1. Artikel Jurnal tentang Legal Pluralism dan Progressive Law
Sebagai dasar referensi akademik, penulis mengacu pada beberapa jurnal dan karya ilmiah berikut:
•Hooker, M.B. (1975). Legal Pluralism: An Introduction to Colonial and Neo-Colonial Laws — Buku klasik ini menjelaskan bagaimana berbagai sistem hukum dapat hidup berdampingan dalam satu wilayah negara.
•Satjipto Rahardjo (2006). Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan Rakyat — Buku ini menjadi dasar teori hukum progresif di Indonesia.
•Benda-Beckmann, F. von (2002). “Who’s afraid of legal pluralism?” dalam Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law, menjelaskan dinamika hukum negara dan non-negara.
•Artikel jurnal dari Jurnal Hukum IUS, Jurnal Hukum Progresif, dan Komnas HAM tentang pluralisme hukum dan implementasinya.
2. Pengertian Legal Pluralism dan Progressive Law
Legal Pluralism adalah konsep yang menggambarkan keberadaan dan pengakuan terhadap lebih dari satu sistem hukum dalam suatu masyarakat. Di Indonesia, legal pluralism diwujudkan dalam bentuk hukum negara (positif), hukum adat, dan hukum agama (Islam, Kristen, Hindu, dsb.).
Progressive Law (Hukum Progresif) adalah pemikiran hukum yang dikembangkan oleh Prof. Satjipto Rahardjo. Intinya adalah hukum tidak boleh statis, melainkan harus berpihak kepada keadilan substansial. Hukum harus menjadi alat pembebas, bukan sekadar teks yang mengikat aparat hukum.
3. Mengapa Legal Pluralism Masih Berkembang dalam Masyarakat?
Legal pluralism masih relevan dan terus berkembang karena beberapa alasan utama:
•Keanekaragaman budaya dan adat: Indonesia memiliki ratusan suku bangsa dan sistem hukum adat yang unik dan masih dijalankan secara aktif, seperti hukum adat di Papua, Minangkabau, dan Bali.
•Keterbatasan hukum formal: Hukum nasional belum mampu menjangkau semua aspek kehidupan masyarakat, terutama di daerah terpencil.
•Kepercayaan masyarakat lokal: Masyarakat lebih percaya dan merasa hukum adat atau agama lebih adil dan sesuai dengan nilai-nilai mereka.
•Kebutuhan akan keadilan kontekstual: Sistem hukum nasional sering kali bersifat teknokratis dan tidak peka terhadap kondisi sosial dan budaya masyarakat.
4. Kritik Legal Pluralism terhadap Sentralisme Hukum dan Kritik Progressive Law terhadap Hukum di Indonesia
Kritik Legal Pluralism:
•Menolak sentralisme hukum negara yang menafikan keberadaan hukum non-negara (adat/agama).
•Menganggap hukum nasional sering tidak mampu menyelesaikan konflik yang berbasis nilai lokal.
•Sentralisasi menyebabkan dominasi hukum negara yang mengabaikan realitas sosial dan mengikis otonomi lokal.
Kritik Progressive Law:
•Hukum Indonesia masih terlalu formalistik dan prosedural.
•Banyak keputusan hukum yang tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
•Penegak hukum sering terjebak dalam positivisme hukum dan mengabaikan nilai-nilai sosial dan moral.
•Hukum dianggap milik elit, bukan sebagai pelayan masyarakat luas.
5. Pendapat tentang Keberadaan Legal Pluralism dalam Masyarakat Indonesia
Legal pluralism bukan ancaman, melainkan bentuk adaptasi hukum terhadap keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam praktiknya:
•Legal pluralism memperkuat jati diri hukum nasional karena mencerminkan keunikan bangsa.
•Keberadaan hukum adat dan agama bisa melengkapi hukum negara.
•Yang penting adalah adanya koordinasi, pengakuan, dan penyelarasan antara sistem-sistem hukum tersebut, bukan penghapusan.
6. Pendapat tentang Mengapa Progressive Law Berkembang di Indonesia
Progressive law berkembang karena:
•Banyaknya ketimpangan dalam proses hukum formal yang dirasakan masyarakat.
•Adanya kebutuhan akan keadilan yang lebih nyata dan terasa, bukan sekadar menang di atas kertas.
•Peran hakim dan praktisi hukum yang progresif seperti dalam putusan landmark case (misalnya dalam hukum lingkungan dan hak asasi manusia).
•Reformasi hukum pasca-Orde Baru membuka ruang bagi pendekatan baru yang lebih humanis dan kontekstual.
⸻
Kesimpulan
Legal pluralism dan progressive law adalah dua konsep penting dalam pembangunan hukum di Indonesia. Keduanya menunjukkan bahwa hukum tidak bisa dipandang sebagai entitas tunggal yang mutlak. Sebaliknya, hukum harus menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat, keberagaman budaya, dan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Legal pluralism mengajak kita untuk menghargai keragaman hukum lokal, sedangkan progressive law menuntut keberanian untuk menafsirkan hukum demi keadilan. Kombinasi keduanya adalah jalan menuju sistem hukum yang inklusif, adil, dan relevan bagi Indonesia masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI