingungan dan ketidakpastian ini, masyarakat sipil di Gaza menjadi korban utama. Mereka hidup dalam ketakutan, kekurangan makanan, air bersih, dan akses terhadap layanan kesehatan. Rumah-rumah hancur, sekolah-sekolah rata dengan tanah, dan fasilitas medis menjadi target serangan. 

Kondisi ini menuntut adanya intervensi yang tidak hanya berupa pernyataan verbal, melainkan aksi nyata yang bisa meringankan beban mereka. Dunia membutuhkan model diplomasi baru, yang lebih fokus pada kemanusiaan daripada politik.

Lahirnya Diplomasi "Nasi Kucing" dari Indonesia

Di sinilah peran Indonesia hadir dengan pendekatan yang unik, yang bisa kita sebut sebagai "Diplomasi Nasi Kucing." Istilah ini diambil dari filosofi sederhana dan merakyat. "Nasi kucing" adalah makanan sederhana, merakyat, dan mudah diakses oleh siapa saja. 

Ia tidak mewah, tapi memberikan nutrisi dan kenyamanan. Begitulah peran diplomasi yang dijalankan oleh Indonesia: sederhana, langsung menyentuh rakyat, dan tidak berbelit-belit.

Diplomasi ini bukan tentang manuver politik yang rumit di meja perundingan PBB, bukan juga tentang ancaman militer. Sebaliknya, ia adalah tentang tindakan nyata yang langsung dirasakan oleh masyarakat Gaza. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun