Mohon tunggu...
Judistian Pratama
Judistian Pratama Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Peminat Teologi

Orang biasa yang berusaha untuk melakukan yang terbaik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demi Konten!

9 Juni 2022   23:18 Diperbarui: 9 Juni 2022   23:36 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru-baru ini seorang pria viral karena katanya menikahi seekor kambing. Ada juga remaja yang sengaja menabrakkan diri ke truk yang sedang melaju. Belum lama juga ada seorang pria yang sengaja nekat mendekati dan melewati pagar batas aman satwa orangutan. Hutan dibakar secara sengaja oleh seorang pria. 

Peristiwa-peristiwa tersebut benar adanya dan sedang viral belakangan ini. Kalau diingat-ingat pernah juga ada sekelompok pemuda yang melakukan aksi prank terhadap kaum waria di jalanan.

Semua itu dilakukan demi konten. Iya, demi konten. Banyak yang menyebut ini sebagai fenomena demi konten. Bagaimana respons Anda mendengar berita-berita itu? Kesal? Marah? Sedih? Gak percaya? Gak habis pikir? Atau tidak peduli? Di era digital seperti sekarang ini rupanya membuat orang banyak yang nekat melakukan hal-hal yang di luar nalar. 

Mereka yang menamai diri "content creator" itu tampaknya rela melakukan hal-hal gila untuk menarik perhatian warganet demi melonjakkan jumlah viewers di kanal atau akun media sosial mereka.

Sebetulnya mengapa mereka melakukan hal-hal seperti itu? Mengapa "demi konten" mereka nekat melakukan hal yang berbahaya atau di luar nalar? Apakah hanya demi cuan dari bisnis digital? Konon menjadi seorang content creator bisa meraup penghasilan yang menggiurkan. 

Apalagi sekarang bisa dibilang semua orang bisa menjadi content creator hanya dengan bermodalkan smartphone dan kuota internet. Atau memang hal-hal seperti itu menjadi salah satu wujud seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya?

Jika mengacu pada definisi aktualisasi diri menurut kamus lengkap psikologi yang disusun oleh Chaplin, aktualisasi diri berarti kecenderungan untuk mengembangkan bakat dan kapasitas diri. Ini berarti berkaitan dengan kreatifitas dalam diri seseorang. 

Dalam bingkai teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, aktualisasi diri sepertinya merupakan sebuah tahapan puncak ketika seorang manusia memiliki kebutuhan untuk memakai potensi yang ada padanya untuk menjadi atau mencapai sesuatu yang ia inginkan.

Kebutuhan aktualisasi diri itu menurut saya tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan di bawahnya yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Dua kebutuhan ini berbeda. Seseorang tak bisa mengoptimalkan potensi dirinya jika masih ada pada titik mencari-cari pengakuan publik.

Namun sepertinya ada saja yang memahami bahwa kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri berarti kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang lain. Saat ia diperhatian dan diakui orang lain, di situ ia merasa mencapai aktualisasi diri. Mungkin dua kebutuhan itu sulit dibedakan.

Padahal, hasrat dalam mengaktualisasikan diri seharusnya menjadikan seseorang menjadi sosok yang berguna. Artinya ia menjadi orang yang dapat memberi manfaat dan dampak positif tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi bagi orang-orang di sekelilingnya dan bahkan bagi masyarakat luas. 

Rasul Paulus memberi pesan kepada gereja di Roma agar mereka mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun (Roma 14: 19). Paulus mendorong supaya manusia berupaya menjadi berguna, jangan malah jadi batu sandungan.

Tampaknya yang terjadi dalam fenomena demi konten itu menunjukkan hal yang bertolak belakang dengan nasihat Paulus. Jika demikian dan jika fenomena yang disebut di atas memang terjadi dalam rangka aktualisasi diri, artinya mereka gagal mengaktualisasikan diri dengan baik? 

Mereka hanya sekadar cari perhatian dan pengakuan. Jumlah like, viewers, dan subscriber menjadi tolok ukurnya. Cuan menjadi bonus barangkali (atau tujuan sesungguhnya?). Itupun dengan cara yang tidak elok, tidak etis, dan tidak benar. Aksi demi konten yang mereka lakukan nyatanya memberikan dampak buruk bagi banyak pihak baik diri sendiri, masyarakat, dan bahkan alam.

Meski begitu, fenomena demi konten ini bisa jadi akan terus berlanjut dengan model yang berbeda. Orang banyak yang menonton dan menganggapnya hiburan meskipun tidak sedikit yang mengutuknya. Artinya aksi demi konten seperti itu punya pasarnya sendiri. 

Fenomena demi konten akan terus ada selama ruang-ruang digital ada dalam kehidupan ini. Menutup atau membatasi ruang-ruang digital tentu tidak menjadi solusi. Melakukannya menurut hemat saya berarti sama saja dengan memundurkan peradaban. 

Oleh karena itu kita perlu terus merenungkan dalam-dalam fenomena ini supaya tidak terus berulang. Solusinya barangkali ada di diri manusia sendiri. Sejauh mana kita mau menghasilkan karya yang benar-benar berguna? Sejauh mana kita mau membangun masyarakat yang lebih apresiatif terhadap hal-hal yang berguna. 

Kita perlu juga membekali para remaja supaya bisa belajar dari fenomena yang sudah ada. Menurut riset, kalangan remaja merupakan pengakses atau pengguna internet terbesar di Indonesia. Cukup banyak anak-anak muda yang menjadi content creator di berbagai platform media sosial.

Pak Andar Ismail dalam buku Seri Selamat terakhirnya "Selamat Berguna" mengingatkan bahwa kita perlu terus belajar untuk menjadi orang yang berguna. Menjadi orang yang berguna ternyata tak semudah yang kita pikir. Semoga setiap orang yang mendaku sebagai content creator atau setidaknya yang mencoba peruntungan di dunia digital bisa menjadi individu yang berguna dengan menyajikan konten yang berguna namun tetap dapat menghibur dan memikat hati. 

Kita, yang menikmati konten-konten digital juga ikut menciptakan pasar yang menagih konten-konten berguna. Kalau bisa ikutlah mengisi ruang-ruang digital dengan konten-konten yang berguna sebagai salah satu wujud aktualisasi diri. Jika kembali pada pesan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma,

kita dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam membangun kehidupan masyarakat yang damai sejahtera dengan berbagai hal baik dan berguna yang bisa kita berikan. Untuk anak-anak muda yang berkecimpung di dunia digital atau yang berminat mencoba atau yang aktif berjejaring sosial di ruang-ruang digital, pesan Paulus ini penting untuk diingat. 

Sederhananya, ayo kita gempur ruang-ruang digital dengan konten-konten yang positif dan berguna. Ayo aktualisasikan dirimu melalui karya yang bermanfaat bagi banyak orang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun