Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Putusan Nol Rupiah: Mengikis Jati Diri Sekolah "Alternatif", Demi Kesetaraan yang Semu

4 Juni 2025   09:01 Diperbarui: 4 Juni 2025   09:12 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Selasa, 27 Mei 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 mewajibkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menyelenggarakan pendidikan dasar secara gratis. 

Kewajiban ini berlaku untuk jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP), dan yang paling krusial, berlaku bagi sekolah negeri maupun sekolah swasta.

Ketua MK Suhartoyo, saat membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta Pusat, menyatakan bahwa permohonan para pemohon dikabulkan sebagian. Inti dari putusan ini adalah penafsiran ulang Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentan g Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). 

Frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dinilai MK telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif. Kondisi ini, menurut MK, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

Latar belakang putusan ini sebenarnya mulia. MK ingin mengatasi kesenjangan akses pendidikan yang selama ini menjadi momok. Banyak anak tidak bisa melanjutkan sekolah karena kendala biaya, terutama di daerah-daerah terpencil atau keluarga kurang mampu. 

Ide di balik putusan ini adalah memastikan setiap anak Indonesia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dasar tanpa hambatan finansial. Ini adalah upaya untuk mewujudkan amanat konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara atas pendidikan.

Namun, seperti koin dengan dua sisi, setiap putusan besar pasti memiliki konsekuensi yang tidak terduga. Di balik niat mulia untuk menciptakan kesetaraan, putusan ini menyimpan ironi mendalam yang berpotensi mengikis jati diri sekolah "alternatif", khususnya sekolah swasta. 

Kebijakan "nol rupiah" ini, alih-alih meratakan lapangan bermain, justru bisa membuat lapangan itu menjadi datar tanpa adanya variasi, tanpa adanya pilihan.

Sekolah swasta di Indonesia memiliki peran yang sangat vital. Mereka hadir sebagai alternatif dari sekolah negeri, mengisi kekosongan, menyediakan inovasi, dan terkadang menawarkan kurikulum atau metode pengajaran yang berbeda. 

Ada sekolah swasta yang fokus pada pendidikan agama, ada yang berbasis seni, ada yang mengembangkan potensi olahraga, ada pula yang menawarkan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus. Keberadaan mereka memperkaya ekosistem pendidikan nasional.

Selama ini, sekolah swasta hidup dan berkembang dengan dukungan finansial dari wali murid melalui berbagai pungutan biaya. Biaya pendaftaran, iuran bulanan, biaya pengembangan, hingga sumbangan pembangunan, adalah napas bagi operasional mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun