Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Anda Suka Baca Buku Fisik atau Buku Digital?

2 Agustus 2021   00:15 Diperbarui: 3 Agustus 2021   02:03 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku (DragonImages via lifestyle.kompas.com)

Apakah Anda suka membaca? Jika Anda suka membaca, Anda suka membaca buku secara fisik atau digital (ebook)? Apa alasannya? 

Ya, ini pengalaman pribadi bagaimana saya memutuskan bahwa membaca buku fisik itu lebih nikmat daripada membaca digital (ebook). Mengapa?

Saya memiliki banyak ebook di laptop. Selain itu saya juga memiliki akun di Perpusnas, sehingga saya bisa meminjam buku online untuk beberapa hari. Tapi ternyata membaca di laptop itu benar-benar tidak mampu memuat saya bisa fokus dalam membaca. 

Setiap kali membaca di laptop maupun di handphone, selalu ada godaan untuk membuka yang lain, misalnya nonton film, buka internet dan lain sebagainya. Sementara itu kalau membaca terlalu lama di depan layar membuat mata saya sangat Lelah. 

Saya hanya mampu kuat membaca tidak lebih dari satu jam (rata-rata hanya sekiar 30 menit saja kalau di laptop). Saya harus berhenti sejenak untuk menyegarkan mata yang sudah Lelah.

Apalagi kalau saya menggunakan handphone, waduh, baru baca beberapa halaman saja, rasanya sudah pengen berhenti dan buka berbagai media sosial mulai dari Facebook, IG, TikTok, WA dan sebagainya. Pikiran jadi tidak fokus, apalagi kalau notifikasinya tidak saya matikan. Baru baca bentar, sudah ada notifikasi, baca bentar, ada notifikasi, langsung memecah konsentrasi dalam membaca. 

Makanya saya membaca satu judul buku online, misalnya Pengakuan Pariyem (nanti saya buat reviewnya), saya harus pinjam sampai 10 kali secara online (saya lupa), padahal sekali pinjam diberi waktu 5 hari sebelum akhirnya ditarik otomatis.

Nah, begitu saya dihadapkan dengan buku fisik, saya langsung bisa lebih fokus. Setidaknya saya bisa membaca dengan waktu jauh lebih lama, yaitu satu jam lebih saya fokus membaca. 

Saya selalu menjauhkan HP dari saya atau langsung menyalakan musik di laptop sambil membaca dengan seksama. Tidak adanya gangguan dari notifikasi membuat saya bisa nyaman membaca buku dengan baik. 

Saya bisa membuat coretan-coretan di buku fisik mengenai apa yang penting yang perlu saya ingat, kkebetulan saya selalu suka buat sinopsis sesudah selesai membaca buku.

Kalaupun lupa akan sesuatu, saya selalu lebih mudah membuka-buka tiap halaman di kertas daripada membuka di layar laptop maupun handphone.

Selain membuat coretan-coretan di buku tersebut (jelas pakai pensil ya kalau itu buku pinjaman perpustakaan wkwkwkw), saya juga bisa dengan mudah membuat ringkasan dengan menulis pokok-pokok penting tiap bagian atau bab yang sudah saya baca. 

Tingkat konsentrasi saya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan laptop maupun handphone. Mata juga tidak mudah lelah kalau membaca buku fisik. 

Saya bisa membaca dengan kondisi yang nyaman, namun tidak harus duduk di depan layar laptop. Selalu duduk di depan layar itu benar-benar bikin lelah soalnya.

Ilustrasi membaca buku secara digital (bacatangerang.com)
Ilustrasi membaca buku secara digital (bacatangerang.com)

Kalau begitu, apakah membaca secara digital (ebook) tidak perlu? 

Nah, ini tergantung tiap orang sih. Biar bagaimanapun, dunia memang telah mengalami perubahan. 

Bagi sebagian orang, menggunakan buku digital tentu lebih menyenangkan daripada membaca buku fisik. 

Menggunakan buku digital tentu membawa juga ada kelebihannya, yang mana kita hanya perlu laptop atau handphone untuk bisa mengakses buku digital tersebut (kalau saya ebook ya). 

Selain otomatis dan praktis bisa dibawa ke mana-mana. Tidak perlu membawa buku yang berat hanya untuk membaca buku tersebut. Kalau lagi ingin baca ebook, tinggal buka handphone, selesai deh.

Selain itu, dalam satu laptop kita bisa menyimpan banyak judul ebook (di laptop saya mungkin ada lebih dari 100 judul ebook yang belum semua bisa saya review di sini). 

Bayangkan kalau itu dicetak dalam bentuk buku fisik, mungkin itu akan memenuhi seluruh ruangan. Bahkan saya pastikan pasti membutuhkan rak buku untuk meletakkan semua ebook yang saya miliki di laptop ini. Jadi tidak membutuhkan banyak ruangan kan? 

Apalagi di era sekarang di mana penduduk semakin banyak, ukuran rumah makin lama makin kecil dan tidak seluas zaman dulu (dengan konteks di Indonesia yang sudah padat penduduknya ya). 

Di era sekarang, orang berusaha hidup makin minimalis agar tidak membuat ruangan di rumah atau kamar penuh dengan barang-barang yang tidak diperlukan.

Belum lagi bagi para aktivis lingkungan (saya bukan aktivis loh), tentu bakal lebih memilih menggunakan buku digital ini daripada pakai buku fisik. Biar bagaimanapun untuk mencetak buku fisik membutuhkan banyak kertas, sementara itu kertas berasal dari pohon. 

Berapa banyak pohon yang ditebang untuk akhirnya digunakan jadi bahan baku kertas dan jadi buku. Apalagi di era sekarang polusi udara semakin parah, tentu pohon-pohon harus dijaga keberadaannya dari penebangan yang tidak perlu agar bisa mengurangi polusi udara yang ada. 

Itu mungkin pemikiran para aktivis lingkungan, apalagi sekarang ini hutan-hutan makin mengecil digantikan oleh perumahan, pemukiman maupun kawasan industri. 

Hal ini otomatis membutuhkan banyak pohon untuk bisa mengimbangi polusi udara yang makin parah. Berbeda dengan buku digital yang hanya membutuhkan listrik. Listrik bisa didapatkan dari mana pun, tidak harus dari energi fosil. Sudah banyak pembangkit listrik yang dihasilkan dari berbagai energi terbarukan seperti energi surya, energi angin, maupun energi panas bumi. 

Di Eropa, mereka berhasil menggunakan hampir seluruh kebutuhan listrik mereka dari energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan daripada energi dari batu bara. 

Walau menurut saya pribadi tetap saja bikin listrik menjadi tinggi karena mau tidak mau saya harus menyalakan laptop maupun handphone untuk bisa mengakses buku digital tersebut.

Selain itu, punya ebook juga lebih untung karena tidak kemungkinan rusak tidak akan terjadi dalam waktu dekat. 

Saya menyimpan banyak ebook saya di google drive, jadi kalau ada perlu apa-apa tinggal akses ke drive saya, simpel kan? 

Berbeda dengan buku fisik yang mana harus selalu dicek, apakah rusak dimakan rayap atau tidak. Dan sebagian buku saya hancur dimakan rayap karena kurang rajin mengecek keberadaan buku-buku, apalagi buku-buku yang masuk dalam lemari dan jarang dibuka sehingga sangat lembab.

Hal ini masih bisa diperdebatkan juga sih, karena buku-buku fisik kalau dirawat dengan baik, bisa awet bertahun-tahun juga. 

Bahkan buku semasa saya kuliah masih awet hingga sekarang. Padahal sudah 20 tahun berlalu namun masih bisa dibaca dengan baik.

Bagi saya, membaca di laptop bukan untuk membaca ebook. Saya lebih suka membaca berbagai artikel melalui layar laptop atau handphone agar cepat selesai. Kebetulan saya mengikuti banyak grup-grup edukasi di media sosial. 

Nah, grup-grup ini sering membahas atau posting postingan yang cukup edukatif. Postingannya biasanya 1-2 lembar (kalau misal itu masuk ke word), sehingga saya bisa fokus dengan durasi sependek itu dan langsung bisa menangkap maknanya. 

Kalaupun ingin mengecek sesuatu yang kurang jelas, tinggal langsung tarik ke atas dan menemukan dengan cepat bagian-bagian tertentu yang saya butuhkan. 

Tapi untuk membaca sesuatu yang panjang seperti buku, lebih baik saya membaca buku secara fisik saja. Hal itu lebih memudahkan saya dalam memahami buku tersebut daripada harus baca secara digital.

Selain itu, saya masih termasuk orang generasi jadul. Ada kepuasan tersendiri bagi saya kalau saya bisa membeli buku kemudian mengoleksi buku-buku tersebut di rak lemari yang saya punya. Ada kepuasan tersendiri kala bisa foto-foto rak buku saya (termasuk narsis gak ya?).

Saya pribadi punya cita-cita memiliki satu kamar khusus di rumah saya kelak yang berfungsi sebagai ruang perpustakaan di mana setiap orang dalam keluarga saya harus suka membaca dan benar-benar membaca buku fisik tanpa terganggu dengan gawai mereka. 

Saya membayangkan diri saya 10 tahun ke depan di mana anggota keluarga saya (termasuk anak-anak saya) dalam jam tertentu tiap hari menghabiskan waktu bersama di perpustakaan untuk benar-benar fokus membaca buku dan mendiskusikan apa yang sudah dibaca tanpa harus terganggu dengan gawai masing-masing.

Memang sih, ada kelemahan di mana seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya--- harus menyiapkan ruangan, menyiapkan tempat, selalu mengecek kondisi buku (terutama suhu kelembaban dan adanya rayap) supaya bisa awet. Tapi dengan mempertimbangkan banyak hal, maka saya tetap suka dengan adanya buku-buku fisik ini. 

Apalagi kalau buku itu jelek dan ada bekas-bekas coretan, itu justru menunjukkan bahwa buku itu sudah pernah dibuka dan dibaca. 

Kalau punya buku tapi masih bersih dan kelihatan baru, justru menjadi aneh, apakah buku itu pernah dibaca atau jangan-jangan hanya menjadi pajangan. Hal yang tidak akan diketahui kalau kita hanya memiliki buku digital saja.

Akhirnya, antara buku fisik dan buku digital adalah pilihan masing-masing dengan segala kelebihan dan kelemahannya. 

Saya tidak anti dengan buku digital, tapi untuk saat ini, saya masih lebih nyaman membaca buku dengan memakai buku fisik dan gawai hanya saya gunakan untuk membaca berbagai artikel yang ada di grup-grup media sosial. 

Kalau Anda bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun