Haji Sali Iskandar, seorang figur inspiratif yang dikenal luas di Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, telah mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk memajukan dunia pendidikan.Â
Sebagai pendiri, perintis, dan ketua pembina dari sejumlah yayasan pendidikan terkemuka, seperti Yayasan Al Ghifari, Yayasan Al Aitaam, Yayasan Agung Al Sali, dan Yayasan Intan Al Sali, Haji Sali Iskandar telah memberikan kontribusi signifikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Pria kelahiran Garut yang kini berusia 64 tahun ini tidak hanya dikenal sebagai seorang praktisi pendidikan yang visioner, tetapi juga sebagai seorang pengusaha yang sukses, menggabungkan idealisme pendidikan dengan realisme dunia bisnis.
Sebagai seorang ayah dari lima orang anak, Haji Sali Iskandar memiliki perhatian yang mendalam terhadap masa depan generasi muda. Beliau menyadari betul bahwa tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini semakin kompleks, terutama dalam menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin ketat.Â
Kekhawatiran akan mentalitas pencari kerja yang dominan di kalangan anak muda mendorong beliau untuk menyampaikan sebuah pesan penting melalui platform media sosial.Â
Pesan yang disampaikan melalui WhatsApp pada hari Rabu, 16 April 2025, menggunakan bahasa Sunda yang akrab di telinga masyarakat Jawa Barat, kemudian diterjemahkan secara penuh ke dalam bahasa Indonesia, mengandung sebuah ajakan yang kuat untuk mengubah paradigma berpikir generasi muda.
Pesan tersebut berbunyi, "Mari bersama-sama membangun anak muda yang memiliki jiwa bukan untuk melamar kerja, tetapi jiwa untuk menciptakan lapangan kerja karena masa depan adalah jiwa generasi yang mandiri seperti orang Cina yang ada di Indonesia. Amin."Â
Kalimat sederhana namun sarat makna ini mencerminkan visi Haji Sali Iskandar tentang pentingnya menumbuhkan mentalitas wirausaha dan kemandirian ekonomi di kalangan generasi muda Indonesia.Â
Beliau melihat bahwa masa depan bangsa ini sangat bergantung pada kemampuan generasi mudanya untuk tidak hanya menjadi konsumen atau pekerja, tetapi juga menjadi produsen dan pencipta peluang kerja bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Analogi dengan "orang Cina yang ada di Indonesia" dalam pesan tersebut bukanlah sebuah generalisasi etnis, melainkan sebuah observasi terhadap karakteristik umum yang seringkali diasosiasikan dengan kesuksesan ekonomi sebagian komunitas Tionghoa di Indonesia, seperti etos kerja yang kuat, kemampuan beradaptasi, jaringan bisnis yang solid, dan mentalitas pantang menyerah.Â
Haji Sali Iskandar mengajak generasi muda Indonesia untuk mengambil inspirasi dari nilai-nilai positif tersebut dan menginternalisasikannya dalam diri mereka. Tujuannya bukanlah untuk meniru identitas etnis tertentu, melainkan untuk mengadopsi prinsip-prinsip kemandirian dan kewirausahaan yang terbukti efektif.