Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cara Menjaga Keuangan Tetap Stabil

3 Agustus 2019   10:11 Diperbarui: 3 Agustus 2019   10:19 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Belajar mencukupkan diri akan membuat keuangan menjadi stabil." 

Andaikan kalau setiap orang di Indonesia tiba-tiba menerima 1 Milyar dari langit, maka coba bayangkan apa yang akan terjadi? Mau tambal ban, tukang tambal tidak ada, karena sedang menikmati 1 M-nya. Mau beli obat di apotik, pada tutup semua, karena tidak ada lagi yang mau bekerja. Pergi ke pasar, tidak ada yang berjualan.

Dengan semuanya memegang 1 M di tangan, maka perampok tidak akan merampok lagi, karena telah menjadi kaya mendadak. Anak ingin bersekolah, guru telah pensiun dini dan tidak ada yang mengajar. Bahkan karyawan percetakan uang negara tidak perlu mencetak uang lagi.

Sebaliknya kalau semua orang itu hidup begitu miskin seperti beberapa negara di Afrika, maka negara pun menjadi tidak aman, karena setiap orang bisa saling memangsa dan mudah disulut perang saudara. Kelaparan dan sakit penyakit akan merajalela.

Maka senang atau tidak senang; setuju atau tidak setuju, bahwa di masyarakat pasti ada yang kaya dan miskin. Jika semua kaya atau semua miskin, maka tidak akan ada transaksi atau perputaran uang di sana. Kesenjangan ekonomi bisa diperkecil, tapi tak mungkin bisa dinihilkan.

Kalau sekarang kita dalam posisi kelebihan secara materi, tak perlulah menyombongkan diri, karena masih ada kemungkinan untuk bisa bangkrut. Oleh sebab itu, perlu mawas diri atau waspada cara penggunaan uangnya. Bantulah pula, orang yang sedang mengalami kekurangan.

Namun untuk yang berkekurangan secara materi, tak perlu putus asa, karena masih ada kemungkinan untuk bisa bangkit suatu hari nanti. Maka yang perlu dilakukan adalah tetap bekerja, bekerja dan bekerja. Tetap berharap, berharap dan berharap.

Saya teringat pada tahun 1998 itu, saya mengalami kebangkrutan total, hingga 2 rumah lenyap + utang di bank dan kartu kredit yang bunga berbunga. Putus asa dan berencana bunuh diri. Itu hasil keringat, bukan warisan. Dan tahun 2019 ini, baru bisa memiliki rumah lagi, setelah 21 tahun berjuang.

Seringkali kita mau bangkit dan berbuat lebih baik lagi, akan terganjal oleh mental pecundang. Apa pun yang pernah kita alami, baik yang bersifat buruk atau baik, itu adalah pengalaman untuk bisa jadi petarung dikemudian hari.

Kadang perlu menengok ke belakang, tapi jangan lama-lama. Coba perhatikan di mobil kita, biasa ada 3 cermin (kaca spion) untuk melihat ke belakang, namun bentuknya kecil-kecil, bukan? Motor ada 2 buah spion.

Bandingkan dengan kaca depan mobil yang buueesar bingitz! Coba bayangkan, kalau itu di balik, kaca depannya menjadi kecil, lalu cermin (spion) untuk melihat ke belakang yang besar, apa jadinya?

Kalau Michael Schumacher dengan F1-nya atau Valentino Rossi dengan MotoGP saat memacu kendaraannya sering ngintip melalui spion, maka konsentrasi dan fokusnya akan terganggu. Jalannya tidak akan stabil. Akan melambatkan laju kendaraannya atau tabrakan.

Demikian pula dalam mengatur keuangan kita masing-masing, perlu memutuskan cara terbaik membuatnya stabil. Nasihat orang perlu didengar, tapi penentu ada pada pelakunya.

Memang membuat posisi keuangan stabil tidaklah mudah. Apalagi mengalami sesuatu yang sifatnya  force majeure, yang tak terpikirkan tiba-tiba menghantam, seperti: mengalami tabrakan hebat, perlu operasi, toko terbakar atau mengalami bencana lainnya.

Nah, inilah 6 caraku dalam Berpartisipasi Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan, yaitu:

1. Bekerja Keras 

Saya telah melakukan ini bertahun-tahun. Bahkan ketika bangkrut hingga pindah rumah kontrakan tidak pernah memberi tahu keluarga besar. Bukannya sedang menyombongkan diri, cuma masih ada kekuatan sebagai bagian dari latihan untuk menikmati hidup.

Dengan bekerja, maka akan ada pemasukan. Baru setelah itu dibagi dengan bijak, supaya selama sebulan posisi keuangan bisa stabil. Biasa diawal bulan, semua pengeluaran untuk kebutuhan, saya lunasi semua, seperti bayar PLN, PDAM, telpon, sekolah, aneka iuran, beli beras dan teman-temannya, lalu terakhir mengisi kas tabungan.

2. Rajin Menabung 

Dalam rupiah lho. Ini pun telah saya lakukan bertahun-tahun saat ingin memiliki rumah, setelah mengalami kebangkrutan. Butuh 21 tahun untuk bersabar, demi untuk bisa memiliki rumah lagi. Darimana uang mukanya? Dari tabungan yang sekian tahun itu.

Dalam hidup ada masa berlimpah dan masa masa paceklik. Itu seninya. Saat berlimpah simpan banyak-banyak. Saat pemasukkan tersendat, salurkan perlahan-lahan. Niscaya tidak akan menjadi 'pengemis' yang berharap bantuan orang lain, malahan bisa membantu yang lain.

3. Pakai Bensin Pertalite 

Manusia ingin mencari keuntungan dari semua sisi hidupnya. Setelah saya tahu pakai Pertalite yang tidak subsidi itu, ternyata juga ada keuntungan untuk mesin dan lebih irit secara akumulasi, maka mengapa tidak dicoba? Saat beli diawal, sepeti lebih besar pengeluarannya, tapi jika ditotal dalam sebulan baru bisa terasa manfaatnya.

4. Bayar Pajak 

Pendapatan dari pemerintah adalah dari masyarakatnya. Dengan membayar pajak saya telah ambil bagian dalam melancarkan roda pembangunan.

Kalau terus kecewa dan takut dikorupsi oleh oknum tertentu, maka kita tak akan pernah melakukan bagian kita. Lakukan bagian kita, tak perlu menghakimi yang lain. Mereka akan terima akibatnya sendiri suatu saat kelak. Tenang saja. Semua ada waktunya.

5. Beli Produk Lokal 

Ini akan menghidupkan roda perekonomian rakyat. Siapa tahu, mungkin dengan membeli produk mereka, maka karyawannya tidak akan di PHK. Jika rakyat ada pemasukan yang stabil, maka roda ekonomi secara makro akan stabil pula.

Saya kadang membeli produk untuk kebutuhan sehari-hari dari toko kelontong sekitar rumah saja. Jalan kaki bisa. Tak perlu ongkos atau parkir pula. Memang kadang jengkel, karena beberapa produk menuju kedaluwarsa, bahkan telah kedaluwarsa atau lebih mahal dibanding dengan toko modern yang franchise itu.

Kalau bukan kita yang beli, lalu siapa yang beli? Mengapa kok produknya bisa kedaluwarsa? Karena tidak ada yang membeli. Kasihan bukan? Bisa jadi modalnya pun tidak kembali, dan lama-kelamaan akan bangkrut pula.

Bukan berarti saya anti produk impor lho. Tentu tergantung anggaran dan manfaatnya. Kadang beli yang begitu mahal (impor), bisa dipakai lebih tahan lama. Kan pengiritan juga, bukan?  

6. Wisata Dalam Negeri 

Banyak info yang saya dengar, bahwa alam Indonesia bisa disebut terbaik untuk dikunjungi wisatawan. Saya dan keluarga telah berkeliling aneka tempat wisata alam di pulau Jawa dengan kendaraan pribadi. Biayanya begitu ekonomis.

Namun sayangnya, mengapa pesawat ke berbagai negara Asia bisa lebih murah, daripada ke Raja Ampat dari Jawa? Sayang pula beberapa destinasi wisata tidak terawat dengan baik. Padahal ini bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga kestabilan ekonomi Indonesia.

Andaikan setiap kita secara pribadi bisa menjaga stabilitas keuangan masing-masing, maka ini akan menular ke lingkungan yang lebih luas. Dan akhirnya secara makro, maka perekonomian bangsa kita juga akan menjadi stabil.

Jikalau mau kredit barang tertentu, pastikan tidak macet, karena akan mengganggu stabilitas ekonomi kita, lalu memengaruhi pula perusahaan yang menyalurkan kredit itu. Dan lebih luas lagi, jika banyak perusahaan yang bangkrut, itu akan memengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun