Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jepang Rindu Bayi, Indonesia Bergulat dengan Kemiskinan: Ironi Vasektomi

3 Mei 2025   09:33 Diperbarui: 3 Mei 2025   09:33 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Vasektomi. | Image by canva.com via Kompas.com

Di belahan dunia timur, tepatnya di Jepang, sebuah fenomena demografi yang mengkhawatirkan tengah melanda. Pada tahun 2024, populasi "Negeri Sakura" mencatatkan penurunan yang sangat signifikan, menyentuh angka terendah dalam sejarah modern. 

Data resmi pemerintah Jepang pada Oktober 2024 menunjukkan bahwa jumlah penduduk hanya mencapai 120,3 juta jiwa, sebuah penurunan drastis sebanyak 898.000 jiwa dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kondisi penurunan populasi ini bukan sekadar angka statistik, melainkan sebuah isu krusial yang menimbulkan kekhawatiran mendalam di berbagai lapisan masyarakat dan pemerintah Jepang. 

Dampak yang ditimbulkan diperkirakan akan meluas, mulai dari krisis tenaga kerja di masa depan yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, hingga potensi instabilitas ekonomi nasional akibat menyusutnya pasar domestik dan berkurangnya kontribusi pajak. 

Bahkan, dalam jangka panjang, penurunan populasi dapat memengaruhi kekuatan dan keamanan negara secara keseluruhan.

Berbanding terbalik dengan situasi di Jepang, Indonesia, khususnya provinsi Jawa Barat, menghadapi tantangan demografi yang berbeda. Alih-alih kekurangan penduduk, Indonesia masih bergulat dengan isu kepadatan penduduk dan angka kelahiran yang relatif tinggi, terutama di kalangan keluarga prasejahtera. 

Dalam konteks ini, muncul sebuah gagasan kontroversial dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai program Keluarga Berencana (KB) yang akan diintegrasikan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos).

Gubernur Dedi Mulyadi mengumumkan rencananya untuk menjadikan partisipasi dalam program KB, khususnya bagi kaum pria melalui metode vasektomi (Medis Operasi Pria atau MOP), sebagai salah satu syarat bagi keluarga prasejahtera untuk menerima bantuan sosial dari pemerintah provinsi maupun pusat. 

Menurutnya, langkah ini bertujuan untuk mendistribusikan bantuan secara lebih merata dan menghindari konsentrasi bantuan pada keluarga yang terus bertambah besar tanpa adanya perencanaan yang matang.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti fenomena yang menurutnya menjadi salah satu latar belakang kebijakan ini, yaitu banyaknya keluarga prasejahtera yang memilih persalinan melalui operasi caesar dengan biaya yang cukup besar, mencapai sekitar Rp 25 juta per tindakan. 

Ia berpendapat bahwa negara tidak seharusnya terus-menerus menanggung biaya kesehatan dan kelahiran keluarga yang sama tanpa adanya upaya pengendalian jumlah anggota keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun