Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anakku Sayang, Anakku Malang, Anakku Bahagia

11 Juli 2019   10:56 Diperbarui: 24 Juli 2019   00:29 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
smilefoundationindia.org

Anak juga manusia. Namun memiliki usia yang lebih muda dan tubuh yang lebih mungil dibandingkan dengan orangtuanya. Meski demikian, kebutuhan dasarnya tetap tidak berbeda jauh dari orang dewasa secara batiniah.

Ada dua kebutuhan dasar anak, yaitu kasih sayang dan rasa aman. Tidak banyak tuntutan anak sesungguhnya. Bukan masalah uang atau harta banyak atau rumah mewah yang dipikirkannya. Namun ingin bersama ayahanda dan ibundanya senantiasa.

Namun tuntutan ekonomi yang memaksa ayah dan ibunya bekerja. Maka anak akan kesepian dalam pertumbuhannya. Dia harus memikirkan nasibnya sendiri dalam kesendirian, meski memiliki orangtua yang lengkap. Apalagi jika anak tunggal.

Meski ada orang lain yang menemaninya, termasuk keluarga dekatnya, namun sejujurnya batinnya tetap ingin dekat dengan ayah dan ibunya sendiri terus menerus. Ini bukan sekadar makna quality time, namun juga quantity time. 

Untuk masyarakat kota, memang hal ini jauh dari harapan untuk bisa terjadi. Bahkan kalau pulang kerja, ayah atau ibunya menikmati gawainya masing-masing. Atau pulang kerja anak-anak telah tidur dan esok pagi setelah anaknya berangkat sekolah baru bangun.

Apalagi jika orangtunya bekerja di luar kota, luar pulau atau luar negeri, sejujurnya betapa sedih batin anak itu, meski salah satu orangtuanya hadir di rumah. Anak ingin keduanya bersamanya.

Ini memang akan sulit untuk dipahami oleh orangtua yang telah mengalami sendiri, bahwa orangtuanya itu demikian meninggalkannya pada saat dia masih kecil. Maka ia pun akan memperlakukan anaknya demikian pula. Dan kemungkinan, anaknya juga akan memperlakukan anaknya pun demikian.

Coba bayangkan, kalau orangtuanya bercerai demi akuismenya untuk menjaga harga dirinya masing-masing. Dengan alasan demi kebaikan pasangan tersebut, namun tidak pernah merasakan perasaan anaknya itu. Maka anaknya akan menikmati single parent dalam hidupnya.

Belum lagi, jika ayahnya yang dicintai dan diharapkan senantiasa hadir menemani, ternyata melakukan poligami, demi kepuasan dirinya semata, tanpa memikirkan istri dan anaknya. Dengan dasar, yang penting bisa 'berlaku' adil, tanpa lagi memedulikan 'perasaan' istri dan anaknya.

Lebih mengerikan lagi, dengan alasan demi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ternyata akhirnya ayah atau ibunya harus menginap di hotel prodeo sekian tahun. Lalu beritanya tersiar ke mana-mana.

Lalu teman anaknya bertanya, "Mengapa ayahmu di penjara? Atau mengapa ibumu di penjara?" Apakah anaknya akan menjawab dengan tenang, "Ayahku korupsi. Atau ibuku korupsi?"    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun