Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Putusan Nol Rupiah: Mengikis Jati Diri Sekolah "Alternatif", Demi Kesetaraan yang Semu

4 Juni 2025   09:01 Diperbarui: 4 Juni 2025   09:12 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SD Plus Al Ghifari Kota Bandung merupakan salah satu sekolah swasta yang menerapkan kurikulum nasional dan ciri khas (Islam). | Dokpri/Jujun Junaedi

Mereka terpaksa menyesuaikan diri dengan standar dan program yang didanai pemerintah, yang mungkin tidak sesuai dengan visi misi awal mereka. Sekolah-sekolah "alternatif" ini akan kehilangan kemampuan untuk berinovasi dan bereksperimen dengan metode pendidikan yang berbeda.

Ambil contoh sekolah swasta berbasis keagamaan. Mereka tidak hanya mengajarkan kurikulum nasional, tetapi juga memperdalam ilmu agama dan nilai-nilai spiritual. 

Biaya yang dipungut dari wali murid selama ini juga digunakan untuk membayar guru-guru agama, mengadakan kegiatan keagamaan, dan memelihara fasilitas ibadah. Jika biaya ini dilarang, bagaimana mereka akan mempertahankan identitas keagamaan mereka?

Contoh lain adalah sekolah-sekolah swasta dengan program khusus seperti sekolah alam, sekolah inklusi, atau sekolah dengan kurikulum internasional yang diadaptasi. Program-program ini membutuhkan sumber daya tambahan, baik dari segi fasilitas, tenaga pengajar, maupun materi pembelajaran. 

Sumber daya ini sebagian besar berasal dari biaya yang dibayarkan oleh wali murid. Ketika sumber dana ini ditiadakan, apakah program-program inovatif ini akan mampu bertahan?

Putusan MK ini seolah menganggap bahwa semua sekolah, baik negeri maupun swasta, beroperasi dalam kondisi yang sama dan memiliki sumber daya yang serupa. Padahal, realitasnya sangat berbeda. 

Sekolah negeri didanai penuh oleh negara, memiliki fasilitas yang relatif stabil, dan tenaga pengajar yang berstatus pegawai negeri. Sementara itu, sekolah swasta seringkali berjuang untuk bertahan hidup, mengandalkan kreativitas dalam pengelolaan dan dukungan dari komunitas.

Kesenjangan yang ingin diatasi MK, yaitu kesenjangan akses pendidikan karena biaya, justru berpotensi memunculkan kesenjangan kualitas yang lebih besar. 

Jika sekolah swasta yang selama ini menawarkan kualitas lebih baik karena adanya dukungan biaya, terpaksa menurunkan standar mereka, maka masyarakat kelas menengah ke atas akan semakin mencari sekolah "eksklusif" yang mungkin tidak terjangkau oleh putusan ini atau beralih ke pendidikan home schooling. 

Sementara itu, sekolah swasta yang dulunya menjadi pilihan terjangkau bagi sebagian masyarakat akan kesulitan mempertahankan kualitasnya, sehingga pilihan pendidikan berkualitas bagi masyarakat luas menjadi semakin terbatas.

Di sisi lain, putusan ini juga akan menimbulkan beban baru bagi pemerintah. Dengan mewajibkan pendidikan dasar gratis di sekolah swasta, pemerintah harus menyiapkan anggaran yang sangat besar untuk menutupi biaya operasional puluhan ribu sekolah swasta di seluruh Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun