Misalnya, seorang orang tua merasa jadwal pelajaran terlalu padat, atau seorang peserta didik mengeluhkan kurangnya fasilitas olahraga. Komite Sekolah harus mampu menerima, menganalisis, dan menyampaikan masukan-masukan ini kepada pihak sekolah, serta memastikan adanya tindak lanjut yang konstruktif.Â
Ini bukan hanya tentang menyampaikan keluhan, tetapi juga tentang mencari solusi bersama dan membangun lingkungan sekolah yang responsif terhadap kebutuhan seluruh komunitas.
Keempat pilar ini saling terkait dan membentuk sebuah siklus yang memberdayakan. Komite Sekolah yang aktif dalam memberikan pertimbangan akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik. Kebijakan yang baik akan didukung oleh penggalangan sumber daya yang efektif.Â
Sumber daya yang optimal akan menunjang pelayanan pendidikan yang lebih baik, yang pada gilirannya akan diawasi secara partisipatif, dan setiap keluhan atau masukan akan ditindaklanjuti untuk perbaikan berkelanjutan.
Namun, di lapangan, realitasnya seringkali jauh dari ideal. Banyak Komite Sekolah yang masih pasif, hanya berfungsi sebagai "tukang stempel" yang mengesahkan kebijakan tanpa analisis mendalam, atau sekadar "penggalang dana" tanpa visi pemberdayaan yang lebih luas.Â
Ini adalah rem yang menghambat potensi luar biasa yang seharusnya dimiliki Komite Sekolah. Jika Komite Sekolah hanya menjadi formalitas, maka peluang besar untuk mempercepat kemajuan pendidikan di sekolah tersebut akan terbuang sia-sia.
Mengapa ini terjadi? Ada beberapa faktor. Bisa jadi karena kurangnya pemahaman anggota Komite Sekolah itu sendiri mengenai tugas dan fungsi mereka yang sebenarnya.Â
Bisa juga karena minimnya inisiatif dari pihak sekolah untuk secara aktif melibatkan dan memberdayakan Komite Sekolah. Atau bahkan, adanya ketidakpercayaan atau resistensi dari salah satu pihak yang menghambat kolaborasi yang seharusnya terjalin erat.
Maka dari itu, optimalisasi Komite Sekolah adalah sebuah keharusan, bukan pilihan. Ini bukan sekadar tentang memenuhi peraturan, melainkan tentang mengaktifkan potensi tersembunyi yang ada di setiap sekolah.Â
Ini tentang mengubah Komite Sekolah dari sebuah badan pasif menjadi agen pembangun yang dinamis, efektif, dan transformatif. Transformasi ini memerlukan komitmen dari semua pihak: pemerintah, sekolah, Komite Sekolah itu sendiri, dan tentu saja, masyarakat.
Pemerintah perlu terus menyosialisasikan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 secara masif, memberikan pelatihan yang berkelanjutan bagi anggota Komite Sekolah, dan membuat panduan yang lebih praktis tentang bagaimana mengoptimalkan setiap fungsi.Â