Mereka menekankan bahwa uang dari sampah yang disetorkan bisa membantu kebutuhan sehari-hari atau bahkan ditabung untuk keperluan lain. Ini adalah daya tarik yang kuat, terutama bagi ibu-ibu rumah tangga. Konsep "tabungan sampah" ini mulai menarik minat banyak orang.
Akhirnya, Bank Sampah Karang Taruna Cijerah resmi berdiri. Lokasi awal sangat sederhana, hanya sebuah gudang kecil yang dulunya tidak terpakai. Dengan peralatan seadanya, mereka mulai menerima setoran sampah dari warga. Setiap warga yang membawa sampah yang sudah dipilah akan dicatat beratnya dan nilai rupiahnya.Â
Transaksi ini dilakukan secara transparan, membangun kepercayaan warga. Proses ini bukan tanpa kendala. Seringkali ada sampah yang belum terpilah sempurna, atau ada warga yang lupa membawa buku tabungannya. Latif dan teman-temannya tetap sabar membimbing.
Aktivitas bank sampah mulai rutin berjalan. Setiap pekan, warga membawa sampah kering mereka, seperti botol plastik, kertas koran, kardus, atau kaleng bekas. Karang Taruna Cijerah memiliki jadwal penerimaan yang teratur, membuat warga mudah untuk berpartisipasi.Â
Pemuda-pemuda Karang Taruna bertugas sebagai penimbang, pencatat, dan juga koordinator. Mereka bekerja dengan penuh dedikasi, seringkali di waktu luang mereka setelah beraktivitas. Ini adalah bentuk pengabdian nyata kepada lingkungan dan masyarakat Cijerah.
Sampah-sampah yang terkumpul kemudian dipilah lagi dengan lebih teliti. Setelah itu, sampah yang sudah terpilah rapi dikumpulkan dalam jumlah besar. Latif dan timnya mencari pengepul atau pabrik daur ulang yang bersedia membeli sampah-sampah ini. Mereka melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga terbaik, memastikan bahwa warga bisa mendapatkan nilai maksimal dari sampah mereka.Â
Proses penjualan ini adalah momen penting, karena di sinilah "harta karun" dari tumpukan sampah mulai terwujud. Uang hasil penjualan sampah kemudian masuk ke kas bank sampah dan dibagikan kepada nasabah sesuai dengan saldo tabungan sampah mereka.
Dampak dari kehadiran bank sampah mulai terasa. Lingkungan Cijerah perlahan menjadi lebih bersih. Tumpukan sampah liar berkurang drastis. Bau tak sedap mulai menghilang. Warga juga mulai merasakan manfaat ekonomi secara langsung.Â
Uang dari hasil menabung sampah, meski tidak besar, cukup untuk membeli kebutuhan pokok atau ditabung untuk keperluan mendadak. Hal ini meningkatkan motivasi warga untuk terus memilah sampah. Kesadaran lingkungan juga meningkat. Anak-anak kecil pun mulai diajarkan untuk memilah sampah di rumah.
Tidak hanya mengelola sampah anorganik, Karang Taruna Cijerah juga mulai merambah pengelolaan sampah organik. Mereka berinovasi dengan membuat komposter sederhana untuk mengolah sampah sisa makanan atau daun-daunan.Â
Kompos yang dihasilkan kemudian dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman di lingkungan Cijerah, atau dijual kepada warga yang memiliki hobi berkebun. Ini adalah langkah maju yang menunjukkan komitmen mereka terhadap pengelolaan sampah yang holistik dan berkelanjutan.