Dalam hiruk pikuk dinamika pendidikan, seringkali kita abai pada satu entitas penting yang seharusnya menjadi lokomotif penggerak kualitas yakni Komite Sekolah. Mungkin di benak sebagian besar kita, Komite Sekolah hanyalah sebuah nama, sebuah formalitas yang tercatat di atas kertas, atau paling banter, wadah pengumpul dana.Â
Persepsi ini, sayangnya, telah lama menjadi rem yang menghambat laju optimalisasi perannya. Padahal, jika kita telaah lebih jauh, Komite Sekolah ini bukan sekadar stempel legitimasi, melainkan gas pendorong yang esensial untuk mencapai kualitas pendidikan yang diimpikan.
Setiap satuan pendidikan atau sekolah, dari Sabang sampai Merauke, wajib memiliki Komite Sekolah. Ini bukan sekadar anjuran atau pilihan, melainkan sebuah mandat hukum yang tertuang jelas dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat (2).Â
Aturan ini adalah fondasi yang menegaskan keberadaan Komite Sekolah sebagai bagian integral dari ekosistem pendidikan kita, sebuah pengakuan resmi atas potensi dan peran yang seharusnya mereka emban.
Mengapa negara sampai perlu mengatur keberadaan mereka dalam sebuah peraturan menteri? Jawabannya sederhana, karena Komite Sekolah adalah jembatan vital yang menghubungkan sekolah dengan masyarakat luas.Â
Mereka adalah representasi dari orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, dan tokoh masyarakat yang memiliki satu kesamaan, kepedulian mendalam terhadap pendidikan. Mereka bukan pihak asing, melainkan bagian dari keluarga besar sekolah yang bertekad untuk ikut serta membentuk masa depan generasi penerus.
Peran Komite Sekolah jauh melampaui sekadar kehadiran fisik atau tanda tangan. Mereka memiliki sejumlah tugas dan fungsi yang, jika dioptimalkan, dapat mengakselerasi peningkatan mutu pendidikan secara signifikan.Â
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 3 secara eksplisit menjabarkan empat pilar utama yang menjadi tanggung jawab Komite Sekolah, yang masing-masing pilar ini memiliki bobot dan dampak yang sangat besar.
Pilar pertama adalah memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan. Ini bukan sekadar meminta pendapat, melainkan menuntut Komite Sekolah untuk aktif berpartisipasi dalam merumuskan arah dan strategi sekolah.Â
Mereka diharapkan menjadi mitra strategis kepala sekolah dan guru dalam mengambil keputusan-keputusan penting, mulai dari kurikulum, program ekstrakurikuler, hingga tata tertib sekolah. Pertimbangan ini akan lebih kaya dan relevan karena datang dari berbagai sudut pandang pemangku kepentingan yang berbeda.
Bayangkan sebuah sekolah yang akan menerapkan sistem penilaian baru. Tanpa melibatkan Komite Sekolah, kebijakan ini mungkin terasa asing atau bahkan memberatkan bagi orang tua.Â