Mohon tunggu...
Judi Judi
Judi Judi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Bidang Reproduksi Hewan

Peneliti Bidang Manajemen, Teknologi dan Gangguan Reproduksi Hewan Liar dan Ternak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mengenal Teknologi Kawin Suntik (IB) pada Hewan Ternak

7 Juli 2023   18:30 Diperbarui: 7 Juli 2023   19:18 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengertian Kawin Suntik

Kawin suntik merupakan istilah awam yang sering digunakan untuk menggantikan istilah inseminasi buatan (IB), sedangkan istilah IB merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu artificial insemination. 

Inti arti insemination dapat diuraikan dari penyusun (akar) katanya, yaitu in yang berarti "masuk ke dalam" dan semen (dibaca simen) yang berarti "bahan yang mengandung sel benih jantan (spermatozoa) yang dikeluarkan oleh alat kelamin jantan yaitu testis". Oleh masyarakat awam, semen sering disebut sebagai sperma; meskipun hal tersebut kurang tepat karena sperma(tozoa) merupakan sel benih jantan yang menjadi salah satu komponen dalam semen (komponen yang lain adalah cairan atau plasma). 

Pada hewan, IB atau kawin suntik dapat didefinisikan sebagai teknik perkawinan yang tidak secara langsung mempertemukan jantan dan betina, melainkan teknik memasukkan semen ke dalam saluran kelamin betina dengan bantuan manusia (petugas terlatih) dan alat khusus.

Dalam praktiknya, semen yang diambil dari sekali ejakulasi seekor pejantan dapat digunakan untuk menginseminasi atau mengawini ratusan bahkan ribuan betina. Oleh karena itu, penerapan teknologi IB sangat efektif  dalam rangka peningkatan populasi hewan ternak dibandingkan dengan perkawinan alam (petemuan langsung jantan dan betina).

Sejarah Kawin Suntik pada Hewan di Indonesia

Teknologi IB sudah lama diperkenalkan oleh para ilmuwan di Eropa; pada awalnya adalah untuk diterapkan pada hewan, tetapi sudah sangat berkembang juga pada manusia.  Berdasarkan beberapa laporan, perkenalan teknologi IB di Indonesia dilakukan setidaknya pada awal tahun 1950-an oleh ilmuwan dari Denmark yaitu Prof B. Seit yang sekaligus sebagai dosen tamu pada Fakultas Kedokteran Hewan Univesitas Indonesia (sekarang adalah IPB Bogor) (lihat Toelihere, 1993). Setelah itu, introduksi teknologi IB dalam rangka perbaikan performa dan peningkatan populasi hewan ternak semakin giat dilakukan oleh pemerintah, terutama adalah untuk mencapai target swasembada daging dan susu.

Upaya pemerintah tersebut bisa dilacak dengan didirikannya stasiun IB Ungaran Jawa Tengah (sekarang adalah Balai IB Ungaran) pada akhir tahun 1950-an, lalu disusul Balai IB Lembang Jawa Barat tahun 1976, dan Balai IB Singosari Jawa Timur 1982.  Bahkan saat ini, dengan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah sudah beroperasi beberapa Balai IB regional atau daerah yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia (seperti Lampung, Sumsel, Sumut, Bali, NTB, Kalsel dan Kaltim).

Balai IB merupakan instansi pemerintah yang bertugas menyediakan semen berkualitas dari pejantan unggul yang nantinya akan diolah (diberi bahan pengencer, pengawet, dsb), disimpan dan disebarkan ke daerah yang menjalankan program IB (lihat Yudi dkk, 2011). Semen dari Balai IB umumnya disimpan dalam kemasan tertentu satu dosis pada kondisi beku (dalam nitrogen cair bersuhu sekitar -196 oC) dan dipertahankan sampai ketika semen akan segera diinseminasikan barulah dicairkan (dithawing) (sebagai ilustrasi lihat Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi persiapan thawing semen beku (kiri), pemasukan semen ke dalam alat IB (tengah), dan pemasukan semen ke dalam alat kelamin betina sapi (kanan)

 

Manfaat Kawin Suntik pada Hewan Ternak

IB merupakan salah satu teknologi paling penting untuk perbaikan genetik ternak, mengingat hanya beberapa ekor pejantan unggul bisa digunakan untuk menginseminasi ratusan ribu betina per tahun. Penerapan IB pada hewan ternak di Indonesia paling umum adalah pada sapi, baik sapi pedaging maupun sapi perah; sedangkan pada ternak lain adalah pada kerbau, kambing, domba, babi dan beberapa jenis ayam. Pada hewan lain juga sudah diterapkan meskipun tidak sebanyak pada hewan ternak, misalnya pada kuda, beberapa hewan liar seperti rusa dan harimau, juga pada hewan kesayangan seperti anjing dan kucing.

Pemerintah sangat mendukung penerapan teknologi IB pada hewan ternak karena terutama untuk meningkatkan jumlah populasi dan kualitas hewan ternak penghasil daging dan susu untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Hal ini karena jumlah penduduk Indonesia terus bertambah, dan kesadaran masyarakat semakin tinggi untuk mengkonsumsi daging dan susu yang berkualitas. Daging dan susu merupakan bahan pangan primadona untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sehingga semua negara berlomba2 untuk bisa menenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sudah bukan rahasia lagi, saat ini Indonesia masih menjadi salah satu negara pengimpor daging dan susu terbanyak di dunia.

Keuntungan dari tekbologi IB pada dasarnya adalah memanen manfaatkan dari pejantan unggul secara maksimal. Keuntungan tersebut antara lain adalah penyebaran benih dari pejantan unggul dalam rangka peningkatan jumlah populasi dan mutu genetik hewan; pengendalian penyakit kelamin menular; perbaikan manajemen dan efisisensi reproduksi, perkawinan antar-jenis atau antar-ras, beda lokasi (antar-negara), antar-generasi, dsb; memperpanjang pemanfaatan pejantan unggul (meski sudah tua, lumpuh dsb). Dalam hal penerapan program IB, maka jantan-jantan yang digunakan sebagai penghasil semen adalah yang sudah lulus serangkaian uji dengan berbagai indikator atau parameter, seperti bebas penyakit yang disaratkan, tingkat kesuburannya tinggi, performa fisik bagus, dll.

Meskipun demikian, penerapan teknologi IB pada hewan ternak juga bisa berisiko, terutama apabila tidak dibarengi manajemen pelayanan yang benar. Resiko tersebut antara lain adalah penyebarkan penyakit (baik penyakit kelamin maupun penyakit umum) apabila petugas, alat dan bahan yang digunakan di kandang atau di farm tercemar (tidak aseptis); perkawinan keluarga (in breeding) apabila tidak diikuti pencatatan yang benar sehingga mungkin akan terjadi anak diinseminasi menggunakan semen bapaknya; dsb. 

Untuk mendapatkan manfaat IB seperti yang diharapkan, maka penerapan IB pada program reproduksi hewan perlu dibarengi manajemen layanan yang benar dan secara periodik dievaluasi tingkat keberhasilannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun