Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Hukuman, Melainkan Bimbingan: Memberikan Kesempatan Kedua bagi Para Pewaris Hujan

5 Agustus 2025   17:54 Diperbarui: 5 Agustus 2025   17:54 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedi Mulyadi membangunkan pemulung yang tidur lama di trotoar di Kota Bandung demi untuk menahan lapar. | Dok. Dedi Mulyadi via Kompas.com

Potret Kehidupan Para Pewaris Hujan di Batas Kota: Ketika Kita Abai terhadap Mereka

Di balik gemerlap lampu kota dan kesibukan para pekerja, ada sebuah dunia lain yang sering kali terabaikan. Dunia itu adalah jalanan, tempat di mana sekelompok orang, yang bisa kita sebut Para Pewaris Hujan, hidup dalam keterbatasan. 

Kita sering melihat mereka, tetapi jarang sekali benar-benar memperhatikan. Mereka adalah anak-anak jalanan, pengemis, dan tunawisma yang setiap hari berjuang melawan dinginnya malam dan kerasnya hidup. 

Banyak dari kita melihat mereka hanya sebagai masalah sosial yang harus diatasi, atau bahkan sebagai aib yang harus disingkirkan. 

Padahal, di balik penampilan mereka yang lusuh, terdapat kisah-kisah yang penuh perjuangan dan harapan. Mereka bukan lahir untuk menjadi seperti itu. Keadaanlah yang memaksa mereka memilih jalan hidup yang sulit.

Sering kali, mereka dianggap sebagai orang-orang malas yang tidak mau bekerja. Stigma ini menempel erat di masyarakat. Padahal, kenyataannya jauh berbeda. Banyak dari mereka adalah korban dari sistem yang tidak adil. 

Ada yang kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membayar sewa rumah, ada yang lari dari kekerasan dalam rumah tangga, dan ada pula yang sejak kecil sudah terbiasa hidup di jalanan karena tidak memiliki keluarga. 

Mereka adalah cerminan dari kegagalan kita sebagai masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan suportif. Alih-alih mendapatkan bantuan, mereka sering kali mendapatkan cibiran dan tatapan sinis. Mereka tidak punya tempat untuk mengadu, tidak punya suara yang didengar.

Pemerintah sering kali melakukan razia dan penertiban. Tujuannya memang baik, yaitu untuk menjaga ketertiban kota. Namun, pendekatan ini sering kali bersifat sementara dan tidak menyentuh akar masalah. 

Setelah razia, mereka akan kembali ke jalanan. Siklus ini terus berulang. Mereka seolah-olah dihukum karena keberadaan mereka, tanpa pernah diberi bimbingan yang layak untuk keluar dari situasi tersebut. 

Hukuman dan pengusiran bukanlah solusi. Ini hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain. Kita perlu menyadari bahwa mereka bukanlah penjahat. Mereka adalah manusia yang butuh pertolongan dan bimbingan, bukan penghakiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun