Banyak dari kita membayangkan kota yang ideal. Sebuah tempat di mana semuanya berjalan lancar, bersih, modern, dan nyaman untuk ditinggali. Gedung-gedung tinggi, jalanan yang mulus, dan fasilitas publik yang lengkap seringkali menjadi gambaran utamanya. Kita ingin kota bebas macet, bebas banjir, dan udaranya bersih. Impian tentang kota ideal ini terus mendorong pembangunan dan perbaikan di berbagai sektor.
Namun, di balik citra kota yang berkilau ini, ada sebuah realitas yang seringkali terlupakan. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar sebuah kota bisa berfungsi dengan baik. Salah satunya adalah menjaga sistem drainase kota tetap lancar. Tanpa drainase yang baik, kota akan mudah terendam banjir saat hujan deras, menciptakan kekacauan dan masalah kesehatan. Pekerjaan ini mungkin tidak terlihat glamor, bahkan seringkali dianggap remeh.
Yang menjalankan tugas penting ini adalah para pekerja drainase, dan di banyak kota, sebagian besar dari mereka adalah pekerja informal. Mereka tidak punya kontrak kerja tetap, tidak ada jaminan kesehatan atau pensiun yang jelas. Mereka bekerja harian, dengan upah yang seringkali pas-pasan. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari kota, namun seringkali terpinggirkan dari gambaran kota ideal yang kita impikan. Ini saatnya kita melihat mereka dengan perspektif baru.
Siapa Mereka dan Apa Pekerjaan Mereka?
Pekerja informal drainase adalah orang-orang yang membersihkan saluran air, selokan, got, dan gorong-gorong di kota. Mereka bekerja di bawah terik matahari atau bahkan di tengah hujan. Tugas mereka sangat penting: memastikan air hujan bisa mengalir lancar, sampah tidak menyumbat, dan genangan air tidak terjadi. Tanpa mereka, kota akan sering banjir dan kumuh.
Bayangkan saja, saat hujan deras, sampah-sampah yang kita buang sembarangan, lumpur, dan dedaunan akan mengalir dan menyumbat saluran air. Kalau tidak ada yang membersihkan, air akan meluap ke jalanan, masuk ke rumah, dan mengganggu aktivitas kita. Para pekerja inilah yang masuk ke saluran-saluran sempit, mengangkat sampah-sampah kotor, dan memastikan aliran air kembali lancar.
Pekerjaan ini bukan hanya kotor, tapi juga berbahaya. Mereka berhadapan langsung dengan sampah, lumpur, dan air kotor yang penuh bakteri. Risiko penyakit sangat tinggi. Terkadang, mereka juga harus bekerja di tempat yang gelap dan sempit, dengan risiko terjebak atau terluka. Namun, demi upah harian, mereka tetap menjalankan tugas ini.
Status mereka sebagai pekerja informal kontrak berarti mereka tidak punya ikatan kerja yang kuat dengan instansi atau pemerintah kota. Mereka biasanya direkrut untuk proyek jangka pendek atau harian. Ini membuat posisi mereka sangat rentan. Tidak ada jaminan pekerjaan yang stabil, tidak ada tunjangan, dan tidak ada perlindungan hukum yang memadai. Saat tidak ada proyek, mereka tidak punya penghasilan.
Padahal, pekerjaan mereka itu berkelanjutan dan dibutuhkan setiap hari. Sampah dan lumpur tidak pernah berhenti menumpuk. Jadi, seharusnya pekerjaan mereka juga diakui sebagai bagian integral dari sistem pemeliharaan kota, bukan hanya pekerjaan musiman atau sampingan. Ini adalah realitas yang perlu kita pahami agar bisa memberikan perspektif baru yang lebih adil.
Mereka adalah bagian dari roda penggerak kota yang tidak terlihat. Keringat dan tenaga mereka memastikan kita bisa berkendara di jalan yang tidak tergenang dan tinggal di lingkungan yang lebih sehat. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang menjaga kebersihan dan kelancaran sistem vital kota.
Tantangan dan Kebutuhan Mereka