Mohon tunggu...
Julius Deliawan A.P
Julius Deliawan A.P Mohon Tunggu... https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Julius Deliawan A.P adalah seorang guru dan penulis reflektif tentang pendidikan, sejarah, kemanusiaan, sosial dan politik (campur-campurlah). Lewat tulisan, mencoba menghubungkan pengalaman di kelas dengan isu besar yang sedang terjadi. Mengajak pembaca bukan hanya berpikir, tetapi juga bertindak demi perubahan yang lebih humanis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kenapa Tetap Menulis di Kompasiana? Karena Saya Butuh Tertawa!

9 Oktober 2025   09:16 Diperbarui: 9 Oktober 2025   09:16 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah nggak sih merasa seperti sedang menulis surat cinta panjang-panjang, tapi yang baca cuma kita sendiri? Begitulah kadang rasanya nulis di Kompasiana.

Kadang saya berpikir, "Ngapain sih masih nulis di Kompasiana?" Apalagi sekarang sudah jarang tulisan saya di-klik admin untuk jadi Topik Pilihan. Dulu pun, kalau jujur, ya jarang juga sih. Ha... ha... ha... Jadi sebenarnya tidak ada yang berubah, mungkin hanya saya yang makin sering mengeluh. Bedanya, dulu kompetitornya mungkin tidak sebanyak sekarang, sehingga peluang untuk bertengger di Headline masih ada. Sekarang? Rasanya seperti ikut lomba lari, tapi start-nya sudah ketinggalan lima putaran.

Tapi setelah direnungkan, ternyata ada sesuatu yang lebih berharga dari sekadar headline atau jumlah pembaca. Seperti kata seorang teman, di sinilah saya menemukan ruang untuk meluapkan segala macam kegelisahan, kegundahan, bahkan kemarahan terhadap banyak hal. Aneh memang, menulis bisa jadi seperti terapi murah meriah. Saat semua uneg-uneg tumpah di layar, rasanya beban di kepala berkurang beberapa kilo. Mungkin inilah yang orang-orang sekarang sebut dengan cara menjaga kesehatan mental.

Menulis di Kompasiana bagi saya ibarat curhat, tapi lebih elegan. Bedanya, kalau curhat ke teman bisa jadi malah bikin mereka pusing, kalau di sini---yah, paling banter dibaca segelintir orang lalu menghilang ditelan algoritma. Setidaknya saya tidak merasa "nyepam" grup WhatsApp keluarga dengan renungan panjang soal politik, budaya, atau apa saja yang kebetulan sedang mengganjal.

Lucunya, sejak awal memang saya tidak pernah menjadikan Headline atau jumlah pembaca sebagai tujuan utama. Kalau toh dulu pernah sekali-dua kali tulisan nongol di beranda, itu lebih mirip kejutan daripada target. Rasanya seperti ketiban durian runtuh, padahal saya tidak sedang di kebun durian. Jadi ya sudahlah, tidak usah terlalu dipikirkan. Yang penting, menulis memberi kepuasan batin.

Kepuasan ini justru jadi hal paling penting di tengah kesibukan sehari-hari. Kita semua tahu, pekerjaan dan rutinitas bisa menghisap energi habis-habisan. Menulis menjadi jeda, ruang untuk bernapas, semacam me time yang tidak perlu reservasi atau tiket masuk. Dengan menulis, saya bisa bercakap dengan diri sendiri, menyusun pikiran, atau sekadar menertawakan hal-hal yang tadinya membuat kepala panas.

Dan siapa sangka, tulisan-tulisan ini kadang justru menemukan pembacanya sendiri. Ada yang meninggalkan komentar, ada yang diam-diam membaca tanpa jejak. Saya jadi ingat, menulis memang bukan hanya soal siapa yang membaca, tapi juga tentang apa yang kita tinggalkan. Meski sederhana, tulisan bisa jadi saksi perjalanan pikiran kita, jejak kecil yang mungkin suatu hari akan dikenang, entah oleh siapa.

Jadi, ngapain nulis di Kompasiana? Jawabannya: karena di sinilah saya merasa merdeka. Mau serius bisa, mau nyinyir boleh, mau melucu pun sah-sah saja. Kalau akhirnya tidak ada yang baca, ya sudah, anggap saja saya sedang menulis surat cinta untuk diri sendiri. Setidaknya, saya berhasil membuat diri saya tersenyum.

Toh, pada akhirnya, menulis di sini memang soal kepuasan batin. Dan kalau itu bisa membuat saya lebih waras di tengah riuhnya hidup, bukankah itu sudah cukup berharga?

Catatan kecil untuk diri sendiri: Jadi, kalau besok-besok mulai mengeluh lagi soal Headline, tolong ingatkan: yang penting menulis itu bikin bahagia. Headline cuma bonus, mental health tetap prioritas. Ha... ha... ha...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun