Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semar Jalanan

16 Agustus 2012   19:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:39 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13451441831010829402

Bolak-balik, diputer, dilihatin, di pelototin tiap waktu adalah jalan. Ya Semar sekarang ada di jalanan, pasang aksi menjadi pahlawan. Menolong para mudik dengan menodongkan gurauan dan banyolannya yang sudah hambar dan tidak lucu lagi. "Ah kamu Semar, yang kreatif dong, kenapa dari dulu hanya itu yang kamu katakan." Sindiran kanan kiri, depan belakang dan penjuru lain tidak digubris oleh Semar. Celoteh-celoteh kosong, bualan-bualan mimpi, kata-kata manis tetap saja keluar dari bibirnya. Hingga ia merasa cape dan pengin istirahat. Namun posko pemberhentian penuh berjubal, manusia yang lelah, cape, penat, panas, dahaga, dan lapar. "Adakah yang jual minuman disini?" Teriak Semar Serentak yang ada di ruang itu memandang Semar dengan tatapan kebencian. "Kita sedang puasa, mana ada yang jual es, kalaulah ada dilarang jual di sembarang tempat, apalagi ini POSKO LEBARAN, yang dikhususkan untuk para mudik. Dan tentunya yang mudik mayoritas adalah Islam. Kebodohan macam apa pula yang ada dikepalamu itu?" "Ih hahahaha mbegeg ugeg-ugeg, hemel-hemel." Kata Semar sambil memasukkan jarinya ke mulut seperti orang yang sedang ngemut es krim. "Ih iya betul juga, btw kalau puasa kan ga boleh marah yah, ihhhhhiiiihihihii." Lanjut Semar "Marah ga itu masalahnya situasi Bang Gendut yang kayak bola manusia." "Ihihihihahahaha, Situasi kan kita sendiri yang buatnya." "Mana bisa? Kita ini hidup berinteraksi. Situasi ya dibikin banyak orang. Termasuk kamu." "Kalau aku enjoy saja, haus ya minum, lapar ya makan, ngantuk ya tidur. Hidup sekali jangan merepotkan diri." "Lho yang repot itu Sampeyan nDhut, gendhut jelek. Dari tadi kamu selalu caper di depan massa." "Ihhhihihii,,namanya juga pengamen Bang-bang Tut, masak ga boleh caper." "CAPER, alias cari perawat untuk merawat muka kamu itu NDHUT agar lebih menyerupai manusia." "Ahhhhahahahaha, aku ini manusia setengah dewa, jadi harus berbeda donk bentuknya. jangan CAPER yang itu kalau buat aku." "Terus CAPER yang mana?" "Ahihiihihahahaha,,CAPER,,,cari perawan,,hahahahaha." "Keturunan dewa itu hanya sukanya yang prawan yah. Bagaimana kalau perawan tua?" "Ahihihahaha,,itu lebih bagus, karena perawan muda juga sudah jarang kan?" Pembicaraan itupun berlarut-larut, senggol kanan senggol kiri, menohok, kadang mencanci, hingga waktu magribpun datang. Satupun orang yang ada disitu tidak ada yang mau beranjak dari tempatnya duduk. Semar jalanan menjajakan kata bualan, mimpi dan halusinasi, membius segala situasi, tanpa pilah pilih, semua mendapat sambutan. Semar jalanan terus berdendang mengalunkan lagu perjalanan para MUDIKIYAH, yang ga tahu sejak kapan tradisi ini ada. Semar jalanan mencoba mencari makna keberadaan tradisi baru yang melupakan tradisi lama yang dianggap sudah tidak relevan. Berpacu melawan waktu, melawan kecepatan, melawan ketergantungan, melawan #Semar Foto diambil dari http://tamanpojok.blogspot.com/2012/01/asal-usul-semar.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun